Free Essay

Mizar Alena

In:

Submitted By rheinfathia
Words 1759
Pages 8
Suasana kebun anggrek di Kebun Raya Bogor hari ini tampak sepi. Lembab, sejuk, basah, menjadi atmosfer khas yang menyambut Vanilla saat melangkahkan kaki melewati gerbang masuk kebun tersebut. Sembari menyusuri jalan setapak, ia melihat beragam jenis anggrek yang sedang mekar di kanan-kiri. Indah sekali dengan warna-warni semarak, merah, kuning, ungu, putih. Begitu menggoda hati dan ingin memetiknya. Namun, ia tahu hal itu dilarang. Vanilla tersenyum sendiri. Ia menyusuri jembatan kecil yang di bawahnya terdapat kolam dengan air jernih dan air mancur kecil. Gemericik suaranya terdengar menyenangkan dan damai. Di ujung jembatan, Vanilla melihat Mizar berdiri tersenyum dengan sebuket bunga berwarna kuning muda kehijauan.
Vanilla beranjak mendekat. Senyumnya mengembang melihat Mizar yang begitu tampan meski berpenampilan kasual mengenakan celana jeans dan kemeja putih. Ah, bukankah pria itu memang selalu terlihat tampan?
"Ini bunga vanilla. Ternyata ada banyak ditanam di kebun anggrek ini." Mizar mengulurkan tangan, memberikan buket bunga.
Mata Vanilla terbelalak. "Zar, dilarang memetik anggrek di sini!" bisiknya panik. Ia urung menerima.
Mizar tertawa kecil. Kerlingan matanya menunjukkan sifat jahil seperti biasa. "Jangan sampai ketahuan penjaga! Khusus untuk kamu hari ini. Happy Birthday, Darling..."
Ragu-ragu, Vanilla hendak menerima bunga pemberian Mizar yang memiliki nama yang sama dengan dirinya itu. Tepat saat itu, ia merasakan ponselnya bergetar. Seseorang menelepon. Perhatian Vanilla teralihkan dan segera merogoh ke dalam kantong celana, tidak ada. Ia membuka tas mungilnya, mencari-cari. Saat sedang sibuk sendiri seperti itu, sekilas ia melihat seorang pemuda tak jauh darinya. Sosok tak dikenal itu berdiri sambil menggenggam ponsel dan menempelkan di telinganya. Ia menatap Vanilla tajam dan tersenyum, gerakan bibirnya tampak berkata, "Angkat."
Kening Vanilla mengernyit. Ia kembali merogoh ke dalam tasnya. Ponselnya terus menerus bergetar, berkali-kali, terasa semakin kencang. Siapa dia? Di mana ponselku?
Mata Vanilla terbuka, mengerjap beberapa kali karena silau sinar matahari yang menelisik melalui tirai jendela. Ia masih merasakan getaran ponsel yang entah datang dari mana. Tangannya meraba-raba seprai di balik selimut dan bantal. Ketemu! Layar ponsel menampilkan nama 'Mizar Mine'. Telunjuk Vanilla menyentuh dan menggeser layar.
"Halo, Dear..." Suaranya masih terdengar serak karena mengantuk.
"Kamu pasti baru bangun," tebak Mizar diikuti tawa.
Senyum Vanilla tersungging. Dia baru tidur lepas subuh tadi, setelah menikmati party on the beach semalam suntuk dengan teman-temannya yang juga teman Mizar. Merayakan hari ulang tahunnya. Jadi, wajar saja kalau dia baru bangun pukul... Vanilla melirik jam dinding. Pukul 10.00 waktu Gili Trawangan. "Iya. Tadi aku juga mimpi aneh," tuturnya.
"Mimpi apa?" tanya Mizar penasaran.
"Mimpi kamu metik bunga vanilla di kebun anggrek, di Kebun Raya pula. Jelas-jelas dilarang metik bunga di sana."
Suara tawa Mizar terdengar berderai. "Kayaknya itu ide bagus."
"Hey!" seru Vanilla tak setuju. Tawa Mizar terdengar lagi.
"I'm looking for brunch. Mau dibawain apa ke kamar? Full service untuk nona yang ulang tahun hari ini," ujar Mizar bersemangat.
Vanilla tersenyum senang. Ia melihat secarik kertas di atas meja di samping tempat tidur. Ada sebuah pesan singkat.
Aku cari sarapan. Telepon kalau mau titip seseuatu, ya. ~Melody~
"Sereal sama susu aja. Kalau nggak ada, samain aja sama menu pilihan kamu," jawab Vanilla.
"Okay. Segera datang datang dalam sekejap!"
"Emangnya kamu jin," celetuk Vanilla. Mereka tertawa.
"Kita lihat apa aku bisa lebih cepat dari jin. Love you!"
Hubungan telepon terputus. Tepat saat Vanilla kembali membenamkan kepala di bantal, pintu kamarnya terbuka dengan kencang seperti didobrak paksa. Ia terlonjak.
"SURPRISE!!!" teriakan kelima temannya terdengar membahana.
Dua detik Vanilla menahan napas karena terkejut. Tampak Melody membawa sebuah kue ulang tahun berbentuk bulat warna putih dengan jejeran lilin kecil menyala di atasnya. Mizar, Rizal, Scott, dan Emelie, mengikuti dan menyanyikan lagu happy birthday. Riuh sekali.
