Penggunaan Teknologi Internet Sebagai Public Sphere Dalam Gerakan Demokratisasi Di Rusia
In:
Submitted By janata Words 3859 Pages 16
NAMA : ERLY JANATANPM: 1106037826MATA KULIAH : DINAMIKAMASYARAKAT INTERNASIONALPASCA SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS INDONESIA | |
-------------------------------------------------
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INTERNET SEBAGAI PUBLIC SPHERE DALAM GERAKAN DEMOKRATISASI DI RUSIA
LATAR BELAKANG
Pada bulan Desember 2011, lebih dari 100.000 orang berkumpul di Sakharov Avenue, Moskow untuk menyuarakan reformasi demokratis di Rusia. Ini merupakan demonstrasi terbesar sejak runtuhnya Uni Soviet sekitar dua dasawarsa lalu. Mereka yang berkumpul dan datang dari berbagai strata sosial ini menyerukan “Russia tanpa Putin”, hal ini dipicu oleh kecurangan yang disinyalir terjadi pada pemilihan parlemen tanggal 4 Desember 2011.
Demonstrasi ini menarik karena gerakan tersebut bukanlah gerakan yang diorganisir oleh partai politik ataupun organisasi masyarakat. Berkumpulnya ratusan ribu demonstran yang umumnya kaum muda berpendidikan dan berasal dari kelas menengah ini diorganisir oleh seorang blogger, yang mengkampanyekan anti korupsi secara online. Alexei Navalny, 35 tahun, adalah seorang aktivis di dunia maya. Ia menggunakan internet sebagai sebuah kekuatan baru dalam menyuarakan kritik terhadap pemerintah Russia.
Sejak terpilihnya Putin untuk kedua kalinya pada tahun 2004 sebagai Presiden Rusia, berbagai praktik dan kebijakan yang ditujukan untuk memastikan posisi dominan diri dan partainya terlihat jelas. Undang-undang pemilihan umum dirubah sedemikian rupa agar mengarah pada bentuk negara dengan satu partai, kompetisi politikpun menjadi gersang. Kecurangan Partai Putin, United Russia, yang dituduh memanipulasi lebih dari 10 juta suara pada pemilihan parlemen Desember 2011 menambah daftar panjang langkah pemerintahan Putin yang mematikan demokrasi di Rusia.
Di tengah kontrol pemerintah terhadap media massa, baik televisi maupun surat kabar, Navalny berhasil menjadikan internet sebagai medium demokratis bagi diskursus politik. Ia menjangkau masyarakat luas melalui situs blog dan website-nya dan menggerakkan mereka untuk melakukan aksi nyata. Awal tahun lalu misalnya, Ia berhasil mengajak para pembaca situs blog dan website-nya mengumpulkan dana guna membayar pengacara untuk menuntut secara hukum (file lawsuit) perusahaan-perusahaan negara yang korup. Hanya dalam waktu dua bulan ia berhasil mengumpulkan $ 230.000 dengan rata-rata donasi kurang dari $10.
PERMASALAHAN
Beranjak dari fenomena di atas, Penulis tertarik untuk menelusuri lebih dalam lagi: “Bagaimana teknologi internet berperan sebagai public sphere dan menjadi sarana untuk melakukan reformasi demokratisasi di Rusia?”. Secara sederhana penulis berargumen bahwa karakter dasar teknologi internet yang terbuka, permisif dan memberikan kekuasaan yang lebih besar pada penggunanya, berpotensi untuk berperan sebagai public sphere. Dengan kata lain, karakteristik teknologi internet pada dasarnya memberi peluang bagi munculnya “ruang dimana masyarakat sebagai warga negara mengartikulasikan pandangannya yang otonom guna mempengaruhi institusi politik dalam sistem masyarakat tersebut”. Adapun public sphere terkait erat dengan demokrasi. Demokrasi yang secara harfiah diartikan sebagai “pemerintahan oleh rakyat” jelas membutuhkan adanya public sphere. Tanpa adanya ruang bagi rakyat untuk mengkomunikasikan berbagai gagasannya maka demokrasi tidak dapat terwujud. Keterlibatan rakyat sebesar-besarnya dalam sistem sosial-politik yang ada hanya dimungkinkan melalui adanya kanal penyaluran bagi perdebatan berbagai gagasan dan kepentingan yang ada.
