Free Essay

Audit Investigasi

In:

Submitted By zanmatto
Words 4160
Pages 17
BAB II
2. 1. 1. Pengertian Audit Investigatif Audit investigatif adalah salah satu aktivitas dalam rangka implementasi upaya strategi memerangi korupsi dengan pendekatan investigatif. Ditinjau dari profesi auditor atau bidang auditing, audit investigatif merupakan perkembangan atau spesialisasi dari auditing dengan tujuan tertentu (special audit). Dengan maraknya masalah kecurangan (fraud), yang di Indonesia kita kenal dengan istilah ” korupsi ” berkembanglah audit yang berkaitan dengan kecurangan tersebut menjadi suatu spesialisasi dengan istilah investigatif audit, forensik audit, fraud audit, namun demikian hingga saat ini belum ada batasan yang jelas tentang ruang lingkup istilah-istilah tersebut. Untuk keperluan praktis, audit investigatif didefinisikan menurut G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist dalam bukunya ”Fraud Auditing and Forensic Accounting” yang terjemahannya berbunyi audit investigatif mencakup reviu dokumentasi keuangan untuk tujuan tertentu yang mungkin saja berhubungan dengan masalah ligitasi dan pidana. Praktik investigatif atau fraud accountant diutamakan pada dua bidang kegiatan yaitu mencari bukti perbuatan kriminal dan penyebab atau pendukung kerugian (damages).

Sebelum dibahas lebih lanjut, ada beberapa aksioma yang menarik terkait dengan fraud examiners/audit investigatif, yaitu:
· Kecurangan itu tersembunyi (Fraud is Hidden) Kecurangan memiliki metode untuk menyembunyikan seluruh aspek yang mungkin dapat mengarahkan pihak lain menemukan terjadinya kecurangan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelaku kecurangan untuk menutupi kecurangannya juga sangat beragam, dan terkadang sangat canggih sehingga hampir semua orang (bahkan Auditor Investigatif sekalipun) juga dapat terkecoh.
· Melakukan pembuktian dua sisi (Reverse Proof). Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa dia tidak melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus mempertimbangkan bukti-bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak kecurangan.
· Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud). Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif, seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi.
2. 1. 2. Tujuan Audit Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau auditor yang lainnya yang melakukan pekerjaan investigasi bertujuan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara, daerah dan/ atau ada tidaknya unsur pidana. Menurut Theodorus M. Tuanako, dosen FE UI mengemukakan, tujuan audit investigasi cukup beragam. Dalam konteks tindak pidana korupsi yang tujuan akhirnya memenjarakan para koruptor dan mengembalikan keuangan negara seluruh atau sebagian. Tujuan investigasi tergantung dari organisasi/ lembaga serta mandat yang dimiliki, tujuan yang dicapai terletak pada pimpinan Sedangkan menurut pendapat KH Spencer Pickett dan Jennifer Pickett mengemukakan adanya lebih dari 20 pengertian tujuan audit investigasi. Seperti, tujuan audit investigasi adalah memeriksa, mengumpulkan, dan menilai cukup dan relevannya bukti. Tujuan ini akan menekankan dapat diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan.
Dengan demikian, pengertian audit investigasi kini lebih dipersempit untuk menanggulangi korupsi dan mengembalikan asset kekayaan negara, sebagian maupun seluruh dari jarahan para koruptor.

2. 1. 3. Macam-macam Audit Investigasi
Ada dua macam audit investigasi :
1. Audit Investigasi Proaktif Dilakukan pada entitas yang mempunyai risiko penyimpangan, tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum atau tidak didahului oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat atau berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/ kekayaan negara dan/ atau perekonomian negara.
2. Audit investigasi Reaktif Mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan awal tentang indikasi adanya penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan/ kekayaan negara dan/ atau perekonomian negara. Informasi indikasi adanya penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan/ kekayaan Negara dan/ atau perekonomian Negara di pihak yang akan diaudit bisa merupakan hasil audit sebelumnya/ hasil pemeriksaan awal/ terdahulu atas laporan keuangannya dan/ atau dari sumber-sumber informasi dari pihak lain.