"Happy birthday to you... Happy birthday to you... Happy birthday, dear Vanilla..."
Vanilla tak mampu berkata apa-apa karena takjub. Ya Tuhan, bahkan ia baru bangun dan belum sempat cuci muka! Masih mengenakan piyama dengan rambut berantakan. Sedangkan mereka semua sudah rapi dan memberikan surprise kedua setelah semalam melakukan barbecue dan pesta es krim vanilla di pantai yang sangat menyenangkan. Ia hanya bisa tertawa bahagia.
Vanilla meniup lilin ulang tahun. Mereka semua berkumpul di tempat tidur. Melody dan Emelie bergantian mencium pipinya. Rizal dan Scott menyalami dan memberika selamat. Mizar, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, berbisik menggumamkan doa-doa, lalu mencium keningnya. Lembut sekali.
"Kado dari kami, Vani..." Emelie memberikan sebuah kotak kecil berwarna putih.
"Thank you, Em, Scott." Vanilla memandang pasangan bule itu penuh rasa terima kasih. Ia membuka kotak tersebut, sebuah bros cantik berwarna perak ada di dalamnya. Berbentuk bunga vanilla dengan lima helai kelopak memanjang dan bagian tengah tampak seperti bunga terompet. Indah.
Rizal memberikan sebuah kotak dengan kertas kado berwarna biru tua, khas lelaki sekali. "Parfum. Wangi Vanilla," ujarnya dengan senyum tersungging.
"Aduh, kok kamu malah ngasih tahu isinya sih, Zal? Nggak surprise lagi, dong. Biar aja Vani tahu kalau pas dia buka kadonya," protes Melody gemas.
Rizal hanya memutar bola matanya, cuek. Yang lain tertawa.
"Spesial dariku." Melody mengacungkan kue tart dengan wangi khas vanilla yang menggoda selera. "Kue ulang tahun buatan patissiere kenalanku di Legian. Langsung diantar tadi pagi dengan kapal cepat dari Bali ke sini. Dijamin buatan dia enak, manis, tapi nggak bikin gendut!" cerocosnya kembali mengundang tawa.
"Makasih ya, Zal, Mel. Temanya hari ini vanilla, ya?"
"Spesial ulang tahun seperempat abad, Sayang. Sesuai nama kamu," ujar Mizar lembut.
Pagi itu, mereka menikmati pesta kecil-kecilan di kamar hotel. Wajah Vanilla tampak cerah dan berseri-seri. Mizar bahagia melihatnya.
***
"Ayo Van, cepetan!" ajak Mizar tak sabar. "Yang lain udah pada duluan ke sana."
Vanilla tergesa menyisir rambut lurusnya yang panjang sepunggung. "Iya Zar, sebentar." Ia menyambar ponsel di meja dan memasukkan ke kantong rok putihnya, kemudian bergegas keluar dari kamar.
Mizar dan Vanilla keluar dari hotel, langsung disambut ramainya jalan utama Gili Trawangan yang riuh oleh turis asing berlalu lalang, sebagian jalan kaki, banyak pula yang mengendarai sepeda. Sesekali kereta kuda terdengar berderap membawa penumpang yang turis asing pula, kecuali pak kusir yang asli penduduk sini tentunya.
"Kita jalan kaki aja ya, Van. Naik sepeda juga agak susah karena jalan ke arah pantai itu berpasir. Berat gowesnya," usul Mizar.
Vanilla mengangguk setuju. Sebelum sampai di Gili Trawangan kemarin pagi, ia sudah diberi tahu oleh Mizar kalau di pulau indah ini dilarang ada kendaraan bermotor. Transportasi yang ada hanyalah delman dan sepeda. Biasanya para wisatawan yang datang menyewa sepeda jika ingin keliling pulau atau jalan-jalan. Efeknya adalah, udara di pulau yang 90% pengunjungnya wisatawan asing ini segar bebas polusi. Sungguh menyenangkan.
Wisata kali ini berawal dari rencana Mizar yang ingin berlibur dari pekerjaan. Ia memilih tanggal hari ulang tahun Vanilla, sekalian mereka bertemu setelah 4 bulan berpisah. Pekerjaan Mizar sebagai model di Aussie membuatnya begitu sibuk oleh jadwal yang padat. Vanilla tahu, menjalani long distance relationship berbeda benua dan zona waktu tidaklah mudah. Namun selama tiga tahun berlalu, mereka bisa mengusahakan itu dan semua berjalan baik-baik saja.
Setelah direncanakan selama satu bulan, mereka memutuskan untuk bertemu di Lombok dua hari lalu. Menginap di semalam di Mataram, keesokan harinya menyebrang ke Gili Trawangan. Mizar mengajak Rizal, manajernya, juga Scott dan Emelie, dua rekan model di Aussie yang juga ingin berlibur. Vanilla mengajak Melody, sahabatnya sejak kuliah sekaligus rekan model Mizar di awal mereka membangun karier saat masih di Bogir. Hasilnya? Liburan yang sangat menyenangkan bagi Vanilla.
