Hubungan Antara Persepsi Dukunga Organisasi Dan Perilaku Inovatif Di Tempat Kerja Pada Karyawan (Studi Pada Pt.X)
In:
Submitted By yukigrad Words 6687 Pages 27
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN PERILAKU INOVATIF DI TEMPAT KERJA PADA KARYAWAN (Studi Pada PT. X) Yuki Gradiannisa¹* dan Alice Salendu Falkutas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *E-mail: yuki.gradiannisa@gmail.com Abstrak
Penelitian ini dirancang untuk melihat hubungan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan di PT. X. Penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia, terutama sebagai sebuah perusahaan yang melibatkan inovasi sebagai salah satu nilai perusahaan. Jumlah partisipan yang berpartisipasi adalah sebanyak 88 karyawan. Karakteristik partisipan yang disyaratkan dalam penelitian ini adalah memiliki lebih dari satu tahun masa kerja di perusahaan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner untuk kedua variabel. Perilaku inovatif diukur dengan menggunakan Innovative Work Behavior Scale yang dikembangkan oleh Janssen (2000) dan persepsi dukungan organisasi diukur dengan menggunakan SPOS (Survey of Perceived Organizational Support) yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison, dan Sowa (1986). Hasil utama dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif dalam bekerja (r = .369 ; p < .01 (2-tailed)). Kedua variabel memiliki hubungan yang positif. Berdasarkan hasil tersebut maka ditunjukkan bahwa kenaikan skor pada persepsi dukungan organisasi, skor pada perilaku inovatif juga akan meningkat dan sebaliknya. Sebagai hasil tambahan, fairness adalah salah satu dimensi dari persepsi dukungan organisasi yang paling dominan dalam berkontribusi sebagai sebuah dimensi yang memiliki korelasi yang tertinggi (r = .394, p < .01 (2-tailed)) dengan perilaku inovatif.
The Relationship between Perceived Organizational Support and Innovative Work Behavior on Employees (Study at PT. X)
Abstract The present research was designed to investigate the relationship between perceived organizational support and innovative work behavior on employees of PT. X. This research was conducted at one of the biggest coal mining company in Indonesia, mainly as a company that involves innovation as one of company’s values. The amount of participants who participated were 88 employees. Characteristics of the participants of this study are required for more than one year of work tenure in the company. The data was collected by using the questionnaires for both of variables. Innovative behavior was measured by using innovative work behavior scale developed by Janssen (2000) and perceived organizational support was measured by using SPOS (survey of perceived organizational support) developed by Eisenberger, Huntington, Hutchison, dan Sowa (1986). The major results of this study was discovered that there is significant correlation between perceived organizational support and innovative work behavior (r = .369; p < .01 (2-tailed)). Both of variables have positive correlation. According to the result it showed that when score of perceived organizational support increases, score of innovative behavior also increases and vice versa. As an additional result, fairness is one of dimensions from perceived organizational support was the most dominant in contributing as a dimension that has the highest correlation (r = .394 p < .01 (2-tailed)) with the innovative behavior. Key words : innovative work behavior, perceived organizational support, employees
Pendahuluan Di era globalisasi dunia yang ditandai dengan semakin berkembangnya
persaingan pada bidang industri menjadi sebuah tantangan utama yang harus dihadapi berbagai bidang usaha Dalam persaingan inilah, maka organisasi perlu untuk membuat strategi bersaing. Strategi perlu diciptakan oleh organisasi agar mampu mendominasi pasar di tengah persaingan. Hal tersebut didukung pada penelitian yang dikemukakan oleh Kandampully dan Duddy (1999), hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa sebuah organisasi perlu untuk mengaplikasikan inovasi agar mampu bersaing dan mencapai keberhasilan pada pasar persaingan. Menurut Dess dan Picken (2000) inovasi yang dilakukan merupakan kunci bagi sebuah organisasi untuk dapat mempertahankan superioritas di dalam persaingan. Sebuah organisasi yang memiliki dan mampu untuk mengaplikasikan inovasi akan mendukungnya dalam mencapai keunggulan dalam bersaing dan mampu mempertahankan eksistensinya (Koc & Ceylan, 2007). Kinerja sebuah organisasi sangat ditentukan oleh inovasi di dalamnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Han et al (1998) menjelaskan bahwa sebuah organisasi yang dinilai memiliki kinerja yang baik pada umumnya menerapkan inovasi sebagai unsur penting di dalamnya. Selanjutnya, Amabile et al (1996) menjelaskan bahwa bentuk aplikasi yang memiliki daya guna dari buah pikiran atau ide yang dinilai kreatif adalah inovasi. Pada prosesnya, ide-ide yang dihasilkan tersebut akan ditransformasikan menjadi sebuah produk nyata yang memiliki daya guna dan berdampak positif terhadap kinerja organisasi. Berangkat dari berbagai pernyataan diatas, maka setiap organisasi perlu untuk menerapkan suatu inovasi agar mampu untuk mencapai stabilitas keunggulan bersaing dalam lingkungan pasar yang dinamis ini. Hal ini yang menyebabkan sebuah organisasi perlu dituntut agar tanggap menghadapi perubahan pada lingkungan dan menjadikan inovasi sebagai fokus utama apabila ingin mempertahankan eksistensinya. Sebuah perusahaan raksasa dalam bidang teknologi mampu bertahan dan menguasai pangsa pasar berkat inovasi yang dilakukannya. Perusahaan ini diberikan penghargaan sebagai perusahaan yang dinilai paling inovatif pada tahun 2013, yaitu Apple. Boston Consulting Program (BCG) adalah sebuah perusahaan yang melansirkan berita ini sekaligus memberikan penghargaan kepada Apple sebagai perusahaan paling inovatif di dunia. Berdasarkan berita yang dilansirkan, Apple sudah mendapatkan penghargaan tersebut sebanyak sembilan kali dalam waktu beberapa tahun (www.bcg.com, 2013). Prestasi lainnya adalah Apple terus bergerak menjadi market leader dalam bidang teknologi melalui produk-