2. 1. 4. Sifat Akuntan yang Melakukan Audit Investigasi Ada lima sifat yang harus dimiliki oleh seorang akuntan yang melakukan audit investigasi, terkait pemberantasan korupsi seperti yang tertuang dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi : 1. Mempunyai rasa curiga yang besar 2. Mempunyai rasa ingin tahu yang besar 3. Mempunyai daya analisa yang kuat 4. Mempunyai logika yang bagus terhadap kasus yang ditangani 5. Tidak cepat putus asa
2. 1. 5. Pendekatan Audit Investigasi dalam Mengungkap Kebenaran Menurut Eddie M. Gunadi, senior partner pada KAP BDO Tanubrata, audit investigasi dilaksanakan apabila ada tanda-tanda terjadinya kriminalitas dalam pelaksanaan laporan keuangan sehingga harus diinvestigasi lebih dalam apakah benar terjadi kasus kecurangan atau kriminal yang bisa berdampak pidana atau perdata. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang sering melaksanakan audit investigasi. Audit investigasi bukan hal yang bersifat umum dan hanya orang-orang khusus yang melakukan audit investigasi, yaitu orang-orang yang mempunyai kualifikasi sebagai auditor. Pada dasarnya audit investigasi adalah mencari kebenaran, apakah terjadi kecurangan (fraud) atau tidak.
Pendekatan audit investigasi atas tindak pidana didasarkan pada penilaian yang logis terhadap individu dan segala sesuatu/benda yang terkait dengan tindak kejahatan tersebut. Seperti dijelaskan di bawah ini : 1. Individu yang terkait dengan tindak kejahatan Korban , pelapor dan saksi-saksi merupakan subyek wawancara bagi investigatif auditor dalam rangka memperoleh fakta dan informasi yang diketahui mereka . Tersangka dan pelaku kejahatan merupakan subyek wawancara yang merupakan dasar terjadinya suatu fakta dalam rangka investigatif auditor menetukan sampai sejauh mana keterlibatan mereka dalam tindak kejahatan tersebut. Agar bukti yang didapatkan benar-benar valid, investigatif auditor harus senantiasa melakukan konformasi terhadap kebenaran informasi yang diperoleh dengan pihak-pihak yang independen. 2. Benda-benda yang terkait dengan tindak kejahatan Auditor investigasi harus memahami bahwa benda-benda fisik yang terkait dengan tindak kejahatan mempunyai nilai-nilai pembuktian yang sangat berarti karena bukti fisik merupakan bukti faktual tidak seperti halnya ingatan manusia yang terbatas, bukti fisik selalu mengungkapkan cerita yang sama dari waktu ke waktu namun bukti fisik akan berkurang nilainya apabila auditor gagal mendapatkannya, mempelajarinya dan memahaminya, maka auditor harus memahami hal-hal seperti : Apa yang dimaksud dengan bukti fisik, Bagaimana memperoleh dan menyimpannya, Bagaimana memperoleh informasi yang optimal dari bukti fisik tersebut, dan Bagaimana mengartikan/ menafsirkan informasi yang telah diperoleh tersebut.
2. 1. 6. Prinsip- Prinsip Investigasi
• Investigasi merupakan metode/teknik yang dapat digunakan dalam audit investigasi.
• Investigasi memerlukan penerapan kecerdasan, pertimbangan yang sehat dan pengalaman, selain itu memerlukan pemahaman terhadap ketentuan perundang-undangan dan prisip-prinsip investigasi guna pemecahan permasalahan yang dihadapi.
Prinsip-prinsip berikut ini berdasarkan pengalaman dan praktek dapat dijadikan pedoman bagi investigator dalam setiap situasi sebagai berikut : 1. Investigasi adalah tindakan mencari kebenaran dengan memperhatikan keadilan dan berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan. 3. Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga bukti-bukti yang diperolehnya dapat memberikan kesimpulan sendiri ( bahwa telah terjadi tindak kejahatan dan pelakunya teridentifikasi). 4. Informasi merupakan napas dan darahnya investigasi sehingga investigator harus mempertimbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi. 5. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam investigasi. 6. Pelaku kejahatan adalah manusia,oleh karena itu jika ia diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka mereka juga akan merespon sebagaimana manusia.
2. 2. 1. Metodologi Audit Investigatif Metodologi ini digunakan oleh Association of Certified Fraud Examiners yang menjadi rujukan internasional dalam melaksanakan Fraud Examination. Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana melaksanakan suatu Pemeriksaan Investigatif atas kasus yang memiliki indikasi tindak kecurangan dan berimplikasi kepada aspek hukum, serta bagaimana tindak lanjutnya. Pemeriksaan Investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak kecurangan terdiri atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigatif atas kecurangan berhubungan dengan hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka harus pemeriksaan investigatif harus dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang diistilahkan sebagai predikasi. Predikasi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukkan adanya keyakinan kuat yang didasari oleh professionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang kecurangan, bahwa fraud/kecurangan telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa predikasi, Pemeriksaan Investigatif tidak boleh dilakukan. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang menyangka bahwa jika suatu institusi audit menemukan satu indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan financial audit-nya, maka institusi tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Investigatif. Pemeriksaan Investigatif belum tentu langsung dilaksanakan karena indikasi yang ditemukan umumnya masih sangat prematur sehingga memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang cukup kuat untuk dilakukan Pemeriksaan Investigatif.
Garis besar proses Pemeriksaan Investigatif secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir, dipilah pilah sebagai berikut: A. Penelaahan Informasi Awal Pada proses ini pemeriksa melakukan: pengumpulan informasi tambahan, penyusunan fakta & proses kejadian, penetapan dan penghitungan tentative kerugian keuangan, penetapan tentative penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal. B. Perencanaan Pemeriksaan Investigatif Pada tahapan perencanaan dilakukan: pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti, menentukan tempat/sumber bukti, analisa hubungan bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan program pemeriksaan investigatif. C. Pelaksanaan Pada tahapan pelaksanaan dilakukan: pengumpulan bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisa dan pengujian dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa, dan review kertas kerja. D. Pelaporan Fase terakhir, dengan isi laporan hasil Pemeriksaan Investigatif kurang lebih memuat: unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat penyimpangan/tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi, dan bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum. Khusus untuk lembaga BPK di Indonesia, proses penyusunan laporan ini terdiri dari beberapa kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya sbb: penyusunan konsep awal laporan, presentasi hasil pemeriksaan investigatif di BPK, melengkapi bukti-bukti terakhir, finalisasi laporan, dan penggandaan laporan E. Tindak Lanjut Pada tahapan tindak lanjut ini, proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil Audit Investigatif kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pada tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim Audit Investigatif dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan.
2. 2. 2. Teknik Investigasi Untuk mendapatkan hasil investigasi yang maksimal, seorang fraud auditor harus juga menguasai beberapa teknik investigasi, antara lain: • Teknik penyamaran atau teknik penyadapan. • Teknik wawancara, apabila akan menghadapi sang auditee, orang-orang yang diduga memiliki info yang dibutuhkan atau bahkan sang bosnya si auditee. • Teknik merayu untuk mendapatkan informasi, apakah dengan memakai kesanggupan sendiri atau dengan bantuan orang lain. • Mengerti bahasa tubuh, dalam membaca posisi si auditee, bohong atau jujur. • Dapat dilakukan dengan bantuan software, seperti CAAT (computer assisted audit tools). Fraud auditor dapat melakukan pembacaan data atau penyitaan berkas yang diduga mempunyai kaitan dengan fraud yang sedang diselidiki atau dengan memotret ruangan atau benda yang diduga memiliki kaitan dengan peristiwa. Pekerjaan fraud auditor mirip dengan pekerjaan penyelidikan atau penyidikan kepolisian, di mana penyidikan kepolisian dipakai untuk suatu projustisia, sedangkan fraud audit investigasi digunakan untuk keperluan internal. Apabila seorang audit BPK, misalnya, ia harus melaporkan hasil audit investigasi kepada Ketua BPK dalam bentuk laporan rahasia yang memuat kesimpulan hasil audit, atau opini, lengkap dengan semua berkas, bukti, foto, hasil wawancara, bukti material, dan lain sebagainya, sesuai dengan maksud audit forensik tersebut.
2. 2. 3. Hasil Investigasi Hasil audit investigasi tidak boleh dibocorkan kepada pihak yang tidak berhak mengetahuinya, di mana hasil ini biasanya telah diklarifikasi dan dibacakan ulang kepada si auditee, agar auditee mengerti sejauh mana investigasi dan eksaminasi dilakukan dan hasil yang didapatkan. Disebut keperluan internal karena sang auditor terikat dengan audit metodologi dengan melaporkan apa adanya suatu hasil investigasi dan auditor free to comment kepada atasannya dalam mengemukakan pendapatnya sebagai seorang auditor berdasarkan temuan dan dikategorikan preliminary summary (hasil sementara). Hasil atau kesimpulan sementara ini akan disikusikan dengan bos sang auditor sebelum dibuatkan keputusan final dan keputusan final hasil audit yang disebut executive summary akan dibuat oleh kepala audit kepada siapa sang auditor bertanggung jawab. Hasil audit investigasi dapat dianggap dan digunakan sebagai bukti awal untuk menunjang suatu pembuatan BAP oleh kepolisian atau kejaksaan atau bukti pendahuluan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi bila memang suatu fraud diduga terjadi yang mengarah kepada suatu peristiwa kriminal atau crime acts, dalam hal ini adalah korupsi. Audit investigasi adalah sebuah pekerjaan profesional atau expert works. Oleh karena itu, seorang fraud auditor harus mempunyai pengetahuan yang cukup, dan selayaknya seorang fraud auditor adalah seorang auditor yang telah diakui kecakapannya dengan mengantongi CFE (Certified Fraud Examiner) yang dikeluarkan Instute of Internal Auditor (IIA) melalui tahapan penguasaan beberapa modul yang telah dipersyaratakan secara internasional.