Mereka sampai di sisi barat pulau. Vanilla melihat Melody, Rizal, Scott, dan Emmelie sedang bermain-main di tepi pantai. Berkejaran dengan ombak yang berdebur lebih kencang karena pergantian waktu. Sebentar lagi sunset.
"Kata temen-temenku yang pernah ke sini, ini lokasi paling keren kalau mau liat sunset," papar Mizar.
Senyum Vanilla tersungging. Ia percaya itu. Nun jauh di garis horison, ia bisa melihat sang surya yang bulat sempurna mulai tergelincir. Bulat, besar, berwarna merah. Sinarnya yang merambat melalui atmosfer memberi efek semburat jingga yang indah.
Mizar menggandeng tangan Vanilla, mengajaknya mendekat ke bibir pantai. Gadis itu melihat Melody melambaikan tangan ke arahnya. Keempat temannya sedang asik berfoto dengan latar belakang matahari yang nyaris terbenam.
"Aku tadi belum ngasih kamu kado ulang tahun." Mizar merangkul pinggang Vanilla. Berdua mereka menatap matahari, kaki-kaki mereka basah oleh terpaan ombak kecil.
"Kamu bisa ketemu aku pas ultah aja, aku udah seneng banget!" tutur Vanilla sungguh-sunguh. Senyumnya mengembang ceria. Ia merapikan anak rambutnya yang tertiup angin.
"Serius, kamu nggak mau kado?" lirik Mizar tak percaya.
Tawa Vanilla berderai, memamerkan lesung pipit yang membuatnya semakin cantik. Ia tidak mengharapkan apa-apa lagi. Mizar sudah membuatnya bahagia selama 2 hari ini. Oh bukan, Mizar sudah menciptakan dunia yang indah dan manis dalam kehidupan Vanilla.
"Uhuk!" Mizar tiba-tiba terbatuk. Ia memegang dada kirinya, raut wajahnya seketika berubah tampak begitu kesakitan.
Vanilla terkejut. Senyumnya hilang. "Zar, kamu kenapa?" Ia bertanya khawatir.
"Uhuk! Uhuk!" Batuk Mizar semakin kencang, napasnya sesak satu-satu. Lengan kirinya mencengkeram jemari Vanilla erat, sedangkan lengan kanan memegangi dada kiri. Sungguh raut wajahnya seperti sedang menahan rasa sakit yang amat sangat.
"Mizar? Mizar!" Vanilla mengguncang bahu Mizar panik.
Tubuh Mizar merosot jatuh, satu tangannya masih mencengkeram erat lengan Vanilla, seolah gadis itu bisa menopangnya agar tidak terkapar. Ombak berdebur membasahi celananya.
Vanilla panik, ia menjerit memanggil nama Rizal dan Melody. Keempat temannya menoleh terkejut, segera berlari ke arahnya.
"Vanilla..." ujar Mizar patah-patah dalam keadaan menunduk sesak napas dan berlutut. Ia mendongak perlahan, menatap raut wajah kekasihnya yang tampak begitu cemas. "Will you marry me?" Mizar membuka sebuah kotak beludru berwarna putih. Sebuah cincin platina terselip di dalamnya.
Perlahan, Mizar melihat perubahan raut wajah Vanilla dari cemas, terkejut, bingung, tak percaya, lalu gemas setengah mati.
"Kamu ngerjain aku, ya?!" pekik Vanilla tak terima.
"Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, Van." Mizar nyengir. Ia jelas baik-baik saja. "Will you marry me? Please, be my wife forever, Vanilla." Ia mengulangi pernyataannya dengan nada suara yang lebih dalam. Dramatis.
Napas Vanilla naik turun tak karuan. Dari yang awalnya panik ketakutan, kini berubah drastis menjadi... menjadi... sangat bahagia! Ya Tuhan, ya Tuhan. Mizar melamarnya! Hatinya menjerit senang. Di tepi pantai, dengan latar belakang langit jingga oleh matahari terbenam. Diiringi hembusan angin dan kicau burung-burung berterbangan. Ia ingin memekik bahagia. Namun, bibirnya hanya mampu bergetar tak sanggup berkata-kata.
"Sayang?"
Senyum Vanilla tersungging dengan gemetar. Ia mengangguk, sebutir air mata turun membasahi pipi. Dilihatnya Mizar tersenyum, menyentuh jemarinya lembut, memasangkan cincin polos di jari manis tangan kiri. Pas sekali.
"Vanii...!" Melody serta merta memeluknya erat. Ia ikut bahagia melihat sahabatnya dilamar dengan cara super romantis di tempat indah seperti ini. Emelie ikut bergabung memberi selamat. Vanilla balas memeluk mereka erat.
Mizar berdiri, tersenyum sumringah karena rencananya berhasil. Rizal menghampiri dan menonjok bahunya pelan.
"Great job, Man!" Scott menepuk punggung Mizar.
Mereka berenam tertawa.