produk yang memiliki inovasi tinggi. Apple juga berhasil mendapatkan penghargaan sebagai perusahaan paling dikagumi di dunia selama beberapa tahun, hal ini dikarenakan Apple memenuhi seluruh kriteria, salah satunya adalah inovasi yang dilakukan. Kesuksesan sebuah organisasi untuk mengaplikasikan inovasi tergantung pada kontribusi setiap agen organisasi yang ada di dalamnya. Dalam hal ini, sumber daya yang berperan penting dalam organisasi adalah sumber daya manusia (SDM), yaitu orang-orang yang berperan di organisasi yang bersedia untuk mengerahkan segenap tenaga untuk memberikan kontribusi bagi pekerjaannya, mentransformasi keahlian dan berbagai pengetahuan yang dimiliki menjadi bentuk konkrit yang dapat dirasakan manfaatnya, dan mampu untuk meningkatkan efektifitas inovasi di organisasi (Handoko, 2008). Tuntutan pasar yang semakin tinggi membuat organisasi diminta untuk dapat mengkoordinir dan memberdayakan SDM di dalamnya agar mampu bersaing dengan organisasi lainnya serta dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja yang berdampak positif terhadap output yang dihasilkan. Kesediaan sumber daya manusia untuk ikut berpartisipasi dalam meningkatkan inovasi di organisasi sangat diperlukan guna untuk menanggapi setiap transformasi yang terjadi di pasar modern ini (Bogler & Somech, 2005). Berbagai anggapan dari expert dan ilmuwan lainnya mendukung pernyataan tersebut bahwa inovasi yang dilakukan karyawan merupakan kunci utama untuk mewujudkan kesuksesan yang berkesinambungan dalam mencapai superioritas di dalam sebuah persaingan (Van de Ven, 1986 dalam De Jong, 2007). Berdasarkan hal diatas perilaku inovatif karyawan di tempat kerja merupakan kunci keberhasilan organisasi. Perilaku inovatif lebih dari sekedar kreatif. Miron, Erez, dan Naveh (2004) menyatakan bahwa orang-orang yang dinilai kreatif tidak selalu memiliki inovasi yang tinggi. Pada kreativitas proses hanya berlangsung sampai tahap menciptakan ide, tetapi ide yang dapat dihasilkan harus memiliki kualitas yang unik dan original. Pada inovasi, tahapan memiliki cakupan lebih luas, yaitu sampai pada tahapan pelaksanaan ide-ide yang dihasilkan sampai menjadi produk nyata yang dapat dirasakan dampaknya oleh orang sekitar (King & Anderson, 2002). Scott dan Bruce (1994) menjelaskan dengan singkat mengenai perilaku inovatif, dimana perilaku inovatif yang ditunjukkan adalah bermula dari individu menemukan ide yang bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi. Permasalahan bisa timbul karena adanya ketidakkongruenan dengan situasi yang terjadi. Pada tahap ini ide yang dihasilkan bisa diadopsi atau muncul ide yang baru, selanjutnya individu mencari sponsor untuk dapat mendukungnya dalam merealisasikan ide-idenya, dan individu yang inovatif akan
berkontribusi dalam pelaksanaan ide-idenya tersebut. Berdasarkan definisi yang dijabarkan bahwa perilaku inovatif tidak terbatas saat berlangsungnya produksi terhadap ide/solusi, tetapi memiliki ruang lingkup lebih luas yaitu dapat mengimplementasikan ide dan
mentranformasikannya menjadi prototipe atau model inovasi. Definisi lain diungkapkan oleh Yuan dan Woodman (2010), perilaku inovatif dimulai dari menghadirkan suatu ide baru, mempromosikan ide-ide, dan mampu mengaplikasikan ide ke dalam ruang lingkup kerjanya. Patterson, Kerrin, dan Gatto-Roissard (2009) menjelaskan bahwa faktor individual, ruang lingkup organisasi, dan sumber daya eksternal dapat memberikan pengaruh pada inovasi sumber daya manusia yang berperan di dalam organisasi. Pada faktor individu terdiri dari elemen-elemen internal yang saling berkesinambungan membentuk perilaku inovatif. Selanjutnya, ruang lingkup organisasi, para peneliti telah secara konsisten mengidentifikasi beberapa karakteristik ruang lingkup organisasi yang berpengaruh dalam mempromosikan inovasi, salah satunya adalah melalui desain kerja, sumber daya organisasi, dan dukungan yang diberikan organisasi. Dukungan dari organisasi memiliki peran penting terhadap inovasi karyawan, dimana karyawan yang secara aktif diberikan dukungan oleh organisasi tempatnya bekerja, maka cenderung memberikan kinerja yang positif untuk ikut serta membantu organisasi dalam mengefektifkan pembentukan inovasi dan memberikan upaya untuk dapat melaksanakan inovasi tersebut (Patterson, Kerrin, & Gatto-Roissard, 2009). Terdapat berbagai bentuk dukungan terpadu dari organisasi dalam memberikan stimulasi untuk mempromosikan perilaku inovatif setiap agen yang berperan di dalamnya, salah satu caranya adalah pemimpin memberikan dukungan dengan cara menyediakan sumber daya, saran, dan umpan balik serta aktif memberikan dorongan kepada karyawan untuk ikut serta memberikan sumbangsih pemikiran dalam pengembangan organisasi, organisasi juga dapat menciptakan suasana yang mendukung dalam meningkatkan perilaku inovatif pada karyawan, dan ketersediaan dukungan praktis yang diberikan kolega di perusahaan untuk membantu individu memperkenalkan ide, metode, prosedur baru ke organisasi (Patterson et al, 2009). Di dalam penelitian ini akan diangkat fenomena yang berasal dari lingkungan luar yaitu persepsi dukungan organisasi. Salah satu faktor yang diyakini dapat meningkatkan perilaku inovatif karyawan adalah dengan adanya persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi. Definisi persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan yang mencerminkan keyakinan umum dan bersifat komprehensif mengenai seberapa besar dan signifikan organisasi dapat memberikan rasa kepedulian serta memperhatikan kesejahteraan yang dimiliki oleh setiap karyawan yang