2. 2. 4. Menjelaskan Audit Investigasi Kedalam Bahasa Hukum

Upaya pemberantasan korupsi di mana pun tidak semata-mata melibatkan aparat penegak hukum terkait seperti polisi, jaksa, dan hakim. Pemberantasan korupsi di suatu perusahaan swasta atau pemerintahan wajib melibatkan akuntan yang akan melakukan audit investigasi. Auditor investigasi dituntut bukan hanya melakukan investigasi semata, tetapi juga harus dapat menjelaskan hasilnya ke dalam bahasa hukum. Dengan demikian, seorang akuntan sebelum melaksanakan aktivitasnya wajib melakukan penelusuran berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk memegang teguh sikap independensinya untuk tidak mau menerima upeti.

2. 3. 1. Korupsi

a) Pengertian Korupsi Menurut Shleifer dan Vishny (1993) korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik pungutan liar dari perizinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk bagi pesaing. Para pegawai negeri itu memungut bayaran untuk tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk kepentingan pribadinya. Untuk kasus seperti ini, karena korupsi menyebabkan ekonomi biaya tinggi, korupsi memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan.

Menurut Adji (1996) berdasarkan pemahaman dan dimensi baru mengenai kejahatan yang memiliki konteks pembangunan pengertian korupsi tidak lagi hanya diasosiasikan dengan penggelapan keuangan negara saja. Tindakan bribery (penyuapan) dan kickbacks (penerimaan komisi secara tidak sah) juga dinilai sebagai sebuah kejahatan. Penilaian yang sama juga diberikan pada tindakan tercela dari oknum pemerintah seperti bureaucratic corruption atau tindak pidana korupsi, yang dikategorikan sebagai bentuk dari offences beyond the reach of the law (kejahatan-kejahatan yang tidak terjangkau oleh hukum). Banyak contoh diberikan untuk kejahatan-kejahatan semacam itu, misalnya tax evasion (pelanggaran pajak), credit fraud (penipuan di bidang kredit), embezzlement and misapropriation of public funds (penggelapan dan penyalahgunaan dana masyarakat), dan berbagai tipologi kejahatan lainnya yang disebut sebagai invisible crime (kejahatan yang tak terlihat). Istilah invisble crime banyak ditujukan untuk menunjuk pada kejahatan yang sulit dibuktikan maupun tingkat profesionalitas yang tinggi dari pelakunya.

Glendoh (1997) berpendapat bahwa korupsi direalisasi oleh aparat birokrasi dengan perbuatan menggunakan dana kepunyaan negara untuk kepentingan pribadi yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum. Korupsi tidak selalu identik dengan penyakit birokrasi pada instansi pemerintah, pada instansi swasta pun sering terjadi korupsi yang dilakukan oleh birokrasinya, demikian juga pada instansi koperasi. Korupsi merupakan perbuatan tidak jujur, perbuatan yang merugikan dan perbuatan yang merusak sendi-sendi kehidupan instansi, lembaga, korps dan tempat bekerja para birokrat. Korupsi dalam kaitannya dengan birokrasi dapat berpenampilan dalam bentuk, kolusi, nepotisme, uang pelancar, dan uang pelicin.

