PASAR OLIGOPOLI, MODEL KOLUSI DAN KAITANNYA DENGAN PRAKTEK KARTEL
Budi Bowo Laksono
1306357964
PASAR OLIGOPOLI, MODEL KOLUSI DAN KAITANNYA DENGAN PRAKTEK KARTEL
Oligopoli merefer kepada situasi dimana telah ada beberapa perusahaan besar yang ada di industri yang terkait.Tidak ada ukuran pasti mengenai jumlah perusahaan yang termasuk didalam Pasar Oligopoli, namun biasanya terdapat 2-10 perusahaan. Produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut mungkin dapat indektik (Seperti yang menjadi kencenderunagan dari pasar persaingan sempurna) atau terdiferensiasi (seperti didalam pasar monopolistic. Pasar Oligopoli yang dimana hanya terdapat 2 perusahaan disebut duopoly.
Adapun syarat-syarat dari pasar oligopoly yang berlaku secara umum adalah sebagai berikut:
• Terdapat barrier to entry and to exit
Jika suatu perusahaan ingin memasuki suatu industri, semisalnya, perusahaan consumer’s goods ingin memasukkan produk-produknya ke masyarakat, perusahaan tersebut harus bersaing dengan raksasa-raksasa consumer’s goods seperti Unilever, Nestle, dan perusahaan-perusahaan multinational lainnya. Barriers to Exit antara lain terkait dengan regulasi yang mengatur perusahaan-perusahaan tersebut.
• Adanya teknologi spesifik yang dimiliki
Perusahaan-perusahaan oligopoly sering kali mempunyai teknologi-teknologi spesifik yang tidak dimiliki oleh perusahaan-perusahaan lain.
• Ekuitas (modal) yang lebih
Salah satu kelebihan dari perusahaan pelaku oligopoly adalah mereka mempunyai modal dasar yang kuat.
• Brand yang ada susah untuk dilawan
Perusahaan-perusahaan oligopoly mempunyai brand yang sudah tercipta sehingga mereka cenderung mempunyai Market Share yang luas, sebagai contoh, untuk produk minuman soft drink, brand yang terlintas pertama pastilah Coca-Cola. Hal itu terjadi karena Coca-Cola sudah mempunyai Brand Image yang kuat di mata masyarakat.
Oligopoli mungkin merupakan model paling menarik dari struktur pasar, namun dari sudut pandang manager, perusahaan yang merupakan perusahan oligopoly mungkin merupakan perusahaan yang paling sulit untuk dimanage. Alasan paling utama adalah terjadi kesinambungan diantara pelaku oligopoly, sehingga dalam mengambil keputusan, seorang manager harus dapat memperhitungkan dampak dari keputusannya didalam keputusan perusahaan lain didalam industri tersebut.Oleh karena itu, dikarenakan kompleksitas dari pasar oligopoly, maka tidak ada satupun model relevan untuk seluruh aspek pasar oligopoly.
Hal paling krusial didalam pasar oligopoly adalah penentuan harga. Untuk menentukan berapa harga atas produk perusahaannya, maka manager juga harus dapat menentukan dampak dari keputusannya bagi perusahaan lain. Sebagai contoh, ababila manager memutuskan untuk menurunkan harga, dia harus dapat melihat, apakah perusahaan pesaing juga akan menurunkan harga demi menjaga kestabilan harga dan permintaan. Jika perusahaan lain juga menurunkan harga, maka ketika harga diturunkan, perusahaan tersebut tidak akan menjual lebih banyak dibandingkan apabila perusahaan pesaing tidak ikut menurunkan harga. Berikut adalah kurva dari scenario tersebut.
[pic]
Ibaratkan, bahwa perusahaan pada awalnya ingin mencapai point B, lalu menset harga pada P0. Kurva Permintaan D1 berdasarkan asumsi bahwa perusahan saingan akan menandingi perubahan harga yang dilakukan oleh perusahaan, sedangkan Kurva D2 berdasarkan asumsi bahwa perusahaan saingan tidak akan menaikkan harga. Perlu diperhatikan bahwa kurva permintaan akan lebih inelastic apalbila perusahaan lawan juga melakukan perubahan harga. Alasan dari kondisi ini adalah, ketika perusahaan rival juga merespon dengan penurunan harga, maka permintaan atas barang juga hanya meningkat secara sedikit. Sama halnya dengan apabila perusahaan meningkatkan harga jual, perusahaan tersebut juga akan menjual lebih ketika perusahaan rival juga meningkatkan harga, dibandingkan apabila perusahaan rival mempertahankan harganya.
