Love’s Disaster
Oleh: Cut Thirza Talitha (XII-B)
________________________________________________________
Hari bergulir dengan sangat cepat. Matahari perlahan menuju ke arah barat. Jam dinding telah menjulurkan jarinya ke pukul 16.00, waktunya untuk menghentikan segala aktivitas diluar dan pulang untuk beristirahat. Tetapi seorang psikiater muda, Yasmine Amanda, lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan diruangannya, di Rumah Sakit Jiwa Cimahi, Bandung.
Yasmine saat itu sedang menikmati teh sorenya, lalu ia mendengar pintunya ruangannya diketuk “Masuk” perintahnya. Lalu seorang suster masuk membawa setumpuk file. “Dok, ini laporan pasien untuk hari ini” katanya sambil menyerahkan file laporan harian perkembangan pasien yang ditangani oleh Yasmine. “Terima kasih, sus” kata Yasmine sambil tersenyum.
Setelah si suster tersebut keluar, yasmine langsung mengamati perkembangan pasien-pasiennya melalui file yang diberikan oleh suster tadi. Sebagai seorang dokter Yasmine harus selalu mengamati perkembangan pasiennya. Tiba-tiba mata yasmine menangkap nama seorang pasiennya yang agak menarik untuknya. Bukan, bukan tertarik dalam masalah hati, tetapi penyakitnya. Yasmine sedikit terpaku ke kartu laporan tersebut
Nama: Leonardo Johnatan Umur: 24 th Alamat: Jenis penyakit: Psikopat
Leo, begitu sapaannya, adalah seorang psikopat. Penyakit gangguan jiwa yang agak umum, bukan? Namun mengapa Yasmine tertarik dengan pasien yang satu ini? Padahal ia menangani 3 pasien psikopat. Yasmine membaca ulang laporan awal Leo
Tanggal 21/8/13 | Pasien psikopat, telah membunuh 10 Jiwa. Baru saja membunuh seorang mantan kekasihnya. –laporan dari adik kandung pasien
Tanggal 28/8/13 | Para korban dari pasien Leonardo merupakan mantan-mantan kekasihnya (7 orang) dan mantan kekasih dari kekasihnya (3 orang) –laporan dari adik kandung pasien
Ya, yang membuat Yasmine tertarik atas Leo adalah siapa yang telah dibunuhnya. Menurut Yasmine kasus ini agak sedikit unik karena ia baru pertama kali menangani pasien psikopat yang membunuh orang-orang tertentu. Yang membuat Yasmine lebih tertarik adalah jumlah korban yang telah dibunuhnya. ‘7 orang. sebanyak itukah mantannya? Sungguh luar biasa. Padahal usiaku tak jauh beda dengannya tapi aku.... Ah, apaan sih! itu bukan urusan ku!’ Yasimine seketika sadar dari lamunannya, menampar pipinya sedikit untuk menyadarkan diri sepenuhnya, lalu kembali ke laporan pasien selanjutnya.
Yasmine terlalu larut dalam pekerjaannya tak menyadari jam telah meunjukan pukul 20.00. tetapi Yasmine terus melanjutkan pekerjaannya. Ia memulai dengan mematikan segala peralatan elektronik di ruangannya, mengambil tas tangannya, lalu keluar dan mengunci pintu. Tidak, yasmin bukan pulang, melainkan ia akan mengunjungi kamar para pasiennya untuk melihat perkembangan mereka langsung sebelum akhirnya ia pulang dan beristirahat.
Setelah 30 menit mengunjungi kamar keenam pasiennya, ia akhirnya berjalan menuju kamar pasien terakhirnya yang terletak paling jauh. Kamar VIP6, lantai 3. Yasmine terus mendekati pintu kamar Leo. Entah mengapa jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Saat mencapai pintu kamar VIP6, terlihat sosok lelaki dari jendela kecil di sisi pintu.
Tampak seorang pemuda blasteran tampan yang wajahnya bak lukisan, memiliki mata yang indah dan sedikit cipit, hidung mancung , rambut red-blonde dan kulit pucat serta tubuh yang atletis dengan tinggi yang mencapai 180-an cm, sedang berdiri di sisi jendela sambil menatap pemandangan malam kota bandung. Cahaya redup dari balkon kamarnya yang menyinarinya membuat Leo terlihat makin tampan. Tidaklah mengherankan bila dia memilki 100 kekasih. Wanita mana yang tak jatuh hati dengan pemuda setampan itu, apalagi ia dari keluarga terpandang.