Masih menurut Glendoh (1997), kolusi adalah sebuah persetujuan rahasia di antara dua orang atau lebih dengan tujuan penipuan atau penggelapan melalui persekongkolan antara beberapa pihak untuk memperoleh berbagai kemudahan untuk kepentingan mereka yang melakukan persekongkolan. Nepotisme adalah kebijaksanaan mendahulukan saudara, sanak famili serta teman-teman. Nepotisme dapat tumbuh subur di Indonesia karena budaya partrimonial yang lengket sejak jaman dahulu. Sedangkan uang pelancar sering timbul karena tata cara kerja dan kebiasaan dalam kantor-kantor pemerintah sangat berbelit-belit dan berlambat-lambat, sehingga keinginan untuk menghindari kelambatan ini merangsang pertumbuhan kebiasaan-kebiasaan tidak jujur. Uang pelicin merupakan bentuk korupsi yang sudah umum terutama dalam hubungan dengan hal-hal pemberian surat keterangan, surat ijin dan sebagainya. Biasanya orang-orang yang menyogok dalam hal ini tidak menghendaki agar peraturan-peraturan yang ada dilanggar. Hal yang diinginkan adalah supaya berkas-berkas surat dan komunikasi cepat berjalan, sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat pula.

Menurut Silalahi (1997) korupsi bukan hanya terjadi pada aparatur pemerintahan, korupsi di kalangan pegawai swasta malah jauh lebih besar, seperti terjadinya kredit macet di sejumlah bank swasta yang disebabkan oleh adanya kolusi antara direktur bank dengan pengusaha. Di samping itu korupsi di kalangan aparatur negara tidak semata-mata disebabkan oleh gaji yang kecil, sebab yang justru melakukan korupsi secara besar-besaran adalah mereka yang bergaji besar akan tetapi tidak puas dengan apa yang diterima sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan.

Pendapat lain mengatakan bahwa korupsi di negara-negara berkembang biasanya terjadi, karena ada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan petugas atau pejabat negara (Mugihardjo,1997). Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dapat terjadi di negara-negara berkembang, sebab pengertian demokrasi lebih banyak ditafsirkan dan ditentukan oleh penguasa daripada ditafsirkan dan ditentukan oleh pemikir di negara-negara berkembang tersebut.

Masood Ahmed (1997), direktur pengurangan kemiskinan dan manajemen ekonomi Bank Dunia, mengingatkan negara-negara miskin bahwa korupsi merupakan perintang utama pertumbuhan ekonomi, karena korupsi membuat para investor menyingkir. Bukti-bukti yang berkembang menunjukkan, korupsi di negara-negara sedang berkembang menjadi penghambat utama investasi sektor swasta dan bagaimana seharusnya jalan hidup rakyat biasa.

Sejalan dengan itu Fred Bergsten, Direktur Insttitute for International Economics dari Amerika Serikat (Kompas,1996) berpendapat bahwa korupsi tidak hanya bisa mengganggu perturnbuhan negara yang bersangkutan, tetapi juga bisa menjadi penghambat upaya mewujudkan perdagangan bebas dunia. Bergsten juga menegaskan bahwa dari hasil penelitian terhadap 78 negara maju dan berkembang diketahui adanya korelasi langsung antara tingkat korupsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Semakin bersih suatu negara dari korupsi, semakin tinggi pula peluang negara itu untuk bisa menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Beberapa praktik korupsi yang disoroti Bergsten yang cukup menonjol adalah proses tender untuk pengadaan barang-barang bagi keperluan pemerintah (government procurement) yang tidak transparan dan suap dalam kontrak-kontrak pemerintah.

2. 3. 2. Tipologi korupsi

Untuk kepentingan perumusan strategi pemberantasan korupsi dipandang perlu untuk terlebih dahulu mengenali karakteristik dan jenis korupsi. Syed Hussain Alatas (1987), seorang ahli sosiologi korupsi, membedakan jenis-jenis korupsi menurut tipologinya sebagai berikut.

(1) Transactive corruption

Adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya. Korupsi jenis ini biasanya melibatkan dunia usaha dan pemerintah atau masyarakat dan pemerintah.

(2) Exortive corruption

Jenis korupsi dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya, atau orang-orang dan hal-hal yang dihargainya.

(3) Investive corruption

Pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang.

(4) Nepotistic corruption

Penunjukkan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan, dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.

(5) Defensive corruption

Perilaku korban korupsi dengan pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.

(6) Autogenic corruption

Korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya seorang diri. Misalnya pembuatan laporan keuangan yang tidak benar.

(7) Supportive corruption

Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada. Misalnya menyewa preman untuk berbuat jahat, menghambat pejabat yang jujur dan cakap agar tidak menduduki jabatan tertentu.

2. 3. 3. Tribalism (Structural and Sociological Nepotism) dalam praktik korupsi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar pejabat publik memiliki akar keterkaitan yang mengarah kepada nepotism. Kecenderungan nepotisme ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, mulai dari yang paling umum seperti ikatan kekeluargaan, college tribalism, organizational tribalism, sampai institutional tribalism.

(1) Ikatan kekeluargaan

Ikatan kekeluargaan merupakan bentuk nepotisme yang paling sederhana, karena mudah dikenali. Hal ini terjadi karena biasanya ikatan kekeluargaan tercermin dari kesamaan nama belakang atau kemiripan wajah. Memang lucu apabila diperhatikan di jajaran pegawai negeri, terutama di kantor Pemda, banyak yang memiliki wajah yang mirip serta nama belakang yang sama. Mereka memang dalam kehidupan sebagai rakyat biasa adalah bersaudara.

Lebih luas dari ikatan kekeluargaan ini adalah adanya fenomena pegawai suatu instansi yang berasal dari suku atau suatu daerah tertentu. Sebagai contoh fenomena yang terjadi di kantor Pemda DKI. Walaupun berganti-ganti gubernur, tetapi para pejabat terasnya biasanya berasal dari suatu derah yang dikenal dengan sebutan “Babi Kuning”, yaitu dari daerah Batak, Bima, dan Kuningan. Atau fenomena "pen-Jabar-an" di kantor Depdagri pada waktu menterinya berasal dari Jawa Barat. Dan masih banyak contoh lainnya.