Untuk itu, tulisan ini akan dimulai dari pembahasan mengenai teknologi internet dan karakternya serta konsep public sphere dan kaitannya dengan demokrasi. Selanjutnya dasar konsep-konsep tersebut digunakan untuk menganalisa bagaimana internet digunakan sebagai public sphere dan pada akhirnya berperan dalam reformasi demokratisasi di Rusia
KERANGKA PEMIKIRAN
Teknologi Internet
Internet pada awalnya merupakan sebuah proyek yang dikembangkan oleh Advanced Research Projects Agency (ARPA), Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Pengembangan proyek ini ditujukan untuk membangun jejaring komputer untuk memfasilitasi arus komunikasi, informasi, dan data antar para peneliti maupun antar komputer utama (mainframe computers) yang pada saat itu belum kompatibel satu sama lain. Beberapa saat setelah berjalannya ARPANET, Oktober 1969, muncullah beberapa jaringan komputer lainnya seperti ALOHA network di Hawaii, Cyclades network di perancis dan NPL network milik National Physical Laboratory, Inggris. Meski seluruh jaringan komputer tersebut bekerja dengan mekanisme teknik packet-switching yang serupa, namun mereka tidak kompatibel dengan sistem ARPANET. Untuk itu dikembangkanlah teknologi guna membentuk internetwork dari beragam network yang ada guna mewujudkan sebuah jejaring yang lebih besar, lebih luas dan bersifat transnasional. Solusi yang kemudian digagas oleh Vinton Cerf dan Robert Kahn adalah sebuah rangkaian protocols yang memungkinkan komputer bertindak sebagai gerbang (gateways) antar berbagai networks.
Pada perkembangnnya, internet tidak lagi sekedar sebuah jaringan komputer (computer network) belaka. Akan lebih tepat jika ia didefinisikan sebagai sebuah jejaring global dari jaringan komputer yang dioperasikan dengan menggunakan Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP). Internet bekerja dengan mengurai data menjadi paket-paket data yang kemudian dikirimkan melalui sistem hingga sampai pada tujuan akhirnya. TCP bertugas untuk mengurai data pada titik transmisi dan menyatukan data pada titik penerimaan, sedangkan IP mengatur pengiriman (addressing) paket data.
Arsitektur dari internetwork ini menjadikannya sebagai sebuah jejaring yang terbuka dan permisif. Artinya, siapapun bisa terhubung dengan jaringan ini selama memiliki komputer yang dapat bertindak sebagai gerbang. Ia juga tidak memilah informasi seperti apa yang dikirimkan. Baik itu surat elektronik, buku elektronik, video, foto, maupun musik bebas menjelajahi internet, karena bagi network kesemuanya adalah paket data semata.
Hal inilah yang membuat karakter internet berbeda dari jaringan komunikasi dan informasi sebelumnya, dimana kontrol terhadap jaringan dipegang oleh pihak tertentu, baik badan pemerintah maupun badan privat. Badan ini biasanya yang menentukan bagaimana jaringan komunikasi dan informasi tersebut digunakan dan konten informasi seperti apa yang dikomunikasikan. Jaringan televisi yang dikuasai oleh negara misalnya, akan digunakan untuk mendukung berbagai program pemerintah dengan konten informasi yang sesuai dengan tujuan tersebut. Begitu juga ketika jaringan tersebut dimiliki oleh sebuah badan privat (pemilik modal), ia akan digunakan untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Adapun dengan teknologi internet, penggunaannya diserahkan pada para pengguna (users) dan para pengembang berbagai aplikasi. Pengguna tidak hanya bersifat pasif, menerima informasi yang disuguhkan, ia bisa menggunakan internet untuk mencari dan mengakses data yang ia inginkan dan bahkan mempublikasikan data dan informasi yang dimilikinya ke khalayak luas. Sedikit banyak internet memberi kekuasaan pada siapapun selama ia bisa terhubung dengan jaringan internet. Pada titik inilah internet memberi peluang bagi individu maupun kelompok yang terpinggirkan, yang berada di luar lingkar kekuasaan ataupun tidak memiliki sumberdaya yang cukup untuk bisa mengimbangi kekuatan ekonomi dan politik yang telah mapan.
