Free Essay

Physics

In:

Submitted By lovebooks
Words 11175
Pages 45
Bab 1 Pendahuluan
Eksistensi neutrino dihipotesakan pertama kali oleh Wolfgang Pauli pada tahun 1930. Hingga saat ini, neutrino merupakan salah satu partikel dasar di alam semesta yang paling banyak menimbulkan perdebatan di kalangan fisikawan. Neutrino bersama elektron (e), muon (µ), dan tau (τ ) disebut lepton. Lepton bersama enam jenis partikel quark adalah pembentuk dasar semua benda di alam semesta. Neutrino pertama kali dideteksi secara eksperimental pada tahun 1956 dalam bentuk anti-partikel dan kemudian diketahui ada tiga rasa (flavor) neutrino, yakni neutrino elektron (νe ), neutrino muon (νµ ), neutrino tau (ντ )[1]. Saat ini diketahui bahwa neutrino muncul pertama kali sekitar 15 milyar tahun yang lalu, segera setelah kelahiran alam semesta. Sejak saat itu, alam semesta terus mengembang, mendingin dan neutrino telah mengembara ke mana-mana. Secara teoritis, neutrino sekarang banyak terdapat pada radiasi latar belakang kosmis[1]. Jadi usaha untuk menyingkap misteri tentang sifat-sifat neutrino penting untuk lebih mengenal perilaku alam semesta. Dalam bidang astrofisika, interaksi neutrino dengan materi termampatkan (dense matter) berperan cukup penting misalnya pada teori pembentukan supernova dan bintang neutron muda yang mendingin[2, 3, 4]. Karena penampang lintang hamburan neutrino-elektron sangat kecil, maka di medium neutrino-neutrino tersebut dapat lewat dengan mudah. Ini menyebabkan tetap terjadinya kejutankejutan dalam pembentukan supernova[2, 5, 6]. Hamburan neutrino dengan nukleon juga penting dalam bidang astrofisika. Tetapi di laboratorium, elektron jelas merupakan partikel target yang paling ba-

1

nyak digunakan[2, 8, 18, 26] karena hamburan neutrino-elektron adalah salah satu dari sedikit kasus yang interaksinya telah diketahui dari model standar dengan meyakinkan dan perhitungan hamburannya tidak melibatkan banyak paramater bebas[2]. Model sederhana yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan efek banyak benda adalah gas elektron dan jika kerapatannya tinggi disebut gas elektron termampatkan. Karena bintang neutron atau supernova merupakan materi termampatkan, maka studi mengenai interaksi neutrino dengan gas elektron termampatkan menjadi relevan. Sejauh ini studi mengenai interaksi neutrino dengan materi termampatkan hanya terfokus pada reaksi arus netral[2],[7]-[11]. Akan tetapi beberapa fenomena seperti masalah neutrino matahari, neutrino atmosfer dan berbagai argumentasi astrofisika dan kosmologi menghendaki penjelasan dengan mengasumsikan neutrino mempunyai sifat di luar model standar seperti neutrino mempunyai massa dan momen magnetik[13]-[15],[25],[28]-[32]. Hasil-hasil eksperimen memberikan batas bawah momen magnetik neutrino µν < 1, 8 × 10−10 µβ [12]-[14]. Di samping itu, ada indikasi neutrino mempunyai jari-jari muatan rata-rata kuadrat sebesar R2 = 10−32 cm−2 [14, 15, 18].

Fakta-fakta tersebut menunjukkan relevansi pengkajian efek elektromagnetik pada interaksi neutrino dengan medium mampat. Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah sebagai berikut. Bab kedua memaparkan dasar teori hamburan neutrino dengan elektron baik di vakum maupun di medium mampat. Bab ketiga, berisi tentang analisa hasil yang diperoleh dari perhitungan. Bab keempat memuat kesimpulan.

2

Bab 2 Interaksi Neutrino Dengan Gas Elektron Termampatkan
Interaksi antara dua partikel dapat dipelajari melalui proses hamburan. Informasi tentang interaksi tersebut dapat dilihat pada matriks transisi hamburan, M. M2 merupakan probabilitas untuk mendapatkan suatu keadaan akhir tertentu setelah berlalunya proses interaksi. Probabilitas interaksi ini berbanding lurus dengan tampang lintang. Tampang lintang merupakan besaran yang dapat langsung diukur secara eksperimen. Model standar minimal yang digunakan untuk menjelaskan tingkah laku neutrino adalah model standar elektro-lemah. Dari model ini diketahui bahwa untuk interaksi νe dengan gas elektron terjadi melalui arus netral dan arus bermuatan. Sedangkan interaksi neutrino flavor lain, νµ dan ντ hanya melalui arus netral. Karena pada model standar neutrino tidak bermassa, hanya neutrino jenis left handed yang diijinkan berinteraksi dengan elektron (gas elektron)[19]. Menurut model standar, neutrino tidak memiliki sifat elektromagnetik pada pendekatan orde rendah. Sifat elektromagnetik neutrino muncul melalui koreksi radiasi yang memberikan ”besaran-besaran elektromagnetik” yang merupakan fungsi massa neutrino. Jika besaran-besaran ini dibandingkan dengan beberapa prediksi dari astrofisika, kosmologi dan model matahari tampak terlalu kecil[12]. Oleh karena itu pendekatan paling sederhana adalah dengan menambahkan suku-suku elektromagnetik pada formulasi hamburan neutrino-elektron secara fenomenologis[12, 14, 18, 27]. Berikut ini akan dilakukan perhitungan tampang lintang differensial interaksi 3

neutrino dengan elektron termampatkan dengan memperhitungkan faktor bentuk elektromagnetik dari neutrino.

2.1

Hamburan Neutrino Dengan Elektron di Vakum

Dalam model standar, untuk momentum transfer yang jauh lebih kecil dari massa W , kontribusi arus netral Z 0 dan arus bermuatan W ± pada matriks transisi M untuk νe left handed dapat ditulis sebagai berikut[18, 26] GF MW = √ [U (k )γµ (1 + γ 5 )U(k)][U (p )Jµ U(p)], 2

(2.1)

U(k) dan U(p) masing-masing adalah spinor neutrino dan elektron dengan arus Jµ = γµ (CV + CA γ 5 ). GF adalah konstanta kopling interaksi lemah. CV dan CA adalah konstanta kopling vektor dan aksial yang bergantung pada sudut Weinberg, θW (sin2 θW ≈ 0, 223), diberikan oleh[2, 11] CV = 2 sin2 θW ± 1/2 dan CA = ±1/2 (tanda + untuk νe , tanda - untuk νµ atau ντ ). Untuk menghitung tampang lintang hamburan neutrino dengan distribusi mu-

atan, kita harus menentukan distribusi sudut dari neutrino yang terhambur dan membandingkannya dengan tampang lintang neutrino dengan partikel titik yang sudah diketahui. Dengan demikian, tampang lintang hamburan partikel dengan distribusi muatan dapat ditulis dalam bentuk[19] dσ = dΩ dσ dΩ |F (q)|2, (2.2)

point

dimana F (q) adalah faktor bentuk yang menggambarkan struktur internal dari materi (dalam hal ini adalah neutrino) dan q adalah momentum transfer antara partikel datang dan target. Sifat elektromagnetik dari neutrino Dirac dapat dideskripsikan dalam bentuk empat faktor bentuk. Matrik elemen untuk arus elektromagnetik antara neutrino untuk keadaan awal U(k) dan akhir U(k )[18]
D EM νj (pj )|Jµ |νiD (pi ) = −eU (k )ΓD (q 2 )U(k), µ

(2.3)

4

dimana ΓD (q 2 ) = f1ν (q 2 )γ α − µ i f2ν (q 2 )σ αβ qβ 2me qαqβ i + g1ν (q 2 ) g αβ − 2 γβ γ 5 − g2ν (q 2 )σ αβ qβ γ 5 . q 2me

(2.4)

Di sini f1ν , g1ν , f2ν , g2ν masing-masing adalah faktor bentuk Dirac, anapol, magnetik, dan listrik dari neutrino, dan q = k − k . yakni ρV (r) = d3 q 2 q V (q 2 )eiq·r . (2π)3 (2.5) Faktor bentuk f1ν dan g1ν berhubungan dengan distribusi muatan neutrino

Secara intuitif, distribusi muatan ini dapat digambarkan sebagai muatan positif yang dikelilingi oleh awan negatif dan membentuk quasi partikel[24]. Dalam batasan statis, faktor bentuk Dirac f1ν dan anapol g1ν berhubungan
2 2 dengan jari-jari muatan vektor and axial vektor RV dan RA melalui[18]