(2) College Tribalism

College Tribalism adalah bentuk nepotisme yang biasanya terjadi bilamana para pelakunya alumni dari perguruan tinggi atau jurusan yang sama. Tidaklah aneh ketika pimpinan suatu unit kerja adalah alumni suatu perguruan tinggi atau jurusan tertentu, maka mereka akan merekrut sebagian besar stafnya dari alumni perguruan tinggi atau jurusan yang sama. Bahkan, lebih jauh lagi, counterpart di instansi teknis, serta rekanannya juga diatur sedemikian rupa sehingga merupakan rombongan dari perguruan tinggi atau jurusan yang sama.

(3) Organizational Tribalism

Organizational Tribalism adalah bentuk nepotisme dimana para pelakunya adalah sama-sama anggota suatu organisasi, seperti partai politik, organisasi profesi atau organisasi pemuda. Bentuk nepotisme ini akan menjadi sangat berbahaya apabila mereka memiliki misi untuk memperjuangkan suatu kepentingan politik. Hal ini akan menyebabkan pegawai negeri menjadi orang-orang partisan. Di samping itu, patut disadari bahwa korupsi untuk membiayai kepentingan politik memerlukan biaya yang sangat besar.

(4) Institutional Tribalism

Institutional tribalism adalah bentuk nepotisme di mana para pelakunya adalah berasal dari instansi yang sama di luar instansinya saat ini. Biasanya seorang pimpinan yang berasal dari instansi lain akan membawa pegawai yang datang secara bergerombol maupun bertahap. Bentuk nepotisme ini juga dicirikan dengan masih kentalnya ikatan pegawai instansi tersebut dengan instansi asalnya.

2. 3. 4. Pendekatan Perumusan Strategi dalam Upaya Pembrantasan Korupsi

Analisis atas perbuatan-perbuatan korupsi dapat didasarkan pada berbagai pilihan pendekatan. Berdasarkan pendekatan yang dipilih, selanjutnya dapat dirumuskan strategi untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi yang tepat. Praktik korupsi dapat dilihat berdasarkan aliran prosesnya, yaitu dengan melihatnya pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi, pada posisi perbuatan korupsi terjadi dan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

Pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi upaya pencegahannya bersifat preventif. Pada posisi perbuatan korupsi terjadi upaya mengidentifikasi atau mendeteksi terjadinya korupsi bersifat detektif. Sedangkan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi upaya untuk meyelesaikannya secara hukum dengan sebaik-baiknya bersifat represif.

Strategi preventif harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal- hal yang menjadi penyebab timbulnya praktik korupsi. Setiap penyebab korupsi yang teridentifikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Di samping itu, perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi.

Strategi detektif harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang singkat dan akurat. Deteksi dini mengenai suatu tindakan korupsi dapat mempercepat pengambilan tindak lanjut dengan tepat sehingga akan menghindarkan kerugian lebih besar yang mungkin timbul.

Strategi represif harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam praktik korupsi. Dengan demikian, proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dilkaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya sehingga proses penanganan tersebut akan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Akntansi forensik dalam kontek preventif, detektik dan represif secara aksiomatik dapat mengambil peranannya dengan menyediakan pendekatan-pendektan yang efektif dalam mencegah, mengetahui atau mengungkapkan dan menyelesaikan kasus korupsi. Untuk kepentingan ini akuntansi forensik di indoensia belum banyak digunakan karena profesi akuntansi belum menetapkan standar dari penerapan akuntansi forensik sebagai salah satu profesi akuntan.

Akuntansi forensik dan profesi akuntan forensik yang di negara-negara maju mengambil peran strategik dalam pengungkapan kecurangan termasuk korupsi di Indonesia belum begitu umum peranannya. Kondisi ini tidak terlepas dari belum ditetapkannya standar untuk profesi ini dan belum dimasukannya akuntansi forensik dalam kurikulum perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga akuntan. Pendidikan akuntan forensik merupakan sinergi dari pendidikan tinggi dan profesi akuntansi yang secara khusus dalam kurikulumnya memberikan dasar-dasar ilmu hukum khusus yang berhubungan dengan pembuktian dan alat bukti perkara.

2. 3. 5. Peran Audit Investigatif dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi Pengawasan diperlukan untuk mengawal pemerintah agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan secara ekonomis, efesien dan efektif serta bebas dari korupsi. Satuan Pengawasan Intern (SPI) pada BUMN akan membantu pimpinan BUMN dalam mengendalikan operasi BUMN melalui pengawasan intern, diantara lain melalui penilaian terhadap sistem yang dirancang dan diterapkan dalam badan usaha untuk meminimalisasi risiko terjadinya pemborosan sumberdaya dan terjadinya kecurangan (fraud). Demikian dikatakan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Suradji, Ak, MM dalam Seminar Optimalisasi Peran Satuan Pengawasan Intern dalam Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi di BUMN, yang diselenggarakan di Bali, baru-baru ini.

Ditambahkannya, pengawasan represif dapat dilakukan melalui audit investigatif yang mencakup reviu dokumen keuangan untuk tujuan khusus, yang dapat dipergunakan untuk litigasi di sidang peradilan dan penyelesaian dan penyelesaian ganti rugi asuransi, sama seperti kasus-kasus tindak pidana.