Karakter internet yang terbuka, permisif dan bersifat empowering penggunanya juga berkaitan dengan (potensi) fungsi yang dimilikinya. John Naughton memberikan lima (potensi) fungsi internet: 1. Memfasilitasi akses kepada data, informasi dan pengetahuan yang dipublikasi. Sebelumnya, banyak sekali data dan informasi yang meski tidak bersifat rahasia tetapi tidak mudah untuk diakses. Hasil kesepakatan dan perjanjian yang ditandatangani Kepala Negara misalnya, tidak serta merta dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat. Seseorang mungkin perlu mendatangi departemen terkait atau perpustakaan nasional untuk memperolehnya, itupun memakan waktu karena harus menunggu sampai dokumen itu selesai dicetak. Sementara dengan adanya internet, beragam data dan informasi dari badan pemerintah, organisasi, dan institusi yang dipublikasikan melalui World Wide Web (WWW) dapat diakses dengan mudah dan cepat, di manapun dan kapanpun. Internet meningkatkan aksesibilitas terhadap berbagai data, informasi dan pengetahuan. 2. Menurunkan hambatan untuk publikasi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, internet memiliki karakter permisif, siapapun bisa mempublikasikan beragam informasi dalam beragam bentuk: tulisan, video, foto, gambar, maupun musik. Dengan kata lain internet memungkinkan seseorang untuk memotong (by-pass) gatekeepers yang selama ini mengontrol akses media. Hal ini menjadikan pemerintah makin sulit untuk menjaga kerahasiaan ataupun mencegah publikasi dalam lingkup yurisdiksinya. 3. Menjadikan komunikasi cepat dan murah dalam skala global. Dalam hal ini komunikasi tidak hanya bersifat pribadi antar individu (seperti surat elektronik), tetapi juga bisa berbentuk diskusi terbuka mengenai berbagai isu, yang melibatkan banyak individu tanpa harus berada dalam satu waktu dan tempat. 4. Memungkinkan untuk berbagi (sharing) sumber informasi. Hal ini berkaitan dengan mudahnya publikasi dilakukan melalui internet, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Melalui internet, sumber informasi dapat dibagikan dengan mudah ke berbagai pihak yang membutuhkan. Data dan arsip yang telah di-digitalisasi dapat disimpan dalam web untuk kemudian diakses dan digunakan oleh siapapun sesuai dengan izin yang diberikan. 5. Membentuk komunitas virtual. Tidak dipungkiri lagi bahwa internet telah melahirkan berbagai jejaring sosial dalam dunia maya. Melalui berbagai social networking services seperti facebook, twitter, tumblr dan masih banyak lagi, muncullah beragam kelompok sosial yang didasarkan pada kesamaan interest, ide dan gagasan, pandangan, ideologi, dan kesamaan lainnya. Meski terdapat perdebatan apakah komunitas virtual di dunia maya ini dapat disamakan dengan komunitas di dunia nyata namun pada kenyataannya hal ini tidaklah signifikan. Keberadaan komunitas tersebut di dunia maya tidak serta merta menjadikan mereka tidak “nyata”. Telah banyak aksi yang digagas dan digerakkan oleh kelompok-kelompok di dunia maya ini, mulai dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan komunitasnya hingga aksi sosial seperti penggalangan dana dan pengumpulan dukungan dalam bentuk petisi.