1 f1ν (q 2 ) = a2 q 2 6

1 and g1ν (q 2 ) = b2 q 2 , 6

(2.6)

dimana a dan b masing-masing adalah fungsi dari R. f2ν (0)µβ dan dan momen dipol listrik µe = g2ν (0)µβ (suku ini melanggar simetri Bohr[24, 18]. Selanjutnya persamaan (2.4) dapat ditulis dalam bentuk[18] ΓD (q 2 ) = fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) µ Pµ , 2me (2.7) Untuk q 2 → 0, f2ν dan g2ν mendefinisikan momen magnetik neutrino µν =

muatan dan paritas atau CP violation), dengan µβ = e/2me adalah magneton

dimana fmν = f1ν + (mν /me )f2ν dan P µ = k µ + k µ = 2k µ − q µ . Sehingga matrik elemen untuk interaksi elektromagnetik menjadi MEM = × 4πα [U(p )γµ U(p)] q2 U (k ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) Pµ U(k) . 2me (2.8)

5

Matrik transisi total interaksi neutrino dengan elektron adalah MTOTAL = MW + MEM GF = √ [U(p )γµ (CV + CA γ 5 )U(p)][U (k )γµ (1 + γ 5 )U(k)] 2 4πα [U (p )γµ U(p)] + q2 Pµ × U (k ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) U(k) . (2.9) 2me Probabilitas interaksi
2 2 ∗ ∗ M2 TOTAL = MW + MEM + MW MEM + MEM MW .

(2.10)

Suku pertama adalah kontribusi dari interaksi lemah, yaitu M2 = W GF √ 2
2

Le Lµν(W) . µν ν

(2.11)

Suku kedua merupakan kontribusi dari interaksi elektromagnet, M2 = EM 4πα q2
2

Le Lµν(EM) . µν ν

(2.12)

Suku ketiga dan empat berasal dari kontribusi interferensi, M∗ MEM + M∗ MW = W EM 8GF πα e µν(INT) √ Lµν Lν , q2 2 (2.13)

dengan Le dan Lµν adalah tensor neutrino dan elektron. µν ν Seperti telah disebutkan sebelumnya, tampang lintang berbanding lurus dengan probabilitas interaksi atau dapat ditulis dσ ∝ M2 . silkan dσ ∝ M2 = GF 4πα √ Le Lµν (W) + µν ν q2 2 8GF πα e µν (INT) √ Lµν Lν + . q2 2
2 2

(2.14)

Substitusi persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) pada persamaan (2.14) mengha-

Le Lµν (EM) µν ν (2.15)

Tensor neutrino dan elektron pada persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) juga dapat ditulis dalam bentuk Trace sebagai berikut. 6

Untuk interaksi lemah,
2 Le (W) = CV Tr[(p + me )γµ + (p + me )γν ] / / µν

+ 2CV CA Tr[(p + me )γµ + (p + me )γν γ 5 ] / /
2 + CA Tr[(p + me )γµ γ 5 + (p + me )γν γ 5 ]. / /

(2.16)

Lµν (W) = Tr[(k + mν )γ µ (1 + γ 5 )(k + mν )γ ν (1 + γ 5 )]. / / ν Untuk interaksi elektromagnetik, Le (EM) = Tr[(p + me )γµ + (p + me )γν ], / / µν Pµ 2me .

(2.17)

(2.18)

Lµν (EM) = Tr (k + mν ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) / ν × (k + mν ) fmν γ ν + g1ν γ ν γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) / Untuk interferensi, Le (INT) = CV Tr[(p + me )γµ + (p + me )γν ] / / µν + CA Tr[(p + me )γµ γ 5 + (p + me )γν ], / /

Pν 2me

(2.19)

(2.20)

Lµν (INT) = Tr (k + mν )γ µ (1 + γ 5 )(k + mν ) / / ν × fmν γ ν + g1ν γ ν γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) Pν 2me . (2.21)

Sehingga secara kompak persamaan tensor elektron dan neutrino dapat ditulis sebagai e e µ ν Le = Tr[(p + me )Jµ (p + me )Jν ] dan Lν = Tr[(k + mν )Jν (k + mν )Jν ]. / / / / µν µν e Dimana verteks elektron Jµ adalah,

untuk interaksi lemah untuk interaksi elektromagnetik untuk suku interferensi

: : :

e Jµ = γµ (CV + CA γ 5 ), e Jµ = γ µ , e e Jµ = γµ (CV + CA γ 5 ) dan Jν = γν .

7

µ Sedangkan verteks neutrino Jν adalah,

untuk interaksi lemah untuk interaksi elektromagnetik untuk suku interferensi

: : :

µ Jν = γ µ (1 + γ5 ), P µ Jν = fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) 2me , P ν Jν = fmν γ ν + g1ν γ ν γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) 2me . ν µ

µ Jν = γ µ (1 + γ 5 ) dan

2.2

Hamburan Neutrino Dengan Elektron di Medium Termampatkan

Efek korelasi dari gas elektron ada pada tensor polarisasi Πµν , sehingga perbedaan hamburan neutrino-elektron di vakum dengan di materi mampat adalah[23] Le → ΠIm . Dengan demikian, tampang lintang differensial per volume untuk µν µν hamburan neutrino dengan energi mula-mula Eν dan energi akhir Eν memenuhi persamaan[8] 1 d3 σ V d2 Ω dEν 1 Eν  GF √ = − 16π 2 Eν 2 +

2 2

Lµν ΠIm(W) ν µν

4πα + q2

Lµν ΠIm(EM) ν µν (2.22)

8GF πα µν Im(INT) √ Lν Πµν . q2 2

Tensor polarisasi dapat ditulis sebagai[2] Πµν (q) = −i d4 p e e Tr G(p)Jµ G(p + q)Jν . (2π)4 (2.23)

e e Dimana Jµ dan Jν adalah verteks elektron dan G(p) adalah propagator partikel

target yang bentuk eksplisitnya adalah G(p) = gD (p)(p + me ) + gF (p)(p + me ), / / dengan gD (p)(p + me ) = / iπ / δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)(p + me ), Ep (2.25) (2.24)

merupakan propagator yang bergantung pada kerapatan, yang mengakomodasi efek korelasi gas elektron[20], dan gF (p)(p + me ) = / p2 1 (p + me ) / − m2 + i e 8 (2.26)

yang merupakan propagator fermion standar[20]. Substitusi persamaan (2.24) pada persamaan (2.23) menyebabkan Πµν dapat ditulis dalam dua bagian sebagai berikut, Π1 = µν d4 p π iπ P δ(p0 + q0 − Ep+q ) − 4 2 − m2 (2π) Ep (p + q) 2Ep+q e × δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)Fµν (p, p + q) + (q → −q),

(2.27)

Π2 = µν

d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) (2π)4 2Ep Ep+q × θ(kF − |p + q|)Fµν (p, p + q) + (q → −q), (2.28)

e e dengan Fµν (p, p ± q) = Tr[(p + me )Jµ (p ± q + me )Jν ]. / / /

Persamaan (2.27) dapat diuraikan menjadi Π1 = µν

d4 p P π δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|) 4 (2π) Ep (p + q)2 − m2 e × Fµν (p, p + q) + (q → −q) d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) − (2π)4 2Ep Ep+q × Fµν (p, p + q) + (q → −q). (2.29)

Dengan demikian bagian imajiner dari Πµν menjadi ΠIm = − µν d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) (2π)4 2Ep Ep+q × [θ(kF − |p + q|) − 1]Fµν (p, p + q) + (q → −q). (2.30)

Dari prinsip konservasi arus q µ Fµν = 0 dapat dibuktikan bahwa Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q) (pembuktian lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran A), sehingga bentuk umum dari ΠIm adalah µν ΠIm = − µν iπ 2 d4 p δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|) (2π)4 2Ep Ep+q × δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(|p + q| − kF )Fµν (p, p + q).

(2.31)

Perhitungan lengkap hingga ke persamaan (2.31) dapat dilihat pada lampiran B. 9

e e Dari verteks Jµ dan Jν di atas dan juga persamaan (2.16), (2.18), (2.20), dapat

diketahui bahwa Fµν (p, p+q) untuk interaksi lemah merupakan penjumlahan dari
V V A bagian vektor Fµν , bagian vektor-aksial Fµν−A , dan bagian aksial Fµν . Bentuk

lengkapnya adalah sebagai berikut,
2 V V Fµν (p, p + q)(W) = CV Fµν (p, p + q) + 2CV CA Fµν−A (p, p + q) 2 A + CA Fµν (p, p + q),

(2.32)

dimana
V Fµν (p, p + q) = Tr[(p + me )γµ (p + q + me )γν ], / / /

(2.33)

V Fµν−A (p, p + q) = Tr

1 [(p + me )γµ γ 5 (p + q + me )γν ] / / / 2 1 / / / + Tr [(p + me )γµ (p + q + me )γν γ 5 ], 2

(2.34) (2.35)

A Fµν (p, p + q) = Tr[(p + me )γµ γ 5 (p + q + me )γν γ 5 ]. / / /

V Sedangkan untuk interaksi elektromagnetik, Fµν (p, p + q) hanya terdiri dari Fµν ,

yaitu
V Fµν (p, p + q)(EM) = Fµν (p, p + q)(EM) = Tr[(p + me )γµ (p + q + me )γν ]. (2.36) / / /

Untuk interferensi, Fµν (p, p + q) terdiri dari bagian vektor dan bagian vektoraksial, yaitu
V V Fµν (p, p + q)(INT) = CV Fµν (p, p + q) + CA Fµν−A (p, p + q).