Lagi-lagi Yasmin harus membuyarkan lamunannya lalu mengetuk pintu Leo pelan, lalu masuk. Leo yang mendengar suara pintu dibuka langsung menoleh ke arah pintu yang menampakan seorang dokter, lalu ia tersenyum lemah namun manis pada Yasmine. Yasmine membalas senyumannya dan menghampiri dan berdiri disebelahnya. ‘Aku merasa seperti kurcaci jika berada didekatnya.’ batin Yasmine. “Bagaimana keadaanmu hari ini?” tanyaku “Aku baik-baik saja, tetapi aku merindukan rumah. Sudah dua bulan aku berada dirumah sakit ini, aku ingin cepat-cepat keluar dari sini” Jawabnya sambil menerawang keluar jendela. “tenang saja Leo, kamu bisa keluar dari rumah sakit ini secepatnya kok. Aku bisa menjamin kalau kamu akan keluar dalam waktu kurang dari satu bulan jika kamu tetap rajin menjalani terapi seperti selama ini” kataku menghiburnya. Leo menoleh kearahku dengan wajah kaget “serius dok? Aku bisa keluar dari tempat ini secepatnya?” tanyanya antusias sambil menahan senyum, tapi sepertinya usahanya gagal karena senyum leber telah terpasang diwajahnya. Leo terlihat sangat bahagia. Aku tertawa melihat tingkahnya lalu mengangguk sambil tersenyum. Leo yang sepertinya sangat senang spontan memelukku erat. . Aku terkejut dan tak tahu harus berbuat apa. ‘Deg..’ jantung Yasmine berdetak tak beraturan. ‘apa yang harus kulakukan?’ pikirannya mulai kacau. Akhirnya Yasmine memutuskan untuk menggerakkan tangannya dan mengelus lembut kepala Leo yang kini berada di bahunya.
Tiba-tiba hanphone Yasmine berbunyi, mengejutkan mereka. Leo melepaskan pelukannya dan berdiri seperti semula. Suasana mendadak menjadi sangat canggung. Handphoneku pun telah berhenti berdering. Hanya kesunyian yang menyelimuti kami selama beberapa menit . “hmm…” mulai Leo memecah kesunyian “maaf dok, spontan. Sepertinya tadi aku terlalu senang.” Katanya sambil memijat pelan tengkuknya dengan gugup. “i.. iya, gak apa-apa kok.” Kata Yasmine kaku. “aku ngerti kok kalau kamu lagi senang” kata Yasmine lagi, mencoba untuk biasa saja
Yasmine mencoba untuk membuat suasana menjadi normal kembali dengan mengajak Leo mengobrol. Dengan mengobrol dengan pasien, Ia jadi lebih mengetahui pemikiran mereka sehingga memudahkannya untuk melakukan perawatan dan terapi.
Setelah sekitar 10 menit mereka asik mengobrol, handphone Yasmine tiba-tiba kembali berbunyi. Yasmine melihat layar handphonenya dan ternyata Mark,tunangannya, yang menelfon. Segera diangkat telefon itu. Diseberang terdengar suara khawatir Mark, menyuruh Yasmine untuk kembali kerumah secepatnya karena malam sudah semakin larut.
“Leo, sepertinya aku harus pulang sekarang. Istirahatlah kamu malam ini. Besok pagi aku akan kembali lagi. Selamat malam” katanya sebelum ia segera berjalan keluar. Saat Yasmine akan memutar gagang pintu, tiba-tiba Yasmine merasakan sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang dan kepala yang bersandar kebahunya. Lagi-lagi Yasmine dibuat kaget oleh aksinya Leo. “Leo.. Ada apa? Aku harus pulang sekarang...” kata Yasmine yang heran dengan tingkah pasiennya. Biasanya Leo tidak pernah seperti itu. “Yasmine… Jangan pergi..” mohonnya. Yasmine terdiam saat mendengar Leo memanggilnya dengan nama aslinya. Yasmine tak dapat berkata apa-apa. Ia merasa kasihan kepada Leo, tetapi Mark juga sudah menyuruhnya untuk segera pulang. ‘Apa yang harus kulakukan?’ Yasmin mulai kewalahan
"Leo, aku harus pulang. Aku akan kembali kesini besok pagi" jawabnya sambil mencoba melepas pelukan Leo. Tetapi tenagan Yasmine jelas kalah dengan Leo. Leo malah makin mengeratkan pelukannya dan berbisik tepat di telinga kanannya "Yasmine... Aku menyukaimu..." Mata yasmine terbelalak kaget ‘Apaaa??? Dia pasti bercanda kan?’ "Aku serius, aku menyukaimu, dokter. Yasmine Amanda, Aku sangat menyukaimu" katanya lagi seperti bisa membaca pikiran Yasmine . "Leo, stop. Aku sangat berterima-kasih padamu, tetapi aku juga minta maaf karena aku tak bisa membalas perasaanmu.Aku sudah memiliki tunangan" aku terus mencoba melepas pelukannya, tetapi usahaku tetap saja gagal. "Ya, aku udah tau itu kok." jawab Leo setengah hati "Kalau kau memang sudah tau, maka lepaskan aku sekarang, Leo" mohon Yasmine. Sekilas muncul bayangan Mark dibenaknya yang membuatnya semakin ingin cepat pulang. Yasminepun berusaha melepas pelukan itu lagi, tetapi semakin Yasmine berusaha melepaskan diri dari Leo, semakin erat Leo memeluk Yasmine.