“Public Sphere” dan Demokrasi
Public sphere adalah ruang (space) komunikasi berbagai gagasan yang muncul dari masyarakat dan ditujukan pada para pembuat keputusan dalam institusi masyarakat. Ruang komunikasi ini memiliki arti penting dalam organisasi sosio-politik karena dengan memberikan kesempatan bagi warga untuk mengartikulasikan secara bebas pandangannya, ia telah menjadi batu landasan bagi demokrasi. Tanpa adanya public sphere maka partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial politik terhambat dan institusi negara/pemerintah akan kehilangan legitimasinya karena terpisah dari pemberi mandat. Karenanya, hubungan antara public sphere, sebagai ruang pengartikulasian dan pengekspresian pendapat, pandangan, gagasan, dan kepentingan yang beragam, sangatlah erat dengan demokrasi. Public sphere sebagai sumber opini publik diperlukan untuk "legitimate authority in any functioning democracy".
Demokrasi sendiri adalah sebuah konsep yang kini telah menjadi nilai universal. Meski pada tataran aplikasinya terdapat beragam perbedaan, namun sebagai sebuah konsep ia memiliki nilai-nilai dasar yang bersifat universal. Dewasa ini, demokrasi menjadi “mantra” yang dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia, terlepas dari bentuk sistem pemerintahan mereka. Tidak jarang sebuah negara yang dipimpin oleh junta militer misalnya, mendengungkan jargon-jargon demokrasi. Untuk menghindari kesalahpahaman atas sebuah konsep yang pada praktiknya seringkali menimbulkan kebingungan ini, ada baiknya kita menelaah lebih dalam arti dari demokrasi.
Kata “demokrasi” secara etimologi berasal dari kata demos (rakyat/people) dan kratein (memerintah/to govern), sehingga secara harfiah ia berarti “pemerintahan oleh rakyat”. Seringkali definisi dari demokrasi secara populer dipetik dari Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln (1809-1865): “Government of the People, by the People, for the People”. Dari kedua definisi sederhana di atas, terlihat bahwa dalam demokrasi peran rakyat memiliki arti yang sangat penting dan menjadi tema sentral. Rakyat berhak dan seharusnya tahu tentang isu-isu publik, mengawasi bagaimana pemerintahan dijalankan, serta mengekspresikan opini dan kepentingannya. Memberikan suaranya dalam pemilihan juga merupakan salah satu bentuk dari partisipasi rakyat. Selain itu individu warga negara juga bisa berperan melalui keanggotaan aktif di berbagai asosiasi dan organisasi sipil.
Di samping partisipasi aktif masyarakat dalam kehidupan sipil (civic) dan politik, elemen kunci lainnya dari sistem demokrasi adalah: 1. Perlindungan Hak Asasi setiap individu masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah kebebasan individu untuk berpendapat dan menyampaikan pendapatnya, beragama dan menjalankan ajaran agamanya, berserikat dan berkumpul, serta kebebasan dan pluralisme media massa. 2. Sistem politik yang memungkinkan rakyat untuk memilih dan mengganti pemerintahan yang ada melalui pemilihan umum yang bebas dan adil. Berkaitan dengan hal ini adalah hak untuk memilih dan dipilih bagi setiap warga negara, terlepas dari suku, etnis, agama , gender dan status sosialnya. Rakyat merupakan pemegang otoritas tertinggi yang memberikan mandatnya pada pemerintah yang menjalankan roda pemerintahan untuk sementara waktu. 3. Tata pemerintahan yang baik (Good Governance), dimana pemerintah dijalankan berdasarkan kepentingan masyarakat luas dan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Badan peradilan yang independen menegakkan hukum secara adil, tidak berpihak dan konsisten. Hukum perundang-undangan menjadi batas (limits) bagi kekuasaan pemerintah. Segala bentuk penyiksaan, pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan korupsi tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Dari penjabaran mengenai elemen-elemen penting dari demokrasi di atas terlihat bahwa public sphere merupakan salah satu dari pilar yang menopang sistem demokrasi. Partisipasi rakyat untuk ikut serta dalam menentukan jalannya roda pemerintahan, kebebasan untuk menyampaikan dan mengekspresikan pendapat, serta kebebasan dan pluralisme media massa (sebagai salah satu channel untuk menyalurkan aspirasi rakyat) terangkum dalam public sphere. Oleh karena itulah ruang komunikasi dan interaksi publik ini amat signifikan dalam sistem demokrasi.