(2.37)

Penyelesaian Trace dari persamaan (2.33), (2.34), (2.35), memberikan
V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p · qgµν ), V Fµν−A (p, p + q) = −4i

(2.38) (2.39) (2.40)

µναβ pα qβ ,

A 2 Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p · qgµν − 2me gµν ).

Perhitungan lebih lengkap dari Trace di atas dapat dilihat pada lampiran C. 10

2.2.1

Polarisasi Vektor, Vektor-Aksial dan Aksial

Jika persamaan (2.32), (2.36), dan (2.37) disubstitusi ke persamaan (2.31) maka akan tampak bahwa untuk masing-masing interaksi, polarisasinya adalah sebagai berikut, untuk interaksi lemah untuk interaksi elektromagnetik untuk suku interferensi : : :
2 ΠIm(W) = CV ΠImV + 2CV CA ΠIm(V−A) µν µν µν 2 + CA ΠImA , µν

ΠIm(EM) = ΠImV , µν µν ΠIm(INT) = CV ΠImV + CA ΠIm(V−A) . µν µν µν

Langkah berikutnya adalah menghitung polarisasi secara eksplisit untuk bagian vektor, vektor-aksial dan aksial. Untuk memudahkan perhitungan tanpa mengurangi keumuman, dipilih kerangka sebagai berikut, q ≡ (q0 , q1 , q2 , q3 ) ≡ (q0 , |q|, 0, 0) dan p ≡ (p0 , p1 , p2 , p3 ) ≡ (E, px , py , pz ) dengan px = |p| cos θ, py = |p| sin θ cos ϕ, pz = |p| sin θ sin ϕ[19]. Maka dari
V F00 = 4(2p0 p0 + p0 q0 + p0 q0 − p · qg00 ) = 4(2E 2 + Eq0 + |p||q|cosθ), V F11 = 4(2|p|2 cos2 θ + Eq0 + |p||q|cosθ), V V F22 = F33 = 4(2|p|2 sin2 θ cos2 ϕ + Eq0 + |p||q| cos θ), V V F10 = F01 = 4(2|p| cos θ + E|q| + |p|q0 cos θ).

persamaan (2.38) akan memberikan

Sedangkan
V V V V V V V V V V F02 = F03 = F12 = F13 = F20 = F21 = F23 = F30 = F31 = F32 = 0.

(2.41)

Dengan demikian, polarisasi vektor dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut,


ImV Πµν = 

Polarisasi vektor terdiri dari dua komponen yang tidak bergantungan, yaitu polarisasi arah longitudinal dan transversal[20] dimana secara umum berlaku 11

  

Π00 Π01 0 0 Π10 Π11 0 0 0 0 Π22 0 0 0 0 Π33



   .(2.42) 

q µ Πµν = 0. Konsekuensinya polarisasi longitudinal dapat ditulis sebagai ΠL = −
2 qµ Π00 |q|2 2 qµ q0 2 1 3 1 (EF − E ∗ ) + (EF − E ∗2 ) + (EF − E ∗3 ) , = 3 4 2π|q| 2 3

(2.43)

dan polarisasi transversal dapat ditulis sebagai ΠT = Π22 = Π33 2 q2 q2 q0 qµ 2 1 (E − E ∗2 ) = m2 + µ 2 + µ (EF − E ∗ ) + e 4π|q| 4|q| 2 2|q| F 2 qµ 3 + (EF − E ∗3 ) . 3|q|

(2.44)

Perhitungan lebih lengkap dari ΠL dan ΠT dapat dilihat pada lampiran D. Setelah diketahui polarisasi longitudinal dan transversal dari bagian vektor, selanjutnya akan dihitung bagian vektor-aksial. Dengan cara yang serupa, dari persamaan (2.39) dapat diperoleh
V Fµν−A (p, p + q) = 4i 1µ0ν (E|q|

− q0 |p| cos θ).

(2.45)

Dari substitusi persamaan (2.45) ke persamaan (2.31) akan memberikan
Im(V−A) Πµν =i αµ0ν qα ΠV A

(2.46)

dengan ΠV A =
2 iqµ 2 [(EF − E ∗2 ) + q0 (EF − E ∗ )]. 8π|q|3

(2.47)

Perhitungan lebih detil dari ΠV A dapat dilihat pada lampiran E. Langkah berikutnya adalah menghitung polarisasi aksial. Caranya serupa dengan sebelumnya, yaitu dengan menuliskan persamaan (2.40) sebagai berikut,
A V Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p + q) + gµν FA

dengan FA = −8m2 . e

(2.48)

Jika persamaan (2.48) disubstitusi ke persamaan (2.31), maka akan diperoleh hubungan ΠImA (q) = ΠImV (q) + gµν ΠA µν µν dengan ΠA = 12 i m2 (EF − E ∗ ). 2π|q| e (2.49)

Dengan demikian polarisasi aksial juga dapat ditulis dalam bentuk polarisasi longitudinal dan transversal, ΠImA (q) = ΠImV (q) + gµν ΠA = ΠImV (q) + ΠA , L L L
ImV ΠImA (q) = ΠImV (q) + gµν ΠA = ΠT (q) − ΠA . T T

(2.50) (2.51)

Sekali lagi perhitungan lebih detilnya diberikan di lampiran F.

2.2.2

Kontraksi Lµν ΠIm ν µν

Setelah seluruh polarisasi bagian vektor, vektor-aksial dan aksial diketahui selanIm jutnya akan dihitung kontraksi Lµν Πµν dengan terlebih dulu menyelesaikan Trace ν

tensor neutrino pada persamaan (2.17), (2.19), (2.21) untuk masing-masing interaksi yaitu, untuk interaksi lemah Lµν (W) = 8[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k · q) − i ν untuk interaksi elektromagnetik
2 2 Lµν (EM) = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν k · q] ν αµβν

kα kβ ],

(2.52)

− 8ifmν g1ν − untuk interferensi
2 f2ν

αµβν

kα kβ (2.53)

+ m2 e

2 g2ν

(k · q)[4k µ k ν − 2(k µ q ν + q µ k ν ) + q µ q ν ],

Lµν (INT) = 4(fmν + g1ν ) ν × [2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k · q) − i αµβν kα kβ ].

(2.54)

dengan k adalah vektor empat momentum dari neutrino awal dan q adalah vektor empat dari momentum transfer, penurunan lengkap perhitungan Trace di atas diberikan pada lampiran G. Selanjutnya dihitung kontraksi Lµν ΠIm untuk bagian vektor, vektor-aksial dan ν µν aksial, yang hasilnya adalah untuk bagian vektor Lµν ΠImV = − ν µν
2 qµ 00 L ΠL + 2LT ΠT |q|

dengan LT =

L22 + L33 , 2

(2.55)

13

untuk bagian vektor-aksial
Im(V−A) 2 Lµν Πµν = −8qµ [2E − q0 ]ΠV A , ν

(2.56)

untuk bagian aksial µν 2 Lµν ΠImA = Lν ΠImV + 8qµ ΠA . ν µν µν

(2.57)

Dimana perhitungan lengkap untuk sampai ke persamaan (2.55), (2.56), (2.57) ada pada lampiran H. Akhirnya total kontraksi diperoleh dengan menjumlahkan kontribusi dari masingmasing interaksi. Sebelumnya akan ditampilkan bentuk kompak dari masingmasing kontribusi, yaitu

µν (a) Kontraksi Lν ΠIm Interaksi Lemah µν

Dengan menggunakan tensor neutrino untuk interaksi lemah [persamaan (2.52)] dan karena polarisasi untuk interaksi lemah dapat ditulis dalam bentuk penjumlahan dari bagian vektor, vektor-aksial dan aksial, maka total kontraksi Lµν ΠIm ν µν dari interaksi lemah adalah
2 Im(V−A) 2 µν Lµν ΠIm(W) = CV Lµν ΠImV + 2CV CA Lµν Πµν + CA Lν ΠImA . ν µν ν µν ν µν

(2.58)

Kemudian dengan menggunakan persamaan (2.55), (2.56), (2.57) bentuk di atas dapat ditulis sebagai
2 Lµν ΠIm(W) = −8qµ (AW R1 + R2 + BW R3 ), ν µν

(2.59)

dengan
2 2 RW1 = (CV + CA )(ΠL + ΠT ), 2 2 RW2 = CV ΠT + CA (ΠT − ΠA ),

RW3 = 2CV CA ΠV A , 1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ , AW = |q|2 BW = 2E − q0 . 14

Lampiran I memuat penurunan lengkapnya.