bekerja di dalamnya dan senantiasa menghargai atas berbagai upaya positif yang dilakukan oleh karyawan (Eisenberger et al, 1986). Karyawan yang mempersepsikan bahwa organisasi tempatnya mencari mata pencaharian mampu secara signifikan untuk dapat menyediakan dukungan yang memadai dan selalu bersikap suportif kepada dirinya, melalui terbentuknya perasaan tersebut maka dapat menimbulkan dampak positif dimana karyawan merasa bahwa dirinya secara individual menjadi elemen seutuhnya dari organisasi. Karyawan secara signifikan akan mengintegrasikan rasa keanggotaannya dan status perannya menjadi sebuah identitas sosial yang dimiliki. Karyawan juga dapat membentuk hubungan kerja yang baik dengan agen organisasi lainnya, selain itu karyawan secara substansial dapat membentuk dan menumbuhkan penilaian yang semakin baik akan lingkungan kerjanya seiring dengan dukungan yang diberikan. Menurut Gouldner (1960, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002), karyawan akan merasa wajib untuk membalas setiap perlakuan positif yang diberikan organisasi, salah satu cara membalasnya adalah dengan mengerahkan segenap energi untuk dapat memberikan peforma terbaiknya bagi organisasi. Terdapat beberapa penelitian empiris yang mendukung asumsi peneliti mengenai hubungan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja. Penelitian ini akan menunjukan pentingnya suatu kondisi terbentuknya persepsi dukungan organisasi dan hubungannya dengan perilaku inovatif di tempat kerja. Eisenberger, Fasolo, dan Davis–LaMastro (1990) melakukan penelitian pada sebuah pabrik baja pada dua sampel berbeda yaitu pada karyawan part-time dan karyawan manajerial, hasil dari penemuannya adalah ketika sebuah organisasi suportif dalam memberikan dukungan pada karyawan, maka karyawan akan memberikan balas budi berupa kontribusi inovasi yang tinggi kepada organisasi. Penelitian lain mengungkapkan hal yang berbeda. Di dalam penelitian ini disebutkan bahwa tanpa adanya dukungan organisasi, karyawan tetap dapat mengembangkan perilaku inovatif. Penelitian tersebut dilakukan oleh Janssen (2004), di dalam penelitian itu disebutkan bahwa tanpa adanya dukungan seperti keadilan distributif dan prosedural yang diberikan organisasi kepada karyawan, maka karyawan akan beradaptasi dengan situasi tersebut dengan cara berinovasi. Dalam hal ini, karyawan berusaha untuk mengadakan perubahan pada lingkungan, kemampuan, kognisi, metode kerja, dan prosedur dengan harapan dapat meningkatkan keadilan dalam pertukaran sosial antara karyawan dan organisasi. Namun, situasi seperti ini akan memberikan dampak yang negatif yaitu dapat meningkatkan stress pada karyawan dan meningkatkan ketidakpuasan kerja. Dampak negatif lainnya adalah dapat menurunkan omset di organisasi yang akan berdampak ke arah yang lebih luas. Konsekuensi
negatif yang dihasilkan dari keadaan tersebut yang menyebabkan peneliti memilih untuk melakukan penelitian mengenai persepsi dukungan organisasi dalam meningkatkan perilaku inovatif di tempat kerja. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini merupakan urgensi bagi organisasi untuk menerapkan persepsi dukungan organisasi menjadi sebuah konteks utama yang diperlukan oleh karyawan. Karyawan yang merasa mendapat dukungan dari organisasi, maka cenderung akan berusaha untuk memberikan kinerja terbaiknya dan secara signifikan berusaha untuk meningkatkan perilaku inovatif dalam bekerja. Hal ini yang menyebabkan, penelitian mengenai kedua variabel ini perlu untuk dilakukan, disaat fenomena mengenai perilaku inovatif di tempat kerja menjadi topik yang marak diperbincangkan di bidang industri dan menjadi fokus utama bagi organisasi untuk dapat mengembangkannya agar tetap bisa mempertahankan daya saing di lingkungan yang dinamis ini dan mampu untuk mendominasi pasar. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari salah satu perusahaan penghasil tambang terbesar di Indonesia yaitu PT. X. Perusahaan ini berlokasi di Kalimantan Timur. PT. X mulai beroperasi sejak tahun 1983. Pengambilan data dilakukan pada bagian head offices pada karyawan yang sudah bekerja lebih dari setahun. Salah satu nilai dari PT.X adalah inovatif. Pada nilai tersebut disebutkan bahwa PT.X “Berusaha melampaui batasanbatasan yang ada melalui sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki” (Company Profile PT. X, 2013). Di sisi lain, survei yang dilakukan fortune magazine pada tahun 2013 berhasil menempatkan PT. X sebagai salah satu perusahaan paling dikagumi, dimana salah satu syarat untuk mendapatkan penghargaan tersebut adalah harus memiliki kriteria inovasi. Penelitian ini, akan difokuskan pada perusahaan yang inovatif, maka dari itu peneliti memilih PT. X yang digunakan dalam penelitian. Tinjauan Teoritis Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perilaku inovatif di tempat kerja dan persepsi dukungan organisasi. Definisi perilaku inovatif di tempat kerja, peneliti mengacu pada definisi Scott dan Bruce (1994). Scott dan Bruce (1994) menjabarkan bahwa perilaku inovatif bermula dari individu mengenal terlebih dahulu masalah yang ada,kemudian menghasilkan ide-ide atau solusi, selanjutnya adalah mencari dukungan melalui mempromosikan ide tersebut kepada pihak lain dan yang terakhir merealisasikan ide-ide tersebut menjadi sebuah produk nyata. Scott dan Bruce (1994) mengoperasionalkan perilaku inovatif di tempat kerja sebagai proses multistages. Scott dan Bruce (1994) menyatakan
bahwa menghasilkan ide-ide (idea generations) cukup luas karena pada tahap ini seorang individu mencakup dua hal yang dilakukan yaitu menghasilkan ide-ide dan mengenal masalah (Scott & Bruce, 1994). Pada penelitian ini, peneliti mengacu tahapan-tahapan perilaku inovatif Scott dan Bruce (1994). Tahapan ini dimulai dengan penemuan ide atau solusi, kemudian mencari dukungan dari rekan-rekan dalam merealisasikan ide tersebut, dan tahapan terakhir individu yang inovatif akan berkontribusi dalam merealisasikan ide-idenya. Perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan dipengaruhi oleh dua faktor dominan, yaitu dari individual factor dan work environment (Patterson, Kerrin, & Gatto-Roissard, 2009). Individual factor dikenal sebagai faktor dalam diri (internal), adalah elemen-elemen internal yang memiliki andil membentuk perilaku inovatif. Work environment dikenal sebagai faktor luar diri (eksternal), yang disusun oleh desain kerja, sumber daya organisasi, lingkungan sosial, dan dukungan organisasi, dimana keempat hal tersebut elemen penting terbentuknya perilaku inovatif. Perilaku inovatif pada setiap karyawan juga tidak lepas dari dukungan anggota kelompok di dalam organisasi. West dan Anderson (1990, dalam Patterson, Kerrin, & GattoRoissard, 2009) mengungkapkan bahwa dukungan anggota kelompok dalam meningkatkan perilaku inovatif setiap karyawan adalah melalui memberikan harapan, persetujuan dan dukungan praktis terhadap upaya anggota kelompok untuk memperkenalkan hal-hal baru dalam lingkungan kerja. Pemimpin di perusahaan juga memiliki peran yang penting dalam memberikan pengaruh terhadap perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan. Sebuah hasil penelitian menjelaskan bahwa pemimpin yang senantiasa mendukung, mendorong munculnya ide-ide, memberikan evaluasi, dan berpikiran terbuka adalah aspek penting untuk munculnya perilaku inovatif karyawan dan proses berinovasi (Anderson & King, 1991 dalam Patterson, Kerrin, & Gatto-Roisard 2009). Selanjutnya, Janssen (2005) menemukan bahwa karyawan akan berperilaku lebih inovatif apabila merasa adanya dukungan dari atasan mereka. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Scott dan Bruce (1994), seorang karyawan yang mempresepsikan mendapatkan dukungan penuh dari atasannya, maka cenderung untuk lebih berperilaku inovatif. Melalui dukungan yang diberikan organisasi, maka karyawan akan menilai sejauh mana dukungan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan teori persepsi dukungan organisasi. Definisi persepsi dukungan organisasi diungkapkan oleh Eisenberger et al (1986) adalah keyakinan umum dan bersifat komprehensif mengenai seberapa besar organisasi dapat memberikan rasa kepedulian serta memperhatikan kesejahteraan yang dimiliki oleh setiap karyawan yang bekerja di dalamnya dan senantiasa menghargai atas berbagai upaya positif
yang dilakukan oleh karyawan Dari hasil penemuan yang dilakukan pada berbagai organisasi, ditemukan bahwa saat karyawan yang merasa mendapatkan dukungan dari organisasi tempatnya bekerja, maka akan mengakibatkan seorang karyawan secara emosional akan meningkatkan keterikatan dengan organisasinya. Menurut Gouldner (1960, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002), karyawan akan merasa wajib untuk membalas setiap perlakuan positif yang diberikan organisasi, salah satu cara membalasnya adalah dengan mengerahkan segenap energi untuk dapat memberikan peforma terbaiknya bagi organisasi Rhoades dan Eisenberger (2002) menyatakan bahwa untuk meningkatkan persepsi dukungan organisasi maka diperlukan 3 bentuk perlakuan positif yang dapat diberikan organisasi kepada karyawannya. Ketiga bentuk perlakuan positif tersebut adalah fairness, supervisor support, dan organizational rewards and job conditions
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan dua buah variabel yaitu perilaku inovatif di tempat kerja dan persepsi dukungan organisasi. Penelitian ini tergolong sebagai penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian yaitu cross-sectional study (Kumar, 2005). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu partisipan penelitian dipilih karena kesediaan untuk merespon (Kumar, 2005). Partisipan dalam penelitian ini adalah karyawan yang sudah bekerja lebih dari setahun pada sebuah perusahaan tambang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 88 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Innovative work behavior scale yang dikembangkan oleh Janssen (2000), terdiri dari 9 item. Alat ukur kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPOS (Survey of perceived organizational support) yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison, dan Sowa (1986), terdiri dari 16 item. Peneliti juga melakukan back translation yang gunanya agar bahasa yang digunakan dalam alat ukur ini tidak mengalami perubahan arti/maksud apabila diterjemahkan ke bahasa berbeda. Kedua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert 1 sampai 6 point. Setelah melakukan adaptasi terhadap alat ukur, peneliti mengujicobakan keseluruhan alat ukur kepada 45 karyawan yang sudah bekerja lebih dari setahun di sebuah perusahaan yang berlokasi di Pasar Minggu. Uji coba perlu dilakukan untuk melihat koefisien reliabilitas alat ukur. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis reliabilitas yaitu Cronbach’s Alpha. Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas pada alat ukur innovative work behavior scale didapatkan nilai reliabilitas sebesar .936. Selanjutnya, berdasarkan hasil uji coba reliabilitas
pada alat ukur SPOS (Survey of perceived organizational support) didapatkan nilai reliabilitas sebesar .823. Mengacu pada koefisien reliabilitas Kaplan & Saccuzzo (2005) yang menetapkan koefisien reliabilitas sebesar .70 - .80, maka dapat disimpulkan kedua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki hasil reliabilitas yang baik. Dalam perhitungan validitas didapatkan hasil .628 - .848 untuk alat ukur innovative work behavior scale. Sedangkan untuk item-item pada alat ukur SPOS (Survey of perceived organizational support), berada pada rentang –.154 – .772. Dalam hal ini untuk hasil pengukuran uji coba alat ukur SPOS (Survey of perceived organizational support, maka peneliti perlu untuk melakukan revisi pada item yang memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation yang berada dibawah .2. Terdapat dua item yang perlu peneliti revisi pada alat ukur ini. Peneliti merevisi item-item tersebut dengan mengubah kata-kata agar lebih mudah untuk dimengerti oleh partisipan. Tujuan merevisi item-item tersebut diperlukan untuk dapat meningkatkan nilai validitas dan dapat benar-benar mengukur konstruk yang ingin diukur pada saat pelaksanaan penelitian. Menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja digunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Dalam penelitian ini melakukan perhitungan teknik statistik dengan menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 18.0. Hasil Penelitian Responden penelitian berjumlah 88 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 68 orang (77,3%) dan perempuan sebanyak 20 orang (22,7%). Mayoritas responden berusia 25-44 tahun (83%), masa kerja 2-10 tahun (72%), gaji > 10 juta (50%), mayoritas tingkat pendidikan di S1 (76%), dan level jabatan non-manager (92%). Pada hasil penelitian utama akan melihat hubungan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan. Menggunakan teknik statistik korelasi Pearson untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil uji korelasi pearson menunjukkan bahwa persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan (r = .369 ; p < .01 (2-tailed). Hubungan positif tersebut dapat diinterpretasikan bahwa jika individu memiliki persepsi dukungan organisasi tinggi maka individu akan memiliki skor perilaku inovatif di tempat kerja yang tinggi. Hasil perhitungan korelasi dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Hasil Perhitungan Korelasi antara Persepsi Dukungan Organisasi dan Perilaku Inovatif di tempat Kerja Pada Karyawan
Variabel Persepsi Dukungan Organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja r .369** p 0,000 r2 0,13