PEMBAHASAN
Setelah penjabaran tentang karakteristik teknologi internet serta potensinya sebagai “the space of communication of ideas and projects that emerge from society and are addressed to the desicion makers in the institution of society”, serta bagaimana signifikansi keberadaan public sphere untuk mewujudkan demokrasi, maka dalam pembahasan ini penulis akan berupaya untuk menjelaskan bagaimana keterkaitan ketiganya: teknologi internet, public sphere dan demokrasi, dalam kasus Rusia yang telah disinggung sebelumnya.
Untuk itu, pembahasan ini akan dimulai dengan konteks dimana teknologi internet digunakan di Rusia. Penggunaan teknologi internet di negara tersebut sebagai media komunikasi dan informasi tidak lepas dari kondisi Rusia yang tidak demokratis. Kontrol Pemerintah yang ketat terhadap berbagai media massa serta terbatasnya kebebasan pers telah menjadikan absennya public sphere dalam institusi masyarakat. Selanjutnya, pembahasan bergerak pada penjelasan tentang penggunaan internet sebagai arena diskusi publik atau sebagai bentuk public sphere itu sendiri. Pada bagian akhir, penulis akan mengaitkan antara penggunaan internet sebagai public sphere di Rusia dengan gerakan demokratisasi yang terjadi dewasa ini.
Demokrasi di Rusia: Kebebasan Media dan Pers di bawah Kekuasaan Putin
Posisi Vladimir Putin sebagai tokoh yang berkuasa telah dimulai sejak Agustus 1999, yaitu ketika Presiden Rusia saat itu, Boris Yeltsin menunjuknya sebagai Perdana Menteri. Putin menggantikan Sergey Stapashin yang diberhentikan oleh Yeltsin pada hari yang sama. Kemudian pada Desember 1999, Yeltsin secara mengejutkan mengundurkan diri dan sesuai dengan ketentuan konstitusi maka Putin menjadi “Acting President of the Russian Federation”. Putin menjadi pejabat presiden hingga dilaksanakannya pemilihan umum (pemilu) pada 26 Maret 2000, di mana Putin memperoleh kemenangan dengan besar suara 53%. Setelah masa jabatannya sebagai presiden habis di tahun 2004, Putin berhasil dipilih kembali untuk masa jabatan selanjutnya, 2004-2008. Karena adanya batasan masa jabatan, maka Putin tidak dapat dipilih kembali sebagai presiden untuk periode 2008-2012, namun dominasinya sebagai pemimpin Rusia tetap dipertahankan dengan dipilihnya Putin sebagai Perdana Menteri oleh Dmitri Medvedev, anak asuhnya yang menjabat Presiden. Kini, Putin kembali menjabat sebagai Presiden Rusia untuk ketiga kalinya setelah berhasil memenangkan pemilu pada 4 Maret 2012, dengan besar perolehan suara 63,6%.
Selama pemerintahannya yang cukup panjang tersebut, demokrasi di Rusia telah menjadi perdebatan dan kontroversi. Di satu sisi, Putin selalu menempatkan dirinya sebagai penyokong demokrasi, namun di sisi lain seringkali kebijakannya justru bertentangan dengan demokrasi itu sendiri. Di awal masa jabatannya misalnya, pada musim panas 2000, dalam pidatonya Putin mengatakan "Without truly free media Russian democracy will not survive, and we will not succeed in building a civil society". Namun, pada masa yang sama juga Ia melakukan kampanye menentang para oligarki atau “para pengambil keuntungan dari pasar free-for-all yang diterapkan pada masa Yeltsin”. Kampanye ini pada dasarnya melucuti pengaruh politik yang dimiliki oleh para oligarki Rusia. Salah satunya adalah dengan ditangkapnya pemimpin NTV, Vladimir Gusinsky, dengan tuduhan aktivitas kriminal. Hal ini menjadi kontroversi karena NTV merupakan satu dari tiga stasiun TV politik dengan jangkauan nasional dan Gusinsky juga dikenal kritis terhadap Putin. Selain itu juga ada Boris Berezovsky yang lari ke luar negeri karena dakwaan kriminal. Berezovsky adalah pemilik stasiun TV ORT, yang juga merupakan salah satu stasiun TV politik dengan jangkauan nasional. Praktis, setelah lepasnya kekuasaan kedua oligarki tersebut, Putin menguasai dengan afektif seluruh stasiun TV politik nasional yang ada, karena stasiun TV yang ketiga, RTR, sepenuhnya merupakan stasiun TV yang dikontrol pemerintah. Namun, sekali lagi Putin berdalih bahwa seluruh tindakannya terhadap para oligarki tersebut “completely acceptable and essential for the democratic development of Russia”. Kontrol terhadap media nasional ini tentu memudahkan penggunaan media sebagai alat propaganda pemerintah yang berkuasa, langsung maupun tidak langsung. Pemberitaan sedemikian rupa dibentuk untuk menyokong dan melanggengkan kekuasaan.