(b) Kontraksi Lµν ΠIm Interaksi Elektromagnetik ν µν Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interaksi elektromagnetik hanya terdiri dari bagian vektor. Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino [persamaan (2.53)] dan polarisasi elektronnya untuk bagian vektor [persamaan (2.55)], maka µν akan diperoleh total kontraksi Lν ΠIm elektromagnetik, yaitu µν

Lµν ΠIm(EM) = AEM R1 − BEM R2 , ν µν dengan REM1 = ΠL + ΠT , REM2 = ΠT , 1 2 2 2 AW (bqµ − a) + bqµ qµ , 2 1 2 2 bqµ + a qµ , BEM = 2 2 2 a = 4(fmν + g1ν ), f 2 + g2 b = 2ν 2 2ν . me AEM = Penurunan lengkap ada pada lampiran J.

(2.60)

(c) Kontraksi Lµν ΠIm Interferensi µν ν Selanjutnya dengan menggunakan tensor neutrino untuk interferensi [persamaan (2.54)] dan berdasarkan polarisasi elektronnya dapat diperoleh total kontraksi, sebagai µν Im(V−A) Lν ΠIm(INT) = CV Lµν ΠImV + CA Lµν Πµν . µν ν µν ν

(2.61)

Dengan menggunakan persamaan (2.55) dan persamaan (2.56) kontraksi Lµν ΠIm µν ν interferensi dapat ditulis sebagai
2 Lµν ΠIm(INT) = −4qµ a (AIN T R1 + R2 + BIN T R3 ) , ˜ ν µν

(2.62)

15

dengan RINT1 = CV (ΠL + ΠT ), RINT2 = CV ΠT , RINT3 = CA ΠV A , 1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ AINT = AW = , |q|2 BINT = BW = 2E − q0 , a = fmν + g1ν . ˜ Penurunan lengkap dapat dilihat pada lampiran K.

16

Bab 3 Hasil dan Pembahasan
Dengan diketahui kontraksi Lµν ΠIm dari interaksi lemah, interaksi elektromagµν netik dan interferensi maka dapat diperoleh total tampang lintang differensial per volume untuk hamburan quasi-elastik neutrino-elektron dengan gas elektron termampatkan, yaitu 1 d3 σ V d2 Ω dEν = − × +
 

1 Eν 16π 2 Eν GF √ 2
2

Lµν ΠIm(W) ν µν

4πα + q2

2

Lµν ΠIm(EM) ν µν (3.1)

8GF πα µν Im(INT) √ Lν Πµν . q2 2

Parameter yang digunakan adalah sebagai berikut: • Konstanta kopling interaksi lemah, GF = 1, 166 × 10−11 (MeV)−2 . • Konstanta kopling vektor neutrino-elektron, CV = 0, 946. • Konstanta kopling aksial untuk neutrino-elektron, CA = 0, 5. • Konstanta struktur halus α = e2 /4π 1/137. Berikut ini diperlihatkan hasil perhitungan tampang lintang differensial neu-

trino sebagai fungsi dari energi transfer q0 dalam orde 10−9 (MeV-cm)−1 .

3.1

Pengaruh Efek Elektromagnetik Untuk Jangkauan Energi Tertentu

Pada Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 diperlihatkan perbandingan tampang lintang untuk interaksi lemah, elektromagnetik, interferensi dan total dengan variasi mo17

7 Total Weak EM Int 6

5

d3σ/Vd2ΩdE’ν(10-9/MeV-cm)

4

3

2

1

0 0 1 2 3 4 5

q0(MeV)

Gambar 3.1: Perbandingan tampang lintang total, elektromagnetik, interferensi dan lemah (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV)
Total Weak EM Int Total Weak EM Int

100

2500

80 2000

d3σ/Vd2ΩdE’ν(10-9/MeV-cm)

60

d3σ/Vd2ΩdE’ν(10-9/MeV-cm)
0 5 10 15 20

1500

40

1000

20

500

0

0 0 20 40 60 80 100

q0(MeV)

q0(MeV)

Gambar 3.2: Perbandingan tampang lintang total, elektromagnetik, interferensi dan lemah (q1 = 20 MeV, Eν = 40 MeV)

Gambar 3.3: Perbandingan tampang lintang total, elektromagnetik, interferensi dan lemah (q1 = 100 MeV, Eν = 200 MeV)

18

mentum transfer q1 = 5, 20, 200 MeV dan energi neutrino Eν = 10, 40, 200 MeV. Tampang lintang total merupakan penjumlahan kontribusi interaksi lemah, elektromagnetik dan interferensi. Di sini digunakan konstanta momen magnetik neutrino-elektron µν = 10−10 dalam satuan magneton Bohr, µβ = e/2me . Angka ini dipilih karena konsisten dengan eksperimen[12]-[14]. Sedangkan besar jari-jari muatan R2 = 10−32 cm−2 dipilih karena berdasarkan ekstraksi hasil eksperimen Homestake dan Kamiokande prediksinya dalam jangkauan tersebut[14, 15, 18], jika dikonversi ke dalam satuan MeV−1 dimana 1 cm = 5, 07 × 1010 MeV−1 , maka diperoleh R ≈ 5 × 10−6 MeV−1 . Dari ketiga gambar tersebut tampak bahwa tampang lintang sangat sensitif

terhadap perubahan q1 dan Eν . Tabel berikut ini memuat nilai tampang lintang maksimum untuk tiap nilai q1 dan Eν yang dipilih. q1 (MeV) 5 20 100 Eν (MeV) 10 40 200
1 d3 σ [10−9 V d2 Ω dEν

Int. Lemah 5,4 89,40 2389,68

(MeV-cm)−1 ] Int. EM Interferensi Total 0,11 0,73 6,32 0,19 11,63 101,22 2,08 249,66 2641,31

Pada Gambar 3.1 dengan q1 = 5 MeV dan Eν = 10 MeV, tampak bahwa kontribusi efek elektromagnetik cukup signifikan. Sedangkan pada Gambar 3.2 dengan q1 = 20 MeV dan Eν = 40 MeV, kontribusi efek elektromagnetik tidak begitu dominan. Pada Gambar 3.3 dimana q1 = 100 MeV dan Eν = 200 MeV kontribusi interaksi elektromagnetik sangat kecil dibandingkan interaksi lemah. Dapat disimpulkan bahwa interaksi elektromagnetik penting diperhitungkan untuk q1 dan Eν rendah.

3.2

Perbandingan Antara Tampang Lintang Total Untuk Berbagai Variasi µν dan R Dengan Tampang Lintang Interaksi Lemah

Pada Gambar 3.4 dan 3.5 diperlihatkan hasil perhitungan tampang lintang total untuk variasi nilai momen magnetik neutrino µν dan jari-jari muatan, R. 19

18 Weak Total µ=10-9 Total µ=10-10 Total µ=10-11 Total µ=10-12

6 Weak Total R=10-9 Total R=10-10 Total R=10-11 Total R=10-12 5

16

14

12

4

d3σ/Vd2ΩdE’ν(10-9/MeV-cm)

10

d3σ/Vd2ΩdE’ν(10-9/MeV-cm)
0 1 2 3 4 5

3

8

6

2

4 1 2

0

0 0 1 2 3 4 5

q0(MeV)

q0(MeV)

Gambar 3.4: Perbandingan tampang lintang total untuk variasi µν dengan tampang lintang interaksi lemah (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV, kF = 100 MeV)

Gambar 3.5: Perbandingan tampang lintang total untuk variasi R dengan tampang lintang interaksi lemah (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV, kF = 100 MeV)

20

Tampang lintang total ini dibandingkan dengan tampang lintang untuk interaksi lemah. Di sini digunakan q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV dan kF = 100 MeV. Pada Gambar 3.4 tampang lintang dihitung dengan menggunakan µν = 10−9, 10−10 , 10−11 dan 10−12 . Untuk µν = 10−9 , tampak bahwa tampang lintang total sangat jauh berbeda dengan tampang lintang interaksi lemah. Sedangkan untuk µν = 10−10 , 10−11 dan 10−12 tampang lintang total memiliki nilai yang mendekati tampang lintang interaksi lemah. Dapat disimpulkan bahwa kontribusi efek elektromagnetik pada perhitungan tampang lintang hamburan quasi-elastik neutrino dengan materi mampat perlu diperhitungkan jika µν ≥ 10−9 .
−9

Pada Gambar 3.5 tampang lintang total dihitung dengan menggunakan R =

10 , 10−10 , 10−11 dan 10−12 . Di sini ditunjukkan bahwa tampang lintang total tidak memiliki selisih yang besar untuk tiap R yang dipilih. Dengan kata lain, perhitungan tampang lintang total tidak terlalu sensitif terhadap perubahan R. Dari gambar juga tampak bahwa untuk tiap R yang dipilih, dimana R akan memberikan efek pada nilai jauh dari jangkauan prediksi eksperimen (hasil perhitungan tampang lintang total mendekati nilai tampang lintang interaksi lemah). Dapat disimpulkan, efek jari-jari muatan neutrino tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tampang lintang total. Hal ini bisa dibandingkan dengan Gambar 3.2 yang memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara tampang lintang total dan lemah baru muncul jika R ≥ 10−6.

