Negara-negara Asia Selatan mengikuti mengganti strategi impor industrialisasi dan antara ekonomi global terpadu di dunia. Sejak pertengahan 1980-an, sebagian besar negara di wilayah ini pindah dari berorientasi ke dalam kebijakan ekonomi dan mengadopsi strategi pembangunan yang berdasarkan pada orientasi ekspor dan liberalisasi kecuali Nepal. Negara-negara Asia Selatan saat ini secara lebih global terpadu daripada mereka pada tahun 1995. Pembentukan WTO adalah salah satu faktor yang memotivasi di balik kebijakan ekonomi terbuka di negara-negara ini.

Secara luas diyakini oleh para pembuat kebijakan bahwa WTO akan ada kemajuan besar dari pendahulunya GATT (General Agreement on tarif dan perdagangan) dan pengenaan sistem trading multilateral yang baru akan membantu negara-negara berkembang untuk mengejar pertumbuhan ekspor. Ada tiga alasan utama. Pertama, di WTO pertanian dibawa untuk pertama kalinya di bawah lingkup efektif sistem perdagangan multilateral. Itu diyakini pada waktu itu bahwa aturan WTO baru akan membawa perubahan struktural dalam perdagangan pertanian global dan produsen pertanian yang lebih efisien akan berdiri untuk memperoleh manfaat dari perjanjian WTO. Kedua, sebelum WTO, akses pasar untuk produk tekstil di negara-negara maju yang dibatasi dengan sangat ketat Multi serat perjanjian (MFA), yang memungkinkan negara-negara maju secara selektif memaksakan kuantitatif pembatasan atas impor tekstil dan pakaian dari negara-negara berkembang. Hal ini diproyeksikan bahwa penghapusan kuota pada ekspor tekstil dan pakaian akan bertindak sebagai flip besar untuk negara-negara berkembang untuk biaya tenaga kerja rendah negara-negara ini membuat mereka efisien produsen ini barang. Aspek yang ketiga dari WTO untuk mendorong negara-negara berkembang adalah upaya liberalisasi untuk layanan perdagangan. Secara tradisional jasa trading sangat tinggi tingkat perlindungan dan dijauhkan dari setiap sistem perdagangan multilateral. General Agreement on Perdagangan dalam Layanan (GATS) dianggap sebagai langkah pertama menuju akhirnya liberalisasi perdagangan Layanan. GATS seharusnya untuk membuka pasar yang besar bagi negara-negara berkembang. Sebagai penutup GATS besarma berbagai layanan seperti pariwisata, pendidikan, Jasa konsultasi dan tenaga kerja ekspor, Asia Selatan negara-negara, yang memiliki berlimpah tenaga kerja terampil dan tidak terampil, diharapkan untuk memperoleh manfaat dari Perjanjian.

Dalam pertukaran janji liberalisasi dalam tiga bidang utama, negara-negara berkembang harus memberikan dua konsesi penting untuk negara-negara maju; Pertama, mereka harus menerima WTO Trade Related Intellectual Property Rights ( TRIPS ), yang diusulkan untuk memberlakukan banyak ketat paten hukum global. Kedua , mereka juga harus menghapus semua hambatan non tarif pada barang-barang industri dan mengurangi hambatan tarif pada produk ini secara substansial. Pada keseimbangan itu diproyeksikan bahwa negara-negara berkembang akan menjadi gainers bersih sebagai manfaat yang diperoleh mereka dari liberalisasi tiga sektor utama seperti pertanian, tekstil dan jasa kemungkinan besar akan lebih dari mengimbangi kerugian yang diharapkan dari dua daerah lain, pembuat kebijakan dari negara-negara ini berharap bahwa peningkatan akses pasar di bidang pertanian, tekstil dan layanan akan memungkinkan negara-negara tersebut untuk mengikuti kebijakan terbuka dan ekspor dipimpin pembangunan. Sebagai proporsi besar pekerja di Asia Selatan terlibat dalam pertanian, tekstil dan jasa , itu juga diharapkan bahwa akan ada dorongan besar dalam lapangan kerja di negara tersebut.

Dalam studi saat ini kita prihatin dengan berapa banyak Asia Selatan telah menguat setelah pelaksanaan WTO dan sektor mana telah disebarkan perdagangan internasional masing-masing negara. Apakah tingkat pertumbuhan yang diharapkan dari perdagangan karena keuntungan dari WTO telah dicapai atau tidak, jika tidak maka kekhawatiran dari negara-negara Asia Selatan menjadi penting, yang juga merupakan bagian dari penelitian ini.