Kontrol terhadap media di atas juga dibarengi dengan kontrol pemberitaan yang ketat oleh pemerintahan Putin. Hal ini misalnya dapat dilihat dari pemberitaan berkenaan dengan Perang Checnya II. Pada masa Yeltsin, keberadaan jurnalis untuk meliput perang di Chechnya serta pemberitaannya di TV membuat masyarakat luas dapat mengikuti secara langsung bagaimana kebrutalan perang tersebut terjadi. Hal ini kemudian menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat dan akhirnya perang pun dihentikan. Hal yang sama tidak terjadi pada masa Putin karena pemerintah melakukan sensor terhadap berbagai bentuk pemberitaan berkaitan dengan Perang Chechnya II. Gambar, wawancara dan isi pemberitaan berada di bawah kontrol militer Rusia. Pemerintah Rusia juga terlihat tidak terbuka dalam memberitakan beberapa krisis yang terjadi di Rusia, seperti krisis tenggelamnya kapal selam nuklir Kursk di Laut Barents (12 agustus 2000), krisis Moscow Theatre Hostage (23-26 Oktober 2002), serta krisis Beslan School Hostage (1-3 September 2004). Masyarakat tidak mendapat informasi yang lengkap tentang bagaimana ketiga krisis tersebut terjadi, bagaimana upaya penanggulangan krisis dilakukan oleh pemerintah, hingga jumlah korban yang jatuh.
Kontrol pemerintah Rusia terhadap pemberitaan seperti yang dijelaskan di atas telah menempatkan Rusia relatif di urutan bawah dari daftar Press Freedom Index yang dikeluarkan oleh Reporters Without Borders sejak tahun 2002 lalu. Berikut tabel peringkat Press Freedom Index Rusia dari tahun 2002 hingga 2011-2012: Tahun | Peringkat | 2002 | 121 dari 139 negara | 2003 | 148 dari 166 negara | 2004 | 140 dari 167 negara | 2005 | 138 dari 167 negara | 2006 | 147 dari 168 negara | 2007 | 144 dari 169 negara | 2008 | 141 dari 173 negara | 2009 | 153 dari 175 negara | 2010 | 140 dari 178 negara | 2011-2012 | 142 dari 179 negara |
Dari penjelasan dan data di atas terlihat bagaimana pemerintahan Putin melakukan kontrol baik terhadap kebebasan media maupun kebebasan pers. Upaya pemerintah untuk mengontrol stasiun TV politik nasional serta berbagai sensor yang dilakukan terhadap pemberitaan-pemberitaan yang sifatnya sensitif, seperti perang dan berbagai krisis menjadi cerminan bagaimana kondisi demokrasi di Rusia, hal ini mengingat kedua kebebasan tersebut merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi.
Internet sebagai Public Sphere di Rusia
Di tengah pengekangan dan kontrol yang ketat oleh pemerintah Rusia terhadap media dan pers, praktis rakyat tidak memiliki ruang publik untuk menyuarakan pendapat, pandangan dan gagasannya. Kontrol pemerintah berhasil membungkam kritik, baik itu dengan menyingkirkan mereka yang berani mengkritisi pemerintah, maupun dengan menutup akses terhadap informasi sehingga masyarakat tidak dapat mengetahui bagaimana pemerintah membuat dan mengimplementasikan berbagai kebijakannya. Propaganda pemerintah baik langsung maupun tidak langsung juga semakin mempersempit ruang bagi kritik masyarakat karena propaganda tidak memberikan peluang bagi apapun yang tidak sejalan dengan citra baik pemerintah berkuasa. Singkat kata, masyarakat tidak memiliki akses untuk menyuarakan pendapat, kritik, gagasan maupun kepentingannya terhadap pemerintah.