3.3

Perbandingan Antara Tampang Lintang Total dan Tampang Lintang Interaksi Lemah Untuk Berbagai Variasi kF

Pada gambar 3.6 dan 3.7 diperlihatkan tampang lintang interaksi lemah dan total untuk momentum Fermi elektron kF = 25, 50, 75, 100 MeV, dengan q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV, µν = 10−10 dan R = 5 × 10−6 MeV−1 . Untuk tiap kF yang dipilih, terdapat hasil yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Dapat disimpulkan bahwa tampang lintang total dan interaksi lemah sensitif terhadap perubahan kF . Untuk kF kecil, selisih antara tampang lintang total dengan tampang lintang 21

7

kF=100 kF=75 kF=50 kF=25

7

kF=100 kF=75 kF=50 kF=25

6

6

5

5

d3σ/Vd2ΩdE’ν(10-9/MeV-cm)

4

d3σ/Vd2ΩdE’ν(10-9/MeV-cm)
0 1 2 3 4 5

4

3

3

2

2

1

1

0

0 0 1 2 3 4 5

q0(MeV)

q0(Mev)

Gambar 3.6: Perbandingan tampang lintang interaksi lemah untuk berbagai variasi kF (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV)

Gambar 3.7: Perbandingan tampang lintang total untuk berbagai variasi kF (q1 = 5 MeV, Eν = 10 MeV)

22

interaksi lemah tidak terlalu besar. Sebaliknya untuk kF besar, selisih tampang lintang total dengan tampang lintang interaksi lemah cukup besar. Dengan demikian, semakin besar kF maka faktor kontribusi elektromagnetik semakin penting diperhitungkan. Dengan kata lain, semakin mampat medium maka interaksi elektromagnetik menjadi semakin signifikan kontribusinya.

23

Bab 4 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Tampang lintang hamburan quasi-elastik neutrino dalam medium mampat dengan atau tanpa memperhitungkan faktor bentuk elektromagnetik neutrino sangat sensitif terhadap perubahan energi transfer q1 , energi neutrino Eν dan momentum Fermi elektron kF . 2. Tampang lintang hamburan quasi-elastik neutrino dengan memperhitungkan faktor bentuk elektromagnetik neutrino dalam medium mampat sensitif terhadap perubahan momen magnetik neutrino µν tapi tidak terhadap perubahan jari-jari muatan R. 3. Efek elektromagnetik perlu diperhitungkan untuk q1 , Eν dan µν kecil dan untuk kF besar (medium semakin mampat).

24

Lampiran A Pembuktian Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q)
Dari konservasi arus diperoleh q µ Fµν = 0. Misal, diambil Fµν hanya bagian vektor,
V Fµν (p, p + q) = Tr[(p + me )γµ (p + q + me )γν ] / / /

= 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p · qgµν ), maka
V q µ Fµν (p, p + q) = 0,

(A.1)

4q µ (2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p · qgµν ) = 0, 8p · qpν + 4p · qqν + 4q 2 pν − 4qν p · q = 0, 8p · qpν + 4q 2 pν = 0, (A.2) 2p · q = −q 2 → p · q = − q2 2 dan −2 p·q = 1. q2 (A.3)

Jika persamaan (A.3) disubstitusi ke persamaan (A.1), akan diperoleh
V Fµν (p, p + q) = 4 2pµ pν − 2

p·q q2 (pµ qν + pν qµ ) + gµν . q2 2

(A.4)

Sekarang perhatikan
V Fµν (p, p − q) = Tr[(p + me )γµ (p − q + me )γν ] / / /

= 4(2pµ pν − pµ qν − pν qµ + p · qgµν ). 25

(A.5)

Dengan menggunakan cara yang sama akan diperoleh
V q µ Fµν (p, p − q) = 0,

4q µ (2pµ pν − pµ qν − pν qµ + p · qgµν ) = 0, 8p · qpν − 4p · qqν − 4q 2 pν + 4qν p · q = 0, 8p · qpν − 4q 2 pν = 0, (A.6) q2 2 p·q = 1. q2

2p · q = q 2 → p · q =

dan 2

(A.7)

Jika persamaan (A.7) juga disubstitusikan ke persamaan (A.5), maka diperoleh
V Fµν (p, p − q) = 4 2pµ pν − 2

p·q q2 (pµ qν + pν qµ ) + gµν . q2 2

(A.8)

Tampak bahwa persamaan (A.4) identik dengan persamaan (A.8), sehingga dapat disimpulkan bahwa
V V Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q).

Untuk kontribusi yang lain dengan cara yang serupa akan diperoleh hasil yang sama.

26

Lampiran B Penentuan Bentuk Umum ΠIm µν
Diketahui polarisasi adalah Πµν (q) = −i dengan G(p) = GF (p) + GD (p). (B.2) d4 p e e Tr G(p)Jµ G(p + q)Jν . (2π)4 (B.1)

Jika persamaan (B.2) disubstitusi ke persamaan (B.1) maka akan menghasilkan Πµν (q) = −i + d4 p Tr (2π)4 e e e e GF (p)Jµ GF (p + q)Jν + GF (p)Jµ GD (p + q)Jν

e e e e GD (p)Jµ GF (p + q)Jν + GD (p)Jµ GD (p + q)Jν

.

(B.3)

Karena pada perhitungan kami digunakan mean-field (medan rata-rata), maka e e suku GF (p)Jµ GF (p + q)Jν diabaikan, sehingga

Πµν (q) = −i +

d4 p Tr (2π)4

e e e e GF (p)Jµ GD (p + q)Jν + GD (p)Jµ GF (p + q)Jν

e e GD (p)Jµ GD (p + q)Jν

= −i +

d4 p Tr (2π)4

e e e e GF (p)Jµ GD (p + q)Jν + GD (p)Jµ GF (p + q)Jν

1 1 e e e e GD (p)Jµ GD (p + q)Jν + GD (p)Jµ GD (p + q)Jν 2 2 1 d4 p e e e e Tr = −i GD (p)Jµ GD (p + q)Jν + GF (p)Jµ GD (p + q)Jν 4 (2π) 2 + e e e e GD (p)Jµ GD (p + q)Jν + GD (p)Jµ GF (p + q)Jν

.

(B.4)

27

Perhatikan suku pertama dari persamaan (B.4), yaitu = −i d4 p 1 e e e e GD (p)Jµ GD (p + q)Jν + GF (p)Jµ GD (p + q)Jν Tr 4 (2π) 2 . (B.5)

Jika p → p − q, maka akan menjadi = −i d4 p 1 e e e e GD (p − q)Jµ GD (p)Jν + GF (p − q)Jµ GD (p)Jν Tr 4 (2π) 2 . (B.6)

Dengan menggunakan teorema Trace, Tr(γµ γν γργσ ) = Tr(γσ γρ γµ γν ), maka persamaan (B.6) dapat ditulis sebagai = −i d4 p 1 e e e e GD (p)Jµ GD (p − q)Jν + GD (p)Jµ GD (p − q)Jν Tr 4 (2π) 2 . (B.7)

Sehingga persamaan (B.4) menjadi Πµν (q) = − i − i + d4 p 1 e e e e Tr GD (p)Jµ GD (p − q)Jν + GD (p)Jµ GF (p − q)Jν (2π)4 2 1 d4 p e e GD (p)Jµ GD (p + q)Jν Tr 4 (2π) 2 e e GD (p)Jµ GF (p + q)Jν

.