Similar Documents

Free Essay

Test2

...62118 0/nm 1/n1 2/nm 3/nm 4/nm 5/nm 6/nm 7/nm 8/nm 9/nm 1990s 0th/pt 1st/p 1th/tc 2nd/p 2th/tc 3rd/p 3th/tc 4th/pt 5th/pt 6th/pt 7th/pt 8th/pt 9th/pt 0s/pt a A AA AAA Aachen/M aardvark/SM Aaren/M Aarhus/M Aarika/M Aaron/M AB aback abacus/SM abaft Abagael/M Abagail/M abalone/SM abandoner/M abandon/LGDRS abandonment/SM abase/LGDSR abasement/S abaser/M abashed/UY abashment/MS abash/SDLG abate/DSRLG abated/U abatement/MS abater/M abattoir/SM Abba/M Abbe/M abbé/S abbess/SM Abbey/M abbey/MS Abbie/M Abbi/M Abbot/M abbot/MS Abbott/M abbr abbrev abbreviated/UA abbreviates/A abbreviate/XDSNG abbreviating/A abbreviation/M Abbye/M Abby/M ABC/M Abdel/M abdicate/NGDSX abdication/M abdomen/SM abdominal/YS abduct/DGS abduction/SM abductor/SM Abdul/M ab/DY abeam Abelard/M Abel/M Abelson/M Abe/M Aberdeen/M Abernathy/M aberrant/YS aberrational aberration/SM abet/S abetted abetting abettor/SM Abeu/M abeyance/MS abeyant Abey/M abhorred abhorrence/MS abhorrent/Y abhorrer/M abhorring abhor/S abidance/MS abide/JGSR abider/M abiding/Y Abidjan/M Abie/M Abigael/M Abigail/M Abigale/M Abilene/M ability/IMES abjection/MS abjectness/SM abject/SGPDY abjuration/SM abjuratory abjurer/M abjure/ZGSRD ablate/VGNSDX ablation/M ablative/SY ablaze abler/E ables/E ablest able/U abloom ablution/MS Ab/M ABM/S abnegate/NGSDX abnegation/M Abner/M abnormality/SM abnormal/SY aboard ...

Words: 113589 - Pages: 455