**. Signifikansi pada p < .01 (2-tailed). Tabel .2. Tingkat Perilaku Inovatif di tempat Kerja Pada Karyawan.
Klasifikasi Rendah Tinggi Rentang Skor < 36,31 >36,31 Total Frekuensi 51 37 88 Persentase (%) 57,95 42,05 100
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan maka dapat dilihat bahwa sebagian besar partisipan pada PT. X sebanyak 51 orang dengan persentase sebesar (57.95%) memiliki tingkat perilaku inovatif di tempat kerja yang termasuk pada kategorisasi rendah.
Tabel .3. Tingkat Persepsi dukungan organisasi Pada Karyawan.
Klasifikasi Rendah Tinggi Rentang Skor < 61,86 > 61,86 Total Frekuensi 52 36 88 Persentase (%) 59,09 40,91 100
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan maka dapat dilihat bahwa sebagian besar partisipan pada PT. X sebanyak 52 orang dengan persentase sebesar (59.09%) memiliki tingkat persepsi dukungan organisasi yang termasuk pada kategorisasi rendah. Pada analisis tambahan akan dilakukan perhitungan berdasarkan uji korelasi dimensi persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja. Dimensi-dimensinya meliputi fairness, supervisor support, dan organizational rewards and job conditions. Hasil uji korelasi dimensi persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja pada tabel 4:
Tabel 4. Hasil Uji Korelasi Dimensi Persepsi Dukungan Organiasi dan Perilaku Inovatif di Tempat Kerja.
Variabel Supervisor Support Organizational Rewards and Job Conditions Fairness r .303** .300** p 0,004 0,005 r2 .09 .09 Keterangan Signifikan Signifikan
.394**
0,000
.15
Signifikan
** Signifikansi pada p < .01 (2-tailed) Pada tabel 4.7 ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dimensi supervisor support dan perilaku inovatif di tempat kerja, yang ditunjukkan sebesar r = .303, p < .01, (2tailed), hasil tersebut menunjukkan bahwa besarnya hubungan antara dimensi supervisor support dan perilaku inovatif di tempat kerja termasuk pada kategorisasi rendah (Cohen, 1988; Gravetter & Wallnau, 2007). Berdasarkan hasil r2= .09, maka dapat disimpulkan bahwa hanya sebesar 9% variabilitas perilaku inovatif di tempat kerja yang dapat diberikan penjelasan oleh dimensi supervisor support. Selanjutnya untuk dimensi berbeda, dimana ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi Organizational rewards and job conditions dan perilaku inovatif di tempat kerja, yang ditunjukkan dengan r = .300, p < .01, (2-tailed), hasil tersebut menunjukkan bahwa besarnya hubungan antara dimensi
organizational rewards and job conditions dan perilaku inovatif di tempat kerja termasuk pada kategorisasi rendah (Cohen, 1988; Gravetter & Wallnau, 2007). Berdasarkan hasil r2 = .09, maka dapat disimpulkan bahwa hanya sebesar 9% variabilitas perilaku inovatif di tempat kerja yang dapat diberikan penjelasan oleh dimensi organizational rewards and job conditions. Selanjutnya, terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi fairness dan perilaku inovatif di tempat kerja, yang menunjukkan hasil perhitungan sebesar r = .394, p < .01, (2-tailed), hasil tersebut menunjukkan bahwa besarnya hubungan antara dimensi fairness dan perilaku inovatif di tempat kerja berada pada kategorisasi rendah (Cohen, 1988; Gravetter & Wallnau, 2007). Berdasarkan hasil r2= .15, hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya sebesar 15% variabilitas perilaku inovatif di tempat kerja yang dapat diberikan penjelasan oleh dimensi fairness. Analisis tambahan kedua akan dibahas mengenai gambaran perilaku inovatif di tempat kerja berdasarkan data demografis, yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, masa kerja, level jabatan, dan gaji: Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil bahwa pendidikan dan gaji memiliki hasil signifikan. Ditinjau dari pendidikan, yaitu menggunakan level of significance pada taraf .05.
Melalui perhitungan dengan menggunakan teknik statistik, nilai F hitung yang didapatkan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan F-tabel dimana angka yang ditunjukkan tabel sebesar (3,84) adalah berada pada kisaran 2.72. Ditemukan perbedaan mean skor perilaku inovatif di tempat kerja yang signifikan pada kelompok pendidikan (F(3,84) = 2.72, p < .05). Selanjutnya, ditinjau dari gaji, yaitu menggunakan level of significance pada taraf .05. Melalui perhitungan dengan menggunakan teknik statistik, nilai F hitung yang didapatkan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan F-tabel dimana angka yang ditunjukkan tabel sebesar (4,83) adalah berada pada kisaran 2.48. Ditemukan mean skor perilaku inovatif di tempat kerja yang signifikan pada kelompok gaji (F(4,83) = 2.48, p < .05). Jika dilihat berdasarkan hasil temuan secara keseluruhan, maka didapatkan hasil seluruh faktor demografi tidak memiliki perbedaan signifikan pada persepsi dukungan organisasi.
