TUJUH DOSA POKOK
Sejak awal sejarah pewahyuan-Nya, Allah telah menyatakan kehadiran dan cinta kasih-Nya yang membawa rahmat pengudusan dan penyelamatan bagi manusia. Pernyataan kehadiran Allah yang penuh kasih itu terjadi melalui ciptaan-Nya, pesan-pesan dan ajaran-Nya yang diwartakan oleh para nabi, serta melalui penjelmaan-Nya sendiri dalam pribadi Yesus Kristus. Namun kehadiran Allah itu tidak senantiasa ditanggapi dan disambut dengan keterbukaan dan suka cita oleh manusia. Karena kesombongan dan keegoisannya, manusia berpaling dari Allah bahkan menolak kehadiran dan cinta kasih-Nya. Inilah pengalaman kedosaan manusia.
Gereja Katolik mengajarkan tentang kedosaan manusia sebagai pikiran, sikap dan tindakan manusia yang melawan hukum Allah. Dosa sering dimengerti dan dihayati sebagai sikap dan tindakan mengabaikan atau menolak cinta kasih Allah yang penuh rahmat. Ajaran Gereja tentang dosa manusia didasarkan pada dosa-dosa pokok, yang menurut ajaran Santo Yohanes Kasianus dan Santo Gregorius Agung merupakan kebiasaan buruk yang berlawanan dengan keutamaan atau kebajikan.
Kebiasaan buruk adalah kebiasaan yang menyimpang dari kebaikan yang mengaburkan suara hati, sehingga membuat seseorang cenderung melakukan hal buruk yang bertentangan dengan nuraninya. Kebiasaan buruk ini dapat dikaitkan dengan apa yang disebut tujuh dosa pokok, yaitu kesombongan, ketamakan, kedengkian, kemurkaan, percabulan, kerakusan, kelambanan atau kejemuan (KGK 1866). Disebut dosa-dosa pokok karena mengakibatkan dosa-dosa lain dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang lain.
Ketujuh dosa pokok tersebut menggambarkan sifat-sifat kelemahan manusia yang melawan nilai-nilai keutamaan atau kebajikan. Kesombongan berlawanan dengan kerendahan hati; ketamakan berlawanan dengan kemurahan hati; kedengkian/iri hati berlawanan dengan kasih; kemurkaan/kemarahan berlawanan dengan kebaikan dan kesabaran; percabulan/nafsu berlawanan dengan pengendalian diri, kerakusan berlawanan dengan kesederhanaan/ kebersahajaan, kelambanan/kemalas-an berlawanan dengan kerajinan/ketekunan/kesetiaan.
Meski tidak secara eksplisit, Kitab Suci menguraikan perlawanan antara tujuh dosa pokok dengan tujuh kebajikan pokok tersebut dalam perikop: “Hidup menurut daging dan hidup menurut Roh” (Gal 5:16-25). Kebiasaan buruk yang terangkum dalam tujuh dosa pokok digambarkan dalam perbuatan daging, yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora (ayat.20-21). Sedangkan kebajikan pokok digambarkan dalam hidup menurut Roh yang membuahkan nilai-nilai kebaikan sesuai dengan kehendak Allah, yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kele-mahlembutan, dan penguasaan diri (ayat.22).
Permenungan mengenai tujuh dosa pokok mengajak kita untuk introspeksi diri mengenai kecenderungan dan kebiasaan manusiawi kita, khususnya dalam hal berpikir, berperasaan, bersikap, dan bertindak dalam hidup ini. Semoga berkat petunjuk dan dorongan Roh Allah, kita mampu memerangi kecenderungan dan kebiasaan menurut “selera daging” manusiawi kita, seraya selalu mengupayakan nilai-nilai kebajikan yang bersumber dari Roh Allah. Sehingga kita dapat menjalani hidup sesuai dengan ajaran dan kehendak-Nya. Adri