Menurut Suradji, audit investigasi sangat berperan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dengan :

1. Mendeteksi kasus posisi dan modus operandi 2. Menetapkan sebab-sebab penyimpangan dan rekomendasi 3. Mengindentifikasi pihak-pihak yang diduga terkait atau bertanggungjawab 4. Menghitung jumlah kerugian keuangan Negara Menyinggung peran SPI dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi di BUMN, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi mengungkapkan pengawasan dapat dilakukan melalui pengawasan preventif dan represif. Pengawasan preventif dilakukan dengan menilai BUMN yang bersangkutan apakah telah memiliki dan merancang program antri korupsi (fraud Control Plan) dan menilai penerapannya telah dilakukan efektif dan menimbulkan daya tangkal terhadap tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN. Sedangkan pengawasan represif dilakukan melalui audit investigatif sebagai tindak lanjut dari kelemahan yang ditemukan dalam rancangan dan penerapan fraud control plan maupun pengaduan yang diterima. Namun dalam melakukan audit investigatif, Suradji menambahkan, perlu dipertimbangkan tingkat independensi dan kewenangan SPI atas kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN.

Similar Documents

Free Essay

Accounting Theory

...FRAUD AUDITING Anna Retno Widayanti BPK-RI Imam Subekti Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Abstract The objective o f this research was to analyze the expertise o f Su­ preme Audit Board o f Indonesia (BPK-RI), which related to the imple­ mentation of Fraud Auditing. The analysis was based on the data acquired from 147 respondents. The result showed that the audit expertise of Supreme Audit Board of Indonesia’s Auditor unconformity with the criteria o f Fraud auditor. So, with this condition Supreme Audit Board o f Indonesia is not ready fo r the implementation o f fraud auditing yet. The other result showed that there are significant expertise differences between structural official and functional auditor in con­ formity with fraud auditor’s criteria. The most significant difference was in their knowledge and cognitive ability. The structural official expertise was better than the functional official. This is logical, be­ cause the structural officials usually become a team leader. Besides that, based on the expertise difference test, accord­ ing the auditing scope, it was known that there are no significant expertise differences between employee in APBN, APBD/BUMD and BUMN sectors, in conformity with the Fraud auditor’s criteria. In ad­ dition, fo r the improvement o f the expertise o f supreme audit board of Indonesia’s auditor most of the respondents emphasize in the train­ ing quality improvement fo r the auditor. Keywords: fraud auditing, the expertise, task analysis, knowledge...

Words: 7126 - Pages: 29

Free Essay

Komputer Auditing

...MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK) DIPANEGARA MAKASSAR 2013 1. Jelaskan tentang software audit dan berikan gambarnya serta kelebihan dan kekurangannya. Jawaban : IDEA (Interactive Data Analysis Software) Merupakan software audit yang dapat digunakan untuk membuat rekonsiliasi, investigasi kecurangan, internal / operational audit, pemindahan file, mempersiapkan laporan manajemen dan analisis-analisis lainnya, termasuk menelusuri security log. IDEA adalah software yang powerful dan mudah dioperasikan untuk membantu akunting dan professional keuangan meningkatkan keahlian auditing, mendeteksi kecurangam dan memenuhi dokumen-dokumen standar. Software ini memungkinkan kita untuk mengimpor data dengan cepat, menyertakan, menganalisa, mengambil sample dan mengekstrak data dari berbagai macam sumber, termasuk laporan yang dicetak dari sebuah file. Didesain oleh Akuntan untuk Akuntan, IDEA menawarkan sebuah tampilan antar muka yang intuitif termasuk fungsi point dan klik, menu bantuan, tutorial dan multi tampilan. Dengan kemampuan ukuran file yang tak terbatas, IDEA dapat mengakses dan menganalisa data yang berukuran besar dalam beberapa detik saja, membebaskan anda untuk menganjurkan manajemen dalam proyek tambahan dan memberikan analisa yang mendalam. Kelebihan : * Memang dirancang sebagai software audit sehingga semua fungsi audit sudah tercakup/ built-in didalamnya * Dapat membuat /mencatat semua log / perubahan dalam database...

Words: 1560 - Pages: 7

Premium Essay

How Does the Sarbanes Oxley Act Relate to Internal Controls?

...organization to keep track of assets and measure profits and losses. Control procedures are designed to ensure that the business’s goals are achieved. Risk assessment is an assessment that help the company identify its amount of risk. All companies need internal control procedures. Companies should employ employees that are competent, reliable, and ethical. A business with good internal controls should never overlook important duties. All employees should have certain responsibilities and understand those responsibilities. There should also be separation of duties, this will limit fraud and promote accuracy of the accounting records. No one person should be responsible for every aspect of a job. This will cause mistakes to happen. Audits are also a very important internal control procedure so are documents, and electronic devices. What is The Sarbanes-Oxley Act? The Sarbanes-Oxley Act was passed by congress in 2002 with the aim of preventing an assortment of ills related to corporate finance and reporting. The Enron and WorldCom scandals had a great deal to do with The...

Words: 705 - Pages: 3

Premium Essay

Chicken Run-En Selamat

...chicken poop and bulu ayam) → not only sell the meats. 1. Meats 2. Eggs 3. Fertilizer (poop) 4. Livestock (sell the chicks/breeds to other farmer) 5. Feathers • Improve marketing → use En Selamat’s skill in marketing. • Send reminder to debtor. • Give good credit term. • Cut cost → feed and labour expenses (hire relative). 2. Leadership • Autocratic → laissez faire. • Recommendation: democratic. 3. Conflict of Interest • En Selamat and En Azman (“personally benefit from the deal”). • En Selamat and BOD. Recommendations: • Establish a clear set of policies and procedures within the company. • Develop a whistle blowing policy. • Ensure the independency of the management team. • Conduct internal audit or investigation activities. • Ms Choy: To persuade BOD that the issues in the company can lead to a deterioration of the company’s performance, esp. financially. 4. Internal control • EncikSelamat → had responded to unrelated tasks to him. → approved the credit limit of CG without Ms. Choy’s authorization. → access to Ms. Choy information system....