Pembahasan Berdasarkan dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja. Maka dapat disimpulkan, berdasarkan hasil perhitungan nilai korelasi sebesar r = .369, terdapat hubungan yang positif diantara kedua variabel. Artinya, karyawan yang mempersepsikan mendapat dukungan dari organisasi, maka akan meningkatkan perilaku inovatif dalam bekerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, hasilnya adalah ketika sebuah organisasi suportif dalam memberikan dukungan pada karyawan, maka karyawan akan memberikan balas budi berupa kontribusi inovasi yang tinggi kepada organisasi (Eisenberger, Fasolo, & Davis – LaMastro, 1990). Berdasarkan hasil penelitian ini, semakin besar sebuah organisasi memberikan dukungan karyawan untuk dapat lebih menampilkan perilaku inovatif di tempat kerja, maka hal ini berhubungan positif dengan perilaku inovatif di tempat kerja. Hubungan dimensi-dimensi persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja memiliki hasil yang signifikan, dimana dimensi fairness memiliki hubungan yang paling kuat diantara kedua dimensi lainnya dengan perilaku inovatif di tempat kerja. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian dari Ojadekun (2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku kerja yang inovatif dan perlakuan yang dirasakan adil dalam hubungan interpersonal. Hasil penemuan mengenai hal tersebut juga sejalan dengan penelitian oleh Janssen (2000), hasil penemuannya menyebutkan bahwa pekerja yang memberikan
respon secara inovatif pada pekerjaan mereka ditentukan oleh persepsi mereka terhadap keadilan yang dirasakan di dalam pekerjaan. Dimensi lain yang memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku inovatif di tempat kerja adalah supervisor support. Hal ini sejalan dengan sebuah hasil penelitian yang menjelaskan bahwa pemimpin yang senantiasa mendukung, mendorong munculnya ide-ide, memberikan evaluasi, dan berpikiran terbuka adalah aspek penting untuk munculnya perilaku inovatif agen organisasi dan proses berinovasi (Anderson & King, 1991 dalam Patterson, Kerrin, & Gatto-Roisard 2009). Selanjutnya, Janssen (2005) menemukan bahwa karyawan akan berperilaku lebih inovatif apabila merasa adanya dukungan dari atasan mereka. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Scott dan Bruce (1994), seorang karyawan yang merasa mendapatkan dukungan dari atasannya, maka cenderung untuk lebih berperilaku inovatif. Selain itu, dimensi organizational rewards dan job conditions, juga memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku inovatif di tempat kerja, namun dapat dilihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara dimensi organizational rewards dan job conditions dan perilaku inovatif di tempat kerja berada pada kategori yang paling lemah. Hasil temuan dari penelitian ini kurang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Janssen (2000) dimana ketika karyawan mendapat penghargaan maka akan meningkatkan perilaku inovatif. Gambaran perilaku inovatif di tempat kerja berdasarkan data demografis didapatkan hasil pendidikan dan gaji memiliki perbedaan mean yang signifikan. Berdasarkan pendidikan, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Janssen (2004) dimana terdapat hubungan positif antara perilaku inovatif karyawan dan jenjang pendidikan yang dimiliki. Hal tersebut didukung oleh pernyatan Amabile (1988) bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan seorang karyawan, maka akan semakin memungkinkan karyawan untuk dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif dalam bekerja. Apabila ditinjau berdasarkan gaji, hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan dari Patterson, Kerrin, dan Gatto-Roissard (2009) yang mengungkapkan bahwa semakin besar reward yang diberikan, maka akan semakin memungkinkan untuk meningkatkan perilaku inovatif di tempat kerja. Gambaran persepsi dukungan organisasi berdasarkan data demografis didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan mean yang signifikan.
Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan pada hasil penelitian kemudian didapatkan kesimpulan mengenai hasil penelitian, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan. Hal ini dapat diartikan bahwa
kenaikan skor pada perilaku inovatif di tempat kerja diikuti oleh kenaikan skor pada persepsi dukungan organisasi. Apabila mengacu pada definisi persepsi dukungan organisasi dari Eisenberger et al (1986), saat karyawan mempersepsikan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi mereka dengan baik, peduli pada kesejahteraan mereka, dan memberikan dukungan kepada mereka, maka hal tersebut dapat meningkatkan perilaku inovatif karyawan di dalam pekerjaannya. Selain itu, hubungan antara dimensi-dimensi persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja menunjukkan bahwa dimensi fairness, supervisor support, dan organizational rewards and job condition memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku inovatif di tempat kerja. Berdasarkan analisis data terhadap signifikansi perbedaan skor rata-rata perilaku inovatif di tempat kerja pada data demografi yang telah ditentukan dalam penelitian yaitu terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, gaji, level jabatan, dan masa kerja, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata perilaku inovatif di tempat kerja yang signifikan pada kelompok pendidikan dan gaji. Selanjutnya, berdasarkan analisis data terhadap signifikansi perbedaan skor rata-rata persepsi dukungan organisasi pada data demografi yang telah ditentukan dalam penelitian yaitu terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, gaji, level jabatan, dan masa kerja, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor rata-rata persepsi dukungan organisasi yang signifikan.
Saran Saran yang pertama adalah perlunya untuk melakukan penelitian di organisasi yang lebih beragam, salah satu bentuk penelitian yang perlu dilakukan selanjutnya adalah melakukan perbandingan pada industri pemerintahan dan swasta, untuk melihat perbedaan perilaku inovatif yang ditampilkan oleh karyawan. Saran yang kedua adalah penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan hanya pada satu divisi yang dianggap memiliki peran inovasi yang paling besar, seperti divisi marketing. Sedangkan beberapa divisi lainnya dianggap kurang memiliki peran inovasi yang besar kepada organisasi. Hal ini perlu dilakukan untuk memaksimalkan hasil penelitian mengenai variabel perilaku inovatif di tempat kerja. Saran yang ketiga adalah perlunya untuk melakukan persiapan secara matang sebelum melakukan pengambilan data, agar data yang diambil dapat benar-benar mempresentasikan populasi yang diteliti. Pada penelitian ini, keterbatasan waktu pada pengambilan data dan sulitnya untuk bertemu secara langsung dengan partisipan penelitian