MODEL KOLUSI
Ketika sebuah pasar hanya didominasi oleh beberapa perusahaan, perusahaan tersebut dapat mendapatkan keuntungan atas beban konsumen dalam membeli produk yang diproduksi oleh perusahaan tersebut, dengan cara berkolusi untuk menahan output yang dihasilkan sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dapat menset harga yang lebih besar. Praktek ini dikenal dengan praktek kartel. Model yang dibahas mengenai praktek kartel disebut juga dengan Collusion yang merupakan bagian dari Cournot Model.
[pic]
Point C merujuk kepada Cournot Equilibrium , dimana Point C merupakan pertemuan dari fungsi reaksi dari 2 perusahaan didalam pasar. Equilibrium Profit dari perusahaan 1 digambarkan oleh kurva isoprofit πC1 dan kurva isoprofit πC2 , menggambarkan equilibrium profits dari perusahaan 2. Area berbentuk lensa adalah area dimana output level dari kedua perusahaan menghasilkan profit yang lebih besar dibandingkan yang kedua perusahaan dapatkan didalam Cournot Equilibrium . Sebagai contoh, didalam Point D, setiap perusahaan menghasilkan output yang lebih sedikit namun mendapatkan profit yang lebih besar dikarenakan kurva isoprofit tiap perusahaan pada point D sangat dekat dengan Point monopoli. Sebagai efek, jika setiap perusahaan berkolusi untuk menahan output dari tiap perusahaan, maka mereka dapat menjual dengan harga yang lebih besar, dan mendapatkan profit yang lebih besar. Alasan dari kondisi adalah sebagai berikut, Perusahaan 1 akan mendapatkan profit yang paling tinggi pada point A, dimana point tersebut menunjukkan criteria pasar monopoli. Perusahaan ke 2 juga akan mendapatkan profit yang lebih tinggi pada Point B, yang juga merupakan karakteristik pasar monopoli. Jika setiap perusahaan sepakat untuk menghasilkan output yang setara sesuai dengan output monopoli, maka kedua perusahaan tersebut akan mencapai garis yang menghubungkan point A, dengan Point B, Dengan kata lain, kombinasi dari kedua Point A dan B akan mengmaksimalisasi profit industri bagi kedua perusahaan. Kerjasama antar kedua perusahaan tersebut itulah yang dikenal dengan nama praktek kartel.
Di Indonesia sendiri praktek kartel diawasi ketat oleh Komisi Pengawas Pesaingan Usaha (KPPU). Adapun Undang-Undang yang mengatur praktek kartel di Indonesia, dikaitkan dengan Undang-Undang No 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Didalam Pasal 4 mengenai oligopoly menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi (kartel) apabila pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Salah satu contoh kongkrit praktek kartel di Indonesia sendiri adalah praktek kartel yang dilakukan oleh perusahaan importir kedelai.
“Merujuk pada data KPPU tahun 2007, struktur pasar importansi kedelai bersifat oligopolistic yang diindikasikan sebesar 84,63% pasokan kedelai dilakukan oleh dua pelaku usaha, PT Gerbang Cahaya Utama sebesar 830.761.098 kg dan PT. Cargil Indonesia mengimpor sebanyak 503.426.215 kg kedelai. Kemudian Pada tahun 2008, PT. Gerbang Cahaya Utama dan PT Cargel Indonesia masih merajai impor kedelai. Kedua perusahaan diindikasikan telah memasok 74,66% pasokan kedelai.” (sumber http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50168ce83bcd9/kppu-indikasikan-ada-kartel-kedelai )
Sumber :
1. Buku Managerial Economy and Business Strategy 7th edition, karangan Michael R. Baye, Chapter 9 2. Undang-Undang No 5 Tahun 1999 mengenai larangan praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 3. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50168ce83bcd9/kppu-indikasikan-ada-kartel-kedelai