Words: 2402 - Pages: 10

Premium Essay

Internal Control

...internal control a. What is internal control? Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, designated to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following three categories: * Reliability of financial reporting * Effectiveness and efficiencies of operations * Compliance with applicable laws and regulations Internal control is design to achieve management objectives in three categories. In financial reporting category, the management objectives are related to producing reliable financial reports and safeguarding assets. In the operations category, same examples of management objectives are maintaining a good business reputation, ensuring a positive return an investment, increasing market share, promoting new products innovation, and using assets effectively and efficiently. In the compliance category, the board of management objective is compliance with the regulation and law that affect the entity. The definition of internal control identifies several important concepts. Internal control provides reasonable assurance, not absolute assurance, that management objectives will be achieved. Because people operate the controls, breakdowns can occur. Internal control can help prevent and detect many errors, but it cannot guarantee that will never happen. Several limitation of internal control system prevents management from obtaining complete assurance that controls are...

Words: 859 - Pages: 4

Premium Essay

Auditing Chapter 3

...Petty jealousy may have played a part in her coworkers ignoring or explaining away all of Sachdeva’s high-end purchases. It also mentions that they thought she used family money or her husband’s money to pay for her purchases, but perhaps they didn’t actually get to know her background, or research how much money pediatricians make. As noted above, everyone in this case could have really asked themselves how much pediatricians make, or simply could have asked Sachdeva about her family history in a friendly, non-threatening way and ascertained that she did not come from a wealthy background. Also, the auditor should have vouched invoices related to the costs of goods sold, and inquired of the audit committee about their review of credit card statements, internal control procedures. The audit committee should have been reviewing monthly financial statements, bank...

Words: 440 - Pages: 2

Premium Essay

Audit

...that recognizes him as a reliable body. With the growing conscious recognition of the importance of financial data in the ordering of everyday business and economic life, the need of basic economic facts is providing a constantly enlarging opportunity for the accounting profession. The auditors' reports have an especial capacity to fulfill the need for reliable and authoritative financial material not only because of the reputation or prestige of the certified statements, but also because of the significance generally attached by the business man to the functions of the auditor and his reports. These functions, and the scope of these reports, have in the past been definitely related to the character of and changes in business activity. Audits and reviews are basically procedures performed on the financial statements of a company, for the purpose of determining whether the financial statements include any material misstatements. Misstatements are essentially wrong numbers due to numerical errors, fraud, or errors in interpreting the accounting...

Words: 6792 - Pages: 28

Premium Essay

Cost Audit

...Cost Audit Cost Audit in EDP environment When planning the cost audit, the cost auditor should consider an appropriate combination of manual and computer-assisted audit techniques (CAATs). In determining whether to use CAATs, he should take into account: i) His computer knowledge, expertise and experience. ii) Availability of CAATs and suitable computer facilities. iii) Impracticability iv) Effectiveness and efficiency. v) Timing. In an EDP environment, the control procedures take basically two stages: 1. Manual Procedure – i.e. the clerical work done up to the translation of data into machine-sensible form. This stage, being manual, is subjected to usual internal control conditions and the Cost Auditor will have little difficulty in appraising them by means of ‘compliance test’ and ‘substantive’ test’. 2. Computer Procedures – i.e. the computer processing work. Auditing in this area is actually a complex activity, for which the Cost Auditor as a prudent person should develop himself for adequate EDP knowledge. Before the actually starts to conduct his audit in EDP environment he should envisage to maintain an ‘Audit Control File’, as his valuable kit. The Computer Audit control File may be built up containing full details of the system including: i) Copies of all source documents and the details of the checks that have been done to ensure their accuracy. ii) Details of physical control over source documents and any control tools on...

Words: 709 - Pages: 3

Premium Essay

Internal Control System

...ASSESSING THE EFFECTIVENESS OF INTERNAL CONTROL SYSTEM Ascertaining Internal Control System Methods of ascertaining the control systems are summarized as follows: * Examining previous audit work, * Client’s own documentation of the system, * Interviews with client’s staff, * Tracing transactions, * Examining client’s documents, * Observation of procedures. a. Examining previous audit work: The audit work should provide a record of the previous audit and how the system operates. Any change in the audit work should be documented for updating. b. Clients own documentation of the system: Some organizations have their on Standard Operating Procedures (SOP). These Standard Operating Procedures provides source of information and to the existing control systems. It is therefore important to check whether the system as described in the (SOP) is what actually practiced. c. Interview with staff: During various stages of the audit, the auditor will need to some members of the staff of the client and find out how they carry out the assigned duties. These questions will reveal existing control and give indication of potential problems. d. Tracing transactions: Walk through checks allow auditors to identify any examples of actual procedures that vary from intended procedures. It also helps the understanding of the entire process as well as identification of risks. e. Examining client’s documents: The auditor can also ascertain the...

Words: 1113 - Pages: 5

Premium Essay

Audit 3

...Treadway Commission (COSO). Apollo Shoes’ organization has a responsibility to uphold accurate financial statements, keeping effective internal control over financial reporting, and evaluation of internal control over the financial reporting system. __ Auditing Firm is accountable for issuing a professional judgment that will exemplify a complete evaluation of the financial statements, organization’s evaluation, and efficiency and success of the organizations internal control over financial reporting according to the auditing decisions of __ Auditing Firm. ___ Auditing Firm has performed the audit in agreement with the rules and regulations normally accepted accounting principles put forth by the Financial Accounting Standards Board and the Government Accounting Standards Board. The rules and regulations of each standard board want __ Auditing Firm to prepare effectively and carry out the audit to establish reasonable assurance of the financial statements. The financial statements must demonstrate...