karena jarak geografis yang jauh, hal ini yang menyebabkan sampel dalam penelitian ini kurang banyak. Mengatasi hal tersebut untuk penelitian selanjutnya, maka diperlukan persiapan yang lebih matang dan pengambilan data sebaiknya dilakukan jauh hari sebelumnya untuk menghindari situasi tersebut. Saran yang terakhir, Pada penelitian ini dilakukan oleh secara kelompok, dimana yang digunakan dalam pengambilan data terdiri dari alat ukur yang berbeda-beda, dimana partisipan harus mengisi kuesioner dengan jumlah item yang lebih dari 100. Hal ini menyebabkan partisipan menjadi tidak bersemangat karena sudah terlalu lelah dalam mengisi kusioner yang disebarkan, sehingga banyaknya data yang tidak bisa diolah karena banyak item yang tidak diisi lengkap oleh karyawan. Maka dari itu untuk penelitian selanjutnya, peneliti harus menyesuaikan banyak item dalam kuesioner, agar dapat mengurangi kemungkinan error yang akan terjadi. Berdasarkan saran praktis, perusahaan bisa memberikan reward atau penghargaan yang sesuai kepada karyawan atas kontribusi yang dihasilkan. Selanjutnya, pemimpin dapat memberikan informasi dengan akurat kepada karyawan mengenai visi dan misi serta nilainilai perusahaan yang dipegang, sehingga karyawan dapat menginternalisasi visi dan misi serta nilai-nilai dalam perusahaan tersebut dan dapat dijadikan pedoman dalam mencapai tujuan bersama. Selanjutnya, organisasi mengontrol faktor-faktor eksternal yang dapat menyebabkan stress pada karyawan. Solusi yang tepat untuk direalisasikan adalah memberikan tuntutan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan karyawan. Saran yang terakhir adalah perlunya organisasi untuk melibatkan karyawan dalam pengambilan suatu keputusan, Dengan melibatkan karyawan mengambil keputusan, hal tersebut merupakan salah satu cara untuk menstimulasi karyawan untuk berperilaku lebih inovatif. Solusi yang tepat untuk direalisasikan yaitu ketika dihadapkan dengan suatu diskusi, organisasi dapat mendorong karyawan-karyawannya untuk mendiskusikan mengenai cara yang tepat memecahkan masalah yang ada. Pada prosesnya karyawan distimulasi untuk menyampaikan ide-ide membangun yang bermanfaat dan karyawan diajak untuk melakukan evaluasi dalam mencari solusi yang tepat menyelesaikan masalah tersebut. Karyawan diberikan kebebasan untuk bereksplorasi dalam menemukan solusi yang tepat, hingga pengambilan keputusan akhir. Selain itu organisasi juga mendukung dan mendorong karyawannya untuk berpikir lebih terbuka, dimana karyawan didorong untuk secara aktif memberikan sumbangsih pemikiran untuk pengembangan organisasi.
Daftar Pustaka Aiken, L.R. & Groth-Marnat, G. (2005). Psychological testing and assessment (12th ed). USA: Pearson, Inc. Amabile, T. M. (1988). A model of creativity and innovation in organizations. ‘Research in Organizational Behaviour.’ 10, pp.123-167. Amabile, T. M., Conti, R., Coon, H., Lazenby, J., & Herron, M. (1996). Assessing the Work Environment for Creativity. ‘Academy of Management Journal.’ 39 (5), pp.1154-1184. Basadur, M. (2004). Leading others to think innovatively together: Creative leadership. The Leadership Quarterly, 15, 103-121. Basu, R., & Green, S. G. (1997). Leader-member Exchange and transformationa leadership: An empirical examination of innovative behaviors in leadermember dyads. Journal of Applied Social Psuchology, 27, 477-499. Beunza, D. and Stark, D. (2004). Tools of the trade: the socio-technology of arbitrage in a Wall Street trading room. ‘Industrial and Corporate Change.’ 13, pp.369-400. Bogler, R., & Somech, A. (2005). Organizational citizenship behavior in school: How does it relate to participation in decision-making?. Journal of Educational Administration, 43 Bunce, D. & M.A. West (1995), Personality and perceptions of group climate factors as predictors of individual innovation at work, Applied Psychology: an international review, 44, 199-215. Cohen, J. (1988). Statistical power analysis for the behavioral sciences (2nd ed.). New Jersey: Lawrence Erlbaum. Cropanzano, R., & Greenberg, J. (1997). Progress in organizational justice: Tunneling through the maze. In C. L. Cooper & I. T. Robertson (Eds.), International review of industrial and organizational psychology (Vol. 12, pp. 317–372). Oxford, England: Wiley. Damayanti. R. R. (2011). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Perilaku Inovatif di tempat Kerja Pada Karyawan (Studi pada PT. X dan PT. Y). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok, Jawa Barat, pp. 40-42.
De Jong, J. P. J. (2007). Individual Innovation: The connection between leadership and employees’ innovative work behavior. Universteit van Amsterdam, netherland.
De Jong, J.P.J., & Den Hartog, D.N. (2007). Leadership and employees’ Innovative behaviour. European Journal of Innovation Management, 10 , (1), 41-64. Dessler, G. (2008). Human resource management (11th ed). New Jersey: PrenticeHall, Inc. Dess, G. G., & Picken, J. C. (2000). Changing roles: Leadership in the 21st century. Organizational Dynamics, 29(4), 18-33. Eisenberg, R., & Cameron, J. (1996). Detrimental effects of reward: Reality of myth? ‘American Psychologist.’ 51, pp.1153-1166. Eisenberger, R., Armeli, S., Rexwinkel, B., Lynch, P. D., & Rhoades, L. (2001). Reciprocation of perceived organizational support.Journal of Applied Psychology, 86, 42-51. Eisenberger, R., Fasolo, P., & Davis-LaMastro, V. (1990). Perceived organizational support and employee diligence, commitment, and innovation. Journal of Applied Psychology, 75, 51-59. Eisenberger, R., Hungtington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived Organizational Support. Journal of Applied Psychology, 71, 500-507. Eisenberger, R, & Rhoades, L,. (2002). Perceived organizational support: A review of the literature. Journal of Applied Psychology, 87, 698-714. Eisenberger, R. Aselage, J., Sucharski, I. L., & Jones, J.R. (2004). Perceived organizational support. In J. Coyle-Shapiro, L. Shore, & S. Taylor, & L. Tetrick (Eds). The employement relationship; Examining psychological and contextual perspective. Oxford University Press. George, J. M., & Brief, A. P. (1992). Feeling good–doing good: A conceptual analysis of the mood at work–organizational spontaneity relationship. Psychological Bulletin, 112, 310–329. Gravetter, F.J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences. Canada: Thomson Learning, Inc. Gravetter, F. & Wallnau, L. (2007). Statistics for the behavioral sciences. Canada: Thomson Learning, Inc. Greenberg, J. (1990). Organizational Justice: Yesterday, today, and tomorrow. Journal of Management, 16. 399-432.