Absennya public sphere ini merupakan konteks bagi penggunaan teknologi di negara tersebut. Artinya ketika kita menyoroti penggunaan internet sebagai media informasi dan komunikasi di Rusia maka kita perlu menempatkannya dalam konteks yang lebih luas, yakni adanya pengekangan terhadap informasi dan komunikasi oleh pemerintah. Peningkatan penggunaan teknologi internet tidak dapat dipisahkan dari konteks tersebut di atas.
Secara umum, Rusia mengalami peningkatan jumlah pengguna internet setiap tahunnya. Pada tahun 2011, menurut Menteri Komunikasi Rusia Igor Shchegolev, peningkatan tersebut sebesar 5,4% dan menjadikan pengguna internet di Rusia mencapai sekitar 70 juta orang. Sedangkan menurut sumber lain, Internet World Stats., pengguna internet di Rusia pada Juni 2011 sebesar 59.700.000 orang atau 43% dari total populasi. Adapun menurut eMarketer angka tersebut sebesar 62 juta orang atau 45% dari total populasi. Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, Rusia menempati posisi ke-10 dalam jumlah pengguna internet. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan internet di Rusia cukup tinggi dan signifikan karena meliputi hampir setengah dari jumlah populasi negara tersebut.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, peningkatan jumlah penggunaan internet ini tidak terlepas dari kontrol pemerintah terhadap media dan berita. Internet yang relatif terbuka bagi: (1) akses kepada data, informasi dan pengetahuan; (2) publikasi beragam informasi dalam beragam bentuk: tulisan, video, foto, gambar, maupun musik; (3) komunikasi cepat dan murah, baik antar pribadi maupun diskusi terbuka; (4) berbagi (sharing) sumber informasi; dan (5) lahir dan berkembangnya beragam kelompok sosial yang didasarkan pada kesamaan interest, ide dan gagasan, pandangan, ideologi, dan kesamaan lainnya, menjadi pilihan alternatif bagi sebagian masyarakat Rusia. Internet memberikan peluang untuk mengakses hal-hal yang selama ini dikekang oleh pemerintah: informasi, publikasi, dan komunikasi yang terbuka dan terbebas dari kontrol pemerintah.
Namun tentu penggunaan internet sebagai alternatif media informasi dan komunikasi ini tidak serta merta menjadikannya sebagai sebuah public sphere. Untuk itu perlu ditilik lebih jauh lagi bagaimana internet di Rusia digunakan, bukan hanya sekedar media informasi dan komunikasi, tetapi lebih dari itu, sebagai sebuah public sphere. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, public sphere adalah “the space where people come together as citizens and articulate their autonomous views to influence the political institutions of society”. Adapun Jurgen Habermas mendefinisikan konsep tersebut sebagai “a virtual or imaginary community which does not necessarily exist in any identifiable space” di mana ia dibentuk oleh “private people gathered together as a public and articulating the needs of society with the state".
Dengan menggunakan definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa public sphere adalah sebuah: ruang (space) yang sifatnya imajiner, dimana masyarakat berkumpul sebagai warga negara/publik (bukan sebagai individu-individu terpisah), dan mengartikulasikan pandangannya terhadap negara/institusi politik. Berdasarkan pendefinisian ini, penulis akan menganalisa bagaimana internet di Rusia telah berperan sebagai public sphere.
Internet telah bergeser menjadi public sphere ketika ia tidak hanya menjadi ruang publik tetapi juga menjadi tempat bagi masyarakat sebagai warga negara untuk mengartikulasikan pandangan, kritik, serta kepentingannya terhadap negara. Artinya, ketika internet digunakan untuk “generates opinions and attitudes which serve to affirm or challenge--therefore, to guide--the affairs of state”, maka ia telah berperan sebagai public sphere. Peranan internet semacam ini dapat kita lihat dengan jelas di Rusia.