(B.8)

atau dapat juga ditulis sebagai Πµν (q) = − i d4 p 1 e e e e GD (p)Jµ GD (p + q)Jν + GD (p)Jµ GF (p + q)Jν Tr 4 (2π) 2 + [q → −q]. (B.9)

Jika bentuk eksplisit dari propagator GD (p) = gD (p)(p + me ) dan GF (p) = / gF (p)(p + me ) dimasukkan ke persamaan (B.9), maka diperoleh / Πµν (q) = − i + d4 p 1 e e gD (p)(p + me )Jµ gD (p + q)(p + q me )Jν / / / Tr 4 (2π) 2 e e gD (p)(p + me )Jµ gF (p + q)(p + q me )Jν / / /

+ [q → −q],

(B.10)

28

atau Πµν (q) = − i d4 p 1 [gD (p)gD (p + q) + gD (p)gF (p + q)] (2π)4 2

e e × Tr (p + me )Jµ (p + q me )Jν / / /

+ [q → −q]. Sehingga kita dapat menuliskannya sebagai berikut Πµν (q) = −i dengan I(p, p ± q) = dan e e Fµν (p, p ± q) = Tr (p + me )Jµ (p ± q + me )Jν . / / /

(B.11)

d4 p [I(p, p + q)Fµν (p, p + q)] + [q → −q], (2π)4 1 gD (p)gD (p ± q) + gD (p)gF (p ± q), 2

(B.12)

(B.13)

(B.14)

Karena propagator partikel target gD (p) = iπ δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|), Ep dan gF (p) = 1 , p2 − m2 + i e

dengan kF = momentum-4 elektron pada level Fermi, maka persamaan (B.13) dapat disederhanakan sebagai I(p, p ± q) = − π2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 ± q0 Ep±q )θ(kF − |p ± q|) 2Ep Ep±q iπ δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|) + , (B.15) Ep (p ± q)2 − m2 + i e iπ P 1 δ(p0 − Ep±q ). − = 2 +i 2 − m2 − me (p ± q) 2Ep±q e (B.16)

dengan (p ±

q)2

Hal ini mengakibatkan persamaan (B.15) menjadi I(p, p ± q) = − π2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p00 Ep±q )θ(kF − |p ± q|) 2Ep Ep±q iπ + δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|) Ep iπ P δ(p0 ± q0 − Ep±q ) . (B.17) − × 2 − m2 (p ± q) 2Ep±q e 29

Kemudian jika persamaan (B.17) disubstitusikan ke persamaan (B.12), mengakibatkan Πµν dapat ditulis dalam dua bagian yaitu Πµν = Π1 + Π2 , dimana µν µν Π1 = µν d4 p P iπ π − δ(p0 + q0 − Ep+q ) 4 2 − m2 (2π) Ep (p + q) 2Ep+q e × δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)Fµν (p, p + q) + (q → −q),

(B.18)

Π2 = µν

d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) (2π)4 2Ep Ep+q × θ(kF − |p + q|)Fµν (p, p + q) + (q → −q), (B.19)

Persamaan (B.18) masih dapat dipecah menjadi bagian real dan imajiner, yaitu Π1 = ΠRe + ΠIm , dimana µν µν µν ΠRe = µν π2 p d4 p δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)Fµν (p, p + q) 4 (2π) Ep (p + q) − m2 e + (q → −q), (B.20) d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) (2π)4 2Ep Ep+q × Fµν (p, p + q) + (q → −q). (B.21)

ΠIm = − µν

Dengan demikian bagian imajiner total dari vektor polarisasi didapat dengan menjumlahkan persamaan (B.19) dan persamaan (B.21), ΠIm = µν × − × = × = × + × d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF (2π)4 2Ep Ep+q Fµν (p, p + q) + (q → −q) d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF (2π)4 2Ep Ep+q Fµν (p, p + q) + (q → −q) d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF (2π)4 2Ep Ep+q Fµν (p, p + q) + (q → −q), iπ 2 d4 p δ(p0 − Ep )θ(kF (2π)4 2Ep Ep+q Fµν (p, p + q) d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF (2π)4 2Ep Ep+q Fµν (p, p − q) 30 − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(kF − |p + q|) − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q )[θ(kF − |p + q|) − 1] − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q )[θ(kF − |p + q|) − 1] − |p|)δ(p0 + q0 − Ep−q )[θ(kF − |p − q|) − 1] (B.22)

Karena dari prinsip konservasi arus q µ Fµν = 0, mengakibatkan Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p − q) dan dengan mengganti p → p + 2q, maka pada akhirnya diperoleh ΠIm (q) = − µν d4 p iπ 2 δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|) (2π)4 2Ep Ep+q × δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(|p + q| − kF )Fµν (p, p + q).

(B.23)

Persamaan (F.5) adalah bentuk umum dari Im Πµν atau ΠIm . µν

31

Lampiran C
A V V Perhitungan Fµν , Fµν−A, dan Fµν
C.1 Bagian Vektor

Diketahui persamaan
V Fµν (p, p + q) = Tr[(p + me )γµ (p + q + me )γν ]. / / /

(C.1)

Jika diuraikan menjadi
V Fµν (p, p + q) = Tr[γα γµ γβ γν ]pα pβ + Tr[γα γµ γβ γν ]pα q β + me Tr[γα γµ γν ]pα

+ me Tr[γµ γα γν ]pα + me Tr[γµ γα γν ]q α + m2 Tr[γµ γν ]. e Dengan menggunakan teorema Trace Tr[γµ γν ] = Tr[γν γµ ] = 4gµν , Tr[γα γµ γβ γν ] = 4(gαµ gβν + gαν gµβ − gαβ gµν ). Tr γµ · · · γν  = 0.   ganjil (C.2)

 

 

maka diperoleh

V Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p · qgµν ).

(C.3)

C.2

Bagian Vektor-Aksial
1 [(p + me )γµ γ 5 (p + q + me )γν ] / / / 2 32

Diketahui persamaan
V Fµν−A (p, p + q) = Tr

+ Tr

1 [(p + me )γµ (p + q + me )γν γ 5 ] . / / / 2

(C.4)

Dengan menggunakan teorema Trace,
     

Tr γ5 

γµ · · · kurang dari 4γ

= 0,

γµ γ5 = −γ5 γµ , µναβ ,

Tr[γ5 γµ γν γα γβ ] = 4i maka akan diperoleh
V Fµν−A (p, p + q) = −4i

µναβ pα qβ .

(C.5)

C.3

Bagian Aksial

Diketahui persamaan
A / / / Fµν (p, p + q) = Tr[(p + me )γµ γ 5 (p + q + me )γν γ 5 ].

(C.6)

Karena γµ γ 5 (p + q + me )γν γ 5 = γµ γ 5 γ 5 (p + q − me )γν γ 5 = γµ (p + q − me )γν , / / / / / / maka
A Fµν (p, p + q) = Tr[(p + me )γµ (p + q − me )γν ]. / / /

(C.7)

Dengan menggunakan teorema Trace seperti sebelumnya, maka akan diperoleh
A Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p · qgµν − 2m2 gµν ). e

(C.8)

33

Lampiran D Penentuan Polarisasi Vektor Longitudinal dan Transversal
D.1 Polarisasi Longitudinal

Untuk memperoleh persamaan polarisasi longitudinal, maka dilakukan cara berikut. Dengan konservasi arus q µ Πµν = 0, q0 Π00 + |q|Π01 = 0 → Π01 = − q0 Π10 + |q|Π11 = 0 → Π11 = − Karena Π01 = Π10 , maka Π11 = −
2 q0 Π00 . |q|2

q0 Π00 . |q| q0 Π10 . |q|

(D.1)

Dengan menggunakan hubungan ΠL = Π00 − Π11 , maka diperoleh
2 qµ ΠL = − 2 Π00 . |q|

(D.2)

Dengan menggunakan bentuk umum dari ΠIm , maka untuk Π00 diperoleh µν
Im Π00 = −

dp0 d3 p i δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(|p + q| − kF ) (2π)2 8Ep Ep+q × F00 (p, p + q) d3 p i F00 (p, p + q)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) = − (2π)2 8Ep Ep+q (D.3) × θ(|p + q| − kF ) 34

ΠIm = − 00 ×

i |p|EdE 2E 2 + Eq0 + |p| · |q| θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF ) 2π 2Ep Ep+q δ(x − xj ) dx (D.4) |g (x)|xj

dengan |p| · |q| = |p||q| cos θ. Selanjutnya,
2 Ep+q = (|p| + |q|)2 + m2 = |p|2 + 2|p| · |q| + |q|2 + m2 , ν ν

(D.5)

karena g(x) = p0 + q0 − Ep+q = 0, maka Ep+q = E + q0 . Sehingga,
2 2|p| · |q| = Ep+q − |p|2 − |q|2 − m2 ν

= (E + q0 )2 − |p|2 − |q|2 − m2 ν
2 = E 2 + 2Eq0 + q0 − |p|2 − |q|2 − m2 ν 2 2 = 2Eq0 + q0 − |q|2 = 2Eq0 + qµ , 1 2 |p| · |q| = Eq0 + qµ . 2