Yasmine tahu bahwa usahanya sia-sia. maka dari itu ia memutuskan untuk berhenti dan diam "aku tahu kau sudah memiliki tunangan." kata Leo lagi. "aku tahu bahwa aku tak bisa memilikimu, Yasmine" sambung Leo sambil perlahan melepaskan pelukannya, lalu mengelus lembut wajah Yasmine.
"Aku benar-benar tahu akan hal itu. Maka..." Leo tiba-tiba berhenti dan menatap mata Yasmine dalam. "apa?" tanya Yasmine sambil mengalihkan pandanan dari mata Leo, meskipun ia agak gemetaran. Yasmine tak mengerti dengan dirinya sendiri. Seharusnya ia langsung lari dari tempat itu setelah Leo melepasannya, tetapi mengapa dia masih berada di tempat itu? "hmmm..." Leo bergumam sambil menarik dagu Yasmin untuk kembali menatap matanya, membuat Yasmine semakin tidak nyaman.
"jika aku tak dapat memilikimu...." kata Leo perlahan, sambil mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "tak ada yang boleh memilikimu, Yasmine" sambungnya lagi, perlahan tapi pasti sambil terus menatap Yasmine tajam "Apa??" tanya Yasmine terkejut. tak medengar jawaban, Yasmine memanggil Leo pelan. Tetapi bukannya jawaban yang didapat Yasmine, melainkan tusukan dari pisau Leo, tepat di perutnya.
"Le...O... Ke.. Kenapa kau...?" tanya Yasmine sambil menahan sakit. Leo menatap Yasmine dingin, lalu ia menyeringai dan menarik pisau kecilnya dari perut Yasmine, dan menusuknya kembali di sisi yang berbeda. “Aku kan udah bilang, kalau aku gak bisa memilikimu, tak ada seorangpun yang boleh memilikimu Yasmine, termasuk Mark, tunanganmu” katanya ketus. Leo kembali mencabut dan menancap pisau itu diperut Yasmine. Yasmine kehilangan banyak darah dan tenaga sehingga ia merosot jatuh ke lantai. “Tapi... Kenapa.... ARGH!” apa yang ingin disampaikan Yasmine tak dapat disampaikan karena sakit yang didapat dari tusukan tersebut yang mengenai lambungnya. Darah segar terus mengalir dari perutnya, menciptakan genangan darah disekitarnya.
“Sayang sekali Yasmine, seandainya kau lebih memilihku daripada Mark, akhir hidupmu tak akan begini” kata Leo sambil berjongkok didekat tubuh lemah Yasmine. Yasmine mulai kehilangan kesadaran. Ia tak mampu merespon perkataan Leo lagi, meski sebenarnya Yasmine sangat ingin membalasnya. Tak mendengar respon, Leo mencengkram kerah kemeja putih Yasmine dan menciumnya. Leo merasakan nafas Yasmine terhenti dalam ciumannya, dan Leopun melepas ciumannya dan mencampakkan tubuh Yasmin begitu saja
“Selamat tinggal, cantik!” Kata Leo sambil menyeringai pada jasad Yasmine yang dikelilingi kolam darah serta pisau kecil yang menancap manis pada perutnya. Leo menutup pintu kamar VIP6 lalu pergi menjauh meinggalkan kamar yang berisi Mayat sang dokter.