--------------------------------------------
[ 2 ]. “Can this Man Save Russia?” oleh Simon Shuster, TIME Vol. 179, No. 3, January 23, 2012.
[ 3 ]. Ibid.
[ 4 ]. “Can this Man Save Russia?”, Loc. Cit.
[ 5 ]. Manuel Castells, “The New Public Sphere: Global Civil Society, Communication Networks, and Global Governance”, ANNALS, AAPSS, 616, Maret 2008, hal: 78.
[ 6 ]. Paula Becker and Dr. Jean-Aime A. Raveloson, “What is Democracy”, http://library.fes.de/pdf-files/bueros/madagaskar/05860.pdf
[ 7 ]. John Naughton, “Contested Space: The Internet and Global Civil Society” dalam Helmut Anheier, Marlies Glasius, and Mary Kaldor,eds., Global Civil Society 2001, Oxford: Oxford University Press, 2001, hal: 148.
[ 8 ]. Ibid.
[ 9 ]. John Naughton, hal: 150. Loc. Cit.
[ 10 ]. John Naughton, hal: 150. Loc. Cit.
[ 11 ]. Ibid, hal: 151.
[ 12 ]. Ibid, hal: 153.
[ 13 ]. Ibid.
[ 14 ]. Manuel Castells, hal: 78. Loc. Cit.
[ 15 ]. Ibid.
[ 16 ]. Marshall Soules, PhD, “Jurgen Habermas and The Public Sphere”, http://records.viu.ca/~soules/media301/habermas.htm
[ 17 ]. Paula Becker, and Dr. Jean-Aime A. Raveloson, Loc. Cit.
[ 18 ]. “ A short definition of democracy”, http://www.democracy-building.info/definition-democracy.html
[ 19 ]. “What is Democracy?”, http://www.stanford.edu/~ldiamond/iraq/WhaIsDemocracy012004.htm.
[ 20 ]. “What is Democracy?”. Loc. Cit.
[ 21 ]. Ibid.
[ 22 ]. Ibid.
[ 23 ]. Manuel Castells, hal: 78. Loc. Cit.
[ 24 ]. http://www.biography.com/people/vladimir-putin-9448807
[ 25 ]. http://en.wikipedia.org/wiki/Vladimir_Putin
[ 26 ]. http://www.biography.com/people/vladimir-putin-9448807. Op. Cit.
[ 27 ]. http://en.wikipedia.org/wiki/Vladimir_Putin. Loc. Cit.
[ 28 ]. Emy Wangborg, “Russian Media and Democracy under Putin”, 2004, http://www.sras.org/russian_media_and_democracy_under_putin
[ 29 ]. Ibid.
[ 30 ]. Ibid.
[ 31 ]. Ibid.
[ 32 ]. Ibid.
[ 33 ]. Emy Wangborg. Loc. Cit.
[ 34 ]. Ibid.
[ 35 ]. Ibid.
[ 36 ]. Data diperoleh dan diolah dari Press Freedom Index yang dikeluarkan oleh Reporters Without Borders, http://en.rsf.org/spip.php?page=recherche&lang=en&recherche=Press+Freedom+Index
[ 37 ]. “Russian internet users to reach 90 mln in 2013”, http://articles.economictimes.indiatimes.com/2012-01-05/news/30593023_1_internet-users-broadband-internet-access-satellite-internet-services
[ 38 ]. http://www.newmediatrendwatch.com/markets-by-country/10-europe/81-russia
[ 39 ]. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/fields/2153.html#rs
[ 40 ]. Lihat lima (potensi) fungsi internet menurut John Naughton dalam “KERANGKA PEMIKIRAN” di atas.
[ 41 ]. Manuel Castells, hal: 78. Loc. Cit.
[ 42 ]. Marshall Soules, PhD. Loc. Cit.
[ 43 ]. Marshall Soules, PhD. Loc. Cit.