Words: 918 - Pages: 4

Premium Essay

North Face Case Study

...Prepare common-sized balance sheets and income statements for Just for Feet for the period 1996 – 1998. Also compute key liquidity, solvency, activity, and profitability ratios for 1997 and 1998. Given these data, comment on what you believe were the high-risk financial statement items for the 1998 Should auditors insist that their clients accept all proposed audit adjustment, even those that have an “immaterial” effect on the given financial statements? According to section 312.10 of the PCAOB standards, “the auditor’s consideration of materiality is a matter of professional judgment and is influenced by his or her perception of the needs of a reasonable person who will rely on the financial statements” (Public Company Accounting Oversight Board, 2011). This statement suggests that there are no hard and fast rules with regards to the determination of whether an adjustment is material or immaterial. In my opinion, much of the decisions are left to the auditor’s interpretation of the rule. Given all the rules and standards that both auditors and corporations must abide by, it would be wise to accept the proposed audit adjustments. Whether they are “material” or “immaterial” should not matter, because the fact that the auditor finds it necessary to propose the adjustment must be based on a rule or interpretation of a rule. If the company is secure in the abilities of its chosen auditor, they should allow the auditor to do his job. On the other hand, the auditor is supposed...

Words: 1200 - Pages: 5

Premium Essay

Practical Experience Guide

...CPA Program The Practical Experience Guide EVE CHENG CPA SENIOR ANALYST BHP BILLITON Contents Practical experience requirement How to identify if your role is relevant Where do you fit? What skills areas do you need to demonstrate? Your mentoring relationship How to record your experience in the logbook The skills guide Personal effectiveness skills Leadership skills Business skills Technical skills 3 4 6 7 8 10 11 12 13 14 15 MICHELLE ROACH CPA 2 Practical experience requirement Did you know? Our studies show that members consistently perform better in their segments when they are enrolled in the practical experience requirement The practical experience requirement of the CPA Program gives you the opportunity to use the knowledge and skills gained in your education and apply them in your workplace. Combining your education with mentored practical experience will give you the opportunity to develop and demonstrate highly sought after technical and soft-skills that will benefit your entire career. Starting your practical experience requirement means that you are one step closer to your goal of becoming a CPA. CPA Australia recommends that you start the practical experience requirement and the professional level segments at the same time, if you are employed in a relevant role. What are the requirements? • complete a minimum of three years of relevant full-time or equivalent part-time work experience • demonstrate competence in 16 personal effectiveness...

Words: 7844 - Pages: 32

Premium Essay

Pppt

...risks common to such businesses. How should these risks affect the audit planning decisions for such a client? For the large, high-volume retail stores, I identified the following internal control risks common to such businesses: * Management operating strategy is the top source of all the issues. Most retail stores are pretty decentralized and may not pay much attention to the detailed operating procedures, thus may lead to some potential opportunities for staffs to steal or break the rules. * Inventory is a big issue in large high-volume retail stores, particularly people may intentionally misstate the inventory when counting and valuing it in order to steal or manipulate the earnings. * Cash is also a potential problem for such businesses. The large high-volume stores also tend to have a high volume of cash and transactions as well as some petty cash, so the handling of cash and the cut-off of transactions near period end are issues. * High turnover of the staffs is another issue of retailing industry. Since many entry-level positions has a very high turnover and low pay, those workers may not get well trained and operate as designed In planning the audit, the auditors should give extra attention to the controls surrounding cash and inventory, cut-off procedures, and the year-end inventory counts. Moreover, all of these control environment issues would increase control risk and so the audit procedures would have to be increased to offset these risks so that...

Words: 687 - Pages: 3

Premium Essay

Aicpa Code

...1. Each of the following elements make up an integral part of what is meant by "ethics" except for: A. Accepted standards of behavior B. Knowing the difference between right and wrong C. Always following the law D. The moral point of view 2. "Treating others fairly" encompasses treating them: A. Equally, impartially, and responsibly B. Equally, responsibly, and openly C. Impartially, openly, and diligently D. Equally, impartially, and openly 3. The Independence Principle in the AICPA Code applies to: A. All accountants and auditors B. All CPAs regardless of professional services C. All CPAs who render attestation services D. All members of the audit committee 4. In stage 1 of Kohlberg's model, ethical reasoning is motivated by: A. Fear of punishment B. Satisfaction of one's needs C. Following the law D. Acting based on universal ethical principles 5. Professional judgment in accounting includes each of the following attributes except for: A. Exercising due care in carrying out one's professional responsibilities B. Maintaining one's objectivity in decision making C. Maintaining one's integrity in decision making D. Acting in accordance with the moral point of view 6 Each of the following considerations should help to evaluate alternative courses of action in the decision making model except for: A. Whether the alternatives are consistent with professional standards B. Whether the alternatives are consistent with firm policies and its own code of...

Words: 699 - Pages: 3

Premium Essay

Accounting Ethics Reflection#!

...Affect Being in the accounting profession for close to eight years, I have seen how large of a role ethics plays. While I have never done or been asked to do anything that could be considered unethical, I have come to realize that in accounting there is a lot of gray area. Many principles are left for interpretation and in some cases little guidance is given. In these cases ethics becomes of the upmost importance. Early in the chapter, Mark Cheffers and Micael Pakulauk raise the question of why ethics has become a part of the CPE program. This question might suggest that the accounting profession is inherently unethical or dishonest. This, of course, is not the case. Instead, ethics, or ethical behavior, is the solution to navigating through a complex and changing profession. Out of all the business disciplines, accounting must be the one that keeps all others in check. I have always felt that the role of an accountant is to safeguard the company and to provide an accurate picture of the health of a company. In order to provide this level of service, an accountant has to do it using intrinsic motivation instead of having to be compelled. Because of all the recent scandals involving accountants, it has become ever more important to have a foundation based on sound ethical practices. When confronted with a gray area in accounting and interpretation is needed, if you are bound by ethics and honesty, the outcome will be for the greater good instead of satisfying...

Words: 1072 - Pages: 5