(D.6)

Selain itu, g(x) = p0 + q0 − Ep+q = p0 + q0 − (|p|2 + 2|p| · |q| + |q|2 + m2 )1/2 e = p0 + q0 − (|p|2 + 2|p||q|x + |q|2 + m2 )1/2 , dengan x = cos θ, e 1 |p||q| g (x) = − (|p|2 + 2|p||q|x + |q|2 + m2 )1/2 2|p||q| = − . (D.7) e 2 Ep+q Jika persamaan (D.6) dan (D.7) disubstitusikan ke persamaan (D.4), maka diperoleh ΠIm = − 00 q2 |p|EdE Ep+q 2E 2 + Eq0 + µ θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF ) − , 2Ep Ep+q 2 |p||q| EF q2 i = dE 2E 2 + Eq0 + µ , 4π|q| E ∗ 2 2 qµ i 2 3 ∗3 2 ∗2 (EF − E ) + q0 (EF − E ) + (EF − E ∗ ) , = − 4π|q| 3 2 2 qµ i q0 2 1 3 = − (EF − E ∗3 ) + (EF − E ∗2 ) + (EF − E ∗ ) . (D.8) 2π|q| 3 2 4 i 2π

Kemudian jika persamaan (D.8) disubstitusi ke persamaan (D.2), maka diperoleh polarisasi longitudinal, ΠL =
2 qµ 1 q0 2 1 3 (EF − E ∗ ) + (EF − E ∗2 ) + (EF − E ∗3 ) . 2π|q|3 4 2 3

(D.9)

35

D.2

Polarisasi Transversal

Sedangkan untuk polarisasi transversal, penyelesaiannya adalah sebagai berikut, ΠT = ΠIm 22 i d3 p F22 (p, p + q)θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(|p + q| − kF ) (2π)2 8Ep Ep+q i |p|EdE = − 2|p|2 sin2 θ cos2 ϕ + Eq0 + |p| · |q| θ(kF − |p|) 2 (2π) 2Ep Ep+q × δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(|p + q| − kF ). (D.10) = − Oleh karena |p|2 − |p|2 cos2 θ + p · q = |p|2 −
2 4 q2 4E 2 + 4Eq0 qµ + qµ − µ, 4|q|2 2 2 4 2 2 2 Eq0 qµ qµ qµ E q0 2 2 − − − , = E − me − |q|2 |q|2 4|q|2 2 2 4 2 2 2 qµ qµ (|q| − q0 ) Eq0 qµ , = E2 − + m2 + + e |q|2 |q|2 4|q|2 2 2 2 2 4 E 2 qµ Eq0 qµ qµ qµ 2 = − , (D.11) + + me + + |q|2 |q|2 4|q|2 2

maka ΠT dapat ditulis sebagai ΠT =
2 2 2 qµ qµ q0 qµ 2 1 (E − E ∗2 ) m2 + + (EF − E ∗ ) + e 4π|q| 4|q|2 2 2|q| F 2 qµ (E 3 − E ∗3 ) . + (D.12) 3|q| F

36

Lampiran E Penentuan Polarisasi Vektor-Aksial
Dari persamaan
V Fµν−A (p, p + q) = 4i αµβν pα qβ ,

(E.1)

maka dapat diperoleh
V Fµν−A (p, p + q) = 4i 1µ0ν (E|q|

− q0 |p| cos θ).

(E.2)

Jika persamaan di atas disubstitusi ke persamaan umum polarisasi maka dapat diperoleh
Im(V−A) Πµν (q) = −

× = × = =

d4 p iπ 2 [4i 1µ0ν (E|q| − q0 |p| cos θ)]δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|) (2π)4 2Ep Ep+q δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(|p + q| − kF ) d3 p i [4i 1µ0ν (E|q| − q0 |p| cos θ)]θ(kF − |p|) − (2π)2 8Ep Ep+q δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(|p + q| − kF ) i EF |p|EdE Ep+q i 1µ0ν − (E|q| − q0 |p| cos θ)θ(kF − |p|) ∗ 2π E 2Ep Ep+q |p||q| 2 iqµ i 1µ0ν |q| (E 2 − E ∗2 ) + q0 (EF − E ∗ ). (E.3) 8π|q|3 F

Im(V−A) Secara umum, persamaan Πµν dapat ditulis sebagai Im(V−A) Πµν (q) = i αµ0ν qα ΠV A ,

(E.4)

dimana ΠV A =
2 iqµ 2 [(EF − E ∗2 ) + q0 (EF − E ∗ )]. 8π|q|3

(E.5)

37

Lampiran F Penentuan Polarisasi Aksial
Persamaan
A 2 Fµν (p, p + q) = 4(2pµ pν + pµ qν + pν qµ − p · qgµν − 2me gµν ).

(F.1)

dapat juga ditulis sebagai
A V Fµν (p, p + q) = Fµν (p, p + q) + gµν FA ,

dengan FA = −8m2 . e

(F.2)

dengan Jika disubstitusi ke persamaan umum polarisasi maka dapat diperoleh ΠIm = µν iπ 2 d4 p δ(p0 − Ep )θ(kF − |p|)δ(p0 + q0 − Ep+q ) (2π)4 2Ep Ep+q V × θ(|p + q| − kF )[Fµν (p, p + q) + gµν FA ],

(F.3)

yang secara umum dapat ditulis sebagai, ΠImA (q) = ΠImV (q) + gµν ΠA , µν µν dengan ΠA = − = i (2π)2 d3 p F A θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF )δ(p0 + q0 − Ep+q ), 8Ep Ep+q µν d3 p m2 δ(p0 + q0 − Ep+q )θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF ), Ep Ep+q e |p|dE 2 Ep+q me θ(kF − |p|)θ(|p + q| − kF ) (F.5) Ep+q |p||q| ΠA = i m2 (EF − E ∗ ). 2π|q| e 38 (F.4)

i 2π i = 2π atau

Dengan demikian polarisasi aksial dapat ditulis dalam bentuk dari polarisasi longitudinal dan transversal: ΠImA (q) = ΠImV (q) + gµν ΠA = ΠImV (q) + ΠA , L L L ΠImA (q) = ΠImV (q) + gµν ΠA = ΠImV (q) − ΠA . T T T (F.6) (F.7)

39

Lampiran G Perhitungan Tensor Neutrino Interaksi Lemah, Elektromagnetik dan Interferensi
G.1 Interaksi Lemah

Lµν (W) = Tr[(k + mν )γ µ (1 + γ 5 )(k + mν )γ ν (1 + γ 5 )], / / ν = Tr[(k + mν )γ µ (k + mν )γ ν ] + Tr[(k + mν )γ µ γ 5 (k + mν )γ ν ] / / / / + Tr[(k + mν )γ µ (k + mν )γ ν γ 5 ] / / + Tr[(k + mν )γ µ γ 5 (k + mν )γ ν γ 5 ]. / / dengan γ µ (k + mν )γ ν γ 5 = γ µ γ 5 (k − mν )γ ν , / / γ µ γ 5 (k + mν )γ ν γ 5 = γ µ γ 5 γ 5 (k − mν )γ ν = γ µ (k − mν )γ ν , / / / maka Lµν (W) = Tr[(k + mν )γ µ (k + mν )γ ν ] / / ν + Tr[(k + mν )γ µ γ 5 (k + mν )γ ν ] / / + Tr[(k + mν )γ µ γ 5 (k − mν )γ ν ] / / + Tr[(k + mν )γ µ (k − mν )γ ν ], / / = 2Tr(γ α γ µ γ β γ ν )kα (kβ − qβ ) + 2Tr(γ α γ µ γ β γ ν γ 5 )kα (kβ − qβ ), = 8[gαµ gβν + gαν gβν − gαβ gµν + i 40 αµβν ](kα kβ

(G.1)

(G.2)

− kα qβ ).

(G.3)

Sehingga diperoleh Lµν (W) = 8[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k · q) − i ν αµβν kα kβ ],

(G.4)

G.2

Interaksi Elektromagnetik
/ Lµν (EM) = Tr (k + mν ) fmν γ µ + g1ν γ µ γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) ν × (k + mν ) fmν γ ν + g1ν γ ν γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) / Pµ 2me , (G.5)

Pν 2me

dengan cara yang sama akan diperoleh
2 2 Lµν (EM) = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k · q)] ν

− 8ifmν g1ν −
2 f2ν

αµβν

kα kβ (G.6)

+ m2 e

2 g2ν

(k · q)[4k µ k ν − 2(k µ q ν + q µ k ν ) + q µ q ν ].