Greenberg, J., & Baron, R. A. (2008). Behavior in organizations. (9th ed.). Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall. Guilford, J.P., B & Fruchter (1978), Fundamental Statistics In Psychology And Education, Tokyo: McGraw-HillKogakusha, Ltd Han, J.K., Kim, N., & Srivastava, R., (1998). Market orientation and organizational performance: Is innovation a missing link? Journal of Marketing 62 (4), 30−45. Hani, Handoko. T. (2008). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE : Yogyakarta Janssen, O. (2000). Job demands, perceptions of effort-reward fairness, and innovative work behavior, Journal of Occupational and organizational psychology, 73, 287-302. Janssen, O., E. van de Vliert., & M. West (2004). The bright and dark sides of individual and group innovation: a special issue introduction. Journal of Organizational Behavior, 25(2), 129-146. Janssen, O. (2004). How fairness perceptions make innovative behavior more or less stressful. Journal of Organizational Behavior, 25(2), 201-215. Janssen, O. (2005). The joint impact of perceived influencen and supervisor supportiveness on employees innovative behavior. Journal of occupational and organizational psychology, 78, 573-579. Kandampully, J. & Duddy, R. (1999a), ’’Competitive advantage through anticipation, innovation and relationships’’, Management Decision, Vol. 37 No. 1. Kanter, R.M. (1988). When a thousand flowers bloom: structural, collective and social conditions for innovation in organization, Research in Organizational behavior, 10, 169-211. Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D. P. (2005). Psychological testing: Principles, applications, and issues (6th ed). United States of America: Thomson Wadsworth. King, N., & Anderson, N. (2002). Managing innovation and change: A critical guide for organizations. London: Thompson. Koc, T., & Ceylan, C. (2007). Factores impacting the innovative capacity in large – scale companies. Technovation 27, 105 – 104. Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners (2nd ed). London: SAGE Publications Ltd. Levinson, H. (1965). Reciprocation: The relationship between man and organization. Administrative Science Quarterly, 9, 370-390.
Miron, E., Erez, M., & Naveh, E. (2004). do personal characteristics and cultural values that promote innovation, quality, and efficiency compete or complement each other?. Journal of Organizational Behavior, 25(2), 175–199. Morrow, P. C. & McElroy, J. C. (1987). Work commitment and job satisfaction over three career stages. Journal of Vocational Behavior, 30¸ 330-346. Ojadekun, O. (2012). Role of perceived fair interpersonal treatment and organization-based self-esteem in innovative work behavior in a Nigerian Bank. Psychological thought, 133, 124-140. Oldham, G. R., & Cummings, A. (1996). Employee creativity: Personal and contextual factors at work. Academy of Management Journal, 39, 607-634. Patterson, F., Kerrin, M., & Gatto-Roissard, G. (2009). Characteristic and behaviors of innovative people in organisations (A paper prepared for NESTA Policy and Research Unit (NPRU)). Porter, B. A. (1993), ‘An empirical study of the audit expectation-performance gap’, Accounting and Business Research, 24(93), pp.49-68. Putri, A.P. (2013). Pengaruh Trait Kepribadian Big Five Terhadap Perilaku Inovatif Karyawan di Tempat Kerja pada PT. X dan PT. Y. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia; Depok, pp 3-16. Rahmahtia, S.E. (2013). Pengaruh knowledge sharing behavior terhadap perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan di PT X dan Y. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Depok, pp 14-40. Riatmaja, D.S. (2012). Pengaruh Budaya Inovasi Persepsian dan Dukungan Organisasi Persepsian Terhadap Perilaku Inovatif Karyawan. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Sauermann, H., & Cohen, W.M. (2008). What makes them tick? Employee motives and firm innovation. NBER Working Paper N.14443 Scott, S. G., & Bruce, R. A. (1994). Determinants of innovative behavior: A path model of individual innovation in the workplace. Academy of Management Journal, 37(3), 580-607. Scott, S.G., & R.A. Bruce (1998), Following the leader in R&D: The joint effect of subordinate problem-solving style and leader-member relations on innovative
behavior, IEEE Transactions on Engineering Management, 45 (1), pp. 3-10. Spreitzer, G. M. (1995). Psychological empowerment in the workplace: Dimensions, measurement, and validation. The Academy of Management
Journal, 38, 1442-1465. Wayne, S. J., Shore, L. M., Bommer, W. H., & Tetrick, L. E. (2002). “The role of fair treatment and rewards in perceptions of organizational support and leader–member exchange. Journal of Applied Psychology, 87: 590–8. Wayne, S. J., Shore, L. M., & Liden, R. C. (1997). Perceived organizational support and leader-member exchange: A social ex-change perspective. Academy of Management Journal, 40, 82-111. West, M. A., & Farr, L. J. (1989). Innovation at work : Psychological perspective. Social Behaviour, 4, 15-30. Yuan, F., & Woodman, R. W. (2010). Innovative behavior in the workplace: The role of performance and image outcome expectations. Academy of Management Journal, 53(2), 323-342.
Elektronik AFP. (2012). Apple, Perusahaan Paling Dikagumi Versi Majalah Fortune. Dipetik 23 April 2014, dari Yahoo: http://id.berita.yahoo.com/apple-perusahaan-
paling-dikagumi-versi-majalah-fortune-020706354.html Arjanti, R.A. (2013). Rahasia Inovasi Apple dan Google. Dipetik 23 April 2014, dari Kompas: http://lipsus.kompas.com/gebrakan-jokowi-
basuki/read/xml/2013/02/05/13323359/Rahasia.Inovasi.Apple.dan.Google Haryadi, Ricky. (2013). Apple dan Google, Perusahaan Paling Dikagumi di Seluruh Dunia. Dipetik 23 April 2014, dari Techrity: http://techrity.com/2013/03/02/apple-dangoogle-perusahaan-paling-dikagumi-di-seluruh-dunia/ Kristo, F. Y. (2013). Apple Paling Inovatif, Samsung Kalahkan Google. Dipetik 23 April 2014, dari Detik:
http://inet.detik.com/read/2013/09/27/155806/2371558/398/apple-paling-inovatifsamsung-kalahkan-google Purwanto, Didik. (2013). Ini Perusahaan yang Paling Dikagumi di Indonesia. Dipetik 23 April 2014, dari Techrity: http://techrity.com/2013/03/02/apple-dan-google-perusahaanpaling-dikagumi-di-seluruh-dunia/ PT.X. (2013). Company Profile PT.X. bcg.com