G.3

Interferensi
Lµν (INT) = Tr (k + mν )γ µ (1 + γ 5 )(k + mν ) / / ν × fmν γ ν + g1ν γ ν γ 5 − (f2ν + ig2ν γ 5 ) Pν 2me . (G.7)

dengan cara yang sama penyelesaian Tracenya adalah Lµν (INT) = 4(fmν + g1ν )[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k · q) − i ν αµβν kα kβ ]. (G.8)

41

Lampiran H Perhitungan Kontraksi Bagian Vektor, Vektor-Aksial dan Aksial
H.1 Bagian Vektor

Telah diketahui suku-suku yang memberi kontribusi pada polarisasi yaitu Π00 , Π01 , Π10 , Π11 , Π22 , Π33 , dengan demikian kontraksinya adalah Lµν ΠImV = L00 Π00 + L01 Π01 + L10 Π10 + L11 Π11 + L22 Π22 + L33 Π33 ν µν
2 = L00 Π00 + L11 q0 Π00 + 2L10 Π10 + 2L22 Π22 , q2 q2 q2 = L00 Π00 + 02 02 L00 Π00 + 2 02 L00 Π00 + 2L22 Π22 , |q| |q| |q| 4 2 q q = 1 + 04 + 2 02 L00 Π00 + 2L22 Π22 , |q| |q| q2 = LL ΠL + 2LT ΠT = − µ2 L00 ΠL + 2LT ΠT . |q| 2 qµ 00 L ΠL + 2LT ΠT |q|2

(H.1)

Atau dapat ditulis juga sebagai Lµν ΠImV = − ν µν

dengan LT =

L22 + L33 . 2

(H.2)

H.2

Bagian Vektor-Aksial αµ0ν qα ΠV A

Untuk mencari bagian vektor-aksial dari polarisasi interaksi lemah, lihat kembali
Im(V−A) persamaan Πµν =i

pada lampiran E. Oleh karena = i 42
23α0 q α

Π23

Im(V−A)

ΠV A

(H.3)

Π32 maka dapat dilihat bahwa Π23

Im(V−A)

= i

32α0 q

α

ΠV A . Sehingga kontraksinya

(H.4)

Im(V−A)

= −Π32

Im(V−A)

Im(V−A) V−A V−A Lµν Πµν = L23 Π23 + L32 Π32 = (L23 − L32 )ΠV−A . ν

(H.5)

H.3

Bagian Aksial

Selanjutnya, untuk menghitung Lµν ΠImA , harus dicari dulu bagian yang memberi ν µν kontribusi: Lµν ΠImA = L00 Π00 + L01 Π01 + L10 Π10 + L11 Π11 + L22 Π22 + L33 Π33 (H.6) ν µν Dari persamaan
ImV ΠImA (q) = Πµν (q) + gµν ΠA µν

(H.7)

dapat diperoleh ΠImA = ΠImV + g00 ΠA = ΠV + ΠA , 00 00 00 ΠImA = ΠImV + g01 ΠA = ΠV − ΠA , 01 01 01 ΠImA = ΠImV + g10 ΠA = ΠV , 10 10 10 ΠImA = ΠImV + g22 ΠA = ΠV − ΠA , 22 22 22 ΠImA = ΠImV + g33 ΠA = ΠV − ΠA . 33 33 33 Jika disubstitusi ke persamaan (H.6) akan diperoleh
2 Lµν ΠImA = Lµν ΠImV + 8qµ ΠA . µν ν µν ν

(H.8)

43

Lampiran I Perhitungan Kontraksi Interaksi Lemah
Total kontraksi untuk interaksi lemah, sebagai berikut
2 Im(V−A) 2 Lµν ΠIm(W) = CV Lµν ΠImV + 2CV CA Lµν Πµν + CA Lµν ΠImA . ν µν ν µν ν ν µν

(I.1)

I.1

Bagian Vektor
2 qµ 00 L ΠL + 2LT ΠT , |q|2

Telah diketahui persamaan Lµν ΠImV = − ν µν dengan LT = L22 + L33 . 2 (I.2)

Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino interaksi lemah, yaitu Lµν(W) = 8[2k µ k ν − (k µ q ν + k ν q µ ) + g µν (k · q) − i ν maka untuk L00 diketahui sebagai L Selanjutnya, LT = 4[2(k 2 )2 − (k · q)] + 4[2(k 3 )2 − (k · q)], = 8[(k 2 )2 + (k 3 )2 − (k · q)] = 8[|k|2 sin2 θ(cos2 ϕ + sin2 θ) − k · q], = 8[|k|2 sin2 θ − k · q] = 8[|k|2 (1 − cos2 θ) − k · q],
2 2Eq0 − qµ 2 2 = 8 kµ − k0 − 2|q| 00 2 qµ . = 8[2E(E − q0 ) + k · q] = 8 2E(E − q0 ) + 2 αµβν

kα kβ ],

(I.3)

(I.4)



2

2 2Eq0 − qµ q2 − µ  = 8 0 − E 2 − 2 2|q|





2

q2 − µ, 2



44

= −8 E 2 + = −8 = = = = sehingga
2 qµ |q|2

2 2 2 q4 4Eq0 qµ qµ 4E 2 q0 , + µ2 − + 4|q|2 4|q| 4|q|2 2 2 2 |q|2 E 2 |q|2 E 2 q0 qµ − Eq0 + + 2 + , 2 qµ qµ 4 2 2 2 2 2 E 2 (qµ − q0 ) E 2 q0 (q0 + |q|2 ) |q|2 , − Eq0 + + 2 + 2 qµ qµ 4 2

2 qµ −8 2 |q| q2 −8 µ2 |q| q2 −8 µ2 |q| 2 qµ −4 2 |q|

2 q0 |q|2 |q|2 + + , 4 4 2 (q 2 − |q|2 ) |q|2 |q|2 E 2 − Eq0 + µ + + , 4 4 2 2 qµ 2E(E − q0 ) + + |q|2 , 2

E 2 − Eq0 +

2LT = −8

Dengan demikian, kontraksi bagian vektor untuk interaksi lemah, Lµν ΠImV = −8 ν µν =
2 q2 qµ 1 2 1 2 2E(E − q0 ) + qµ ΠL − 8 µ2 2E(E − q0 ) + qµ + |q|2 ΠT , |q|2 2 |q| 2 1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ

2 qµ q2 2E(E − q0 ) + µ + |q|2 . |q|2 2

(I.5)

2 −8qµ

2 = −8qµ

1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ

|q|2 |q|2

ΠL −

2 8qµ

1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ |q|2 + 2 ΠT , |q|2 |q|

2 (ΠL + ΠT ) − 8qµ ΠT .

Sehingga diperoleh

2 2 Lµν ΠImV = −8qµ AW (ΠL + ΠT ) − 8qµ ΠT . ν µν

(I.6)

I.2

Bagian Vektor-Aksial
Im(V−A) V−A V−A V−A Lµν Πµν = L23 Π23 + L32 Π32 = L23 − L32 Π23 . ν

Telah diketahui persamaan (I.7)

Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino untuk interaksi lemah akan didapat L23 = 8[2k 2 k 3 − (k 2 q 3 + k 3 q 2 ) + g 23 (k · q) − i = 8[2k 2 k 3 − i L32 = 8[2k 3 k 2 − i α2β3 α3β2 α2β3

kα kβ ],

kα kβ ], kα kβ ], 45

sehingga
Im(V−A) Lµν Πµν = 8 2k 2 k 3 − i ν α2β3

kα kβ − (2k 3 q 2 − i α3β2 α3β2 α

kα kβ ) ΠV−A , 23

= 8 −i = 8 α2β3 α2β3

kα kβ + i α kα kβ i α3β2 µνα0 q

ΠV A , α 23α0 kα kβ q

ΠV A − 8 σ 23α0 kα kβ q

ΠV A ,

α β α β = −16 gσ gρ − gρ gσ kα kβ q σ Πρ A , V

= −16

23αβ

23σρ kα kβ q

Πρ A V

ρ α β α β = −16 gσ gρ kα kβ q σ ΠV A − gρ gσ kα kβ q σ Πρ A , V

= −16 kσ q σ kρ Πρ A − kρ kσ q σ Πρ A , V V
2 = 16 q0 k · q − Eqµ ΠV A ,

= −16 [k · q (k0 − q0 ) − k0 (kσ − qσ ) q σ ] ΠV A
2 qµ 2 − Eqµ ΠV A 2 2 = 8qµ (q0 − 2E) ΠV A ,

= 16 q0

atau
Im(V−A) 2 Lµν Πµν = −8qµ (2E − q0 ) ΠV A ν

(I.8)

I.3

Bagian Aksial

Telah diketahui
2 Lµν ΠImA = Lµν ΠImV + 8qµ ΠA . ν µν ν µν

(I.9)

I.4 silkan Total Kontraksi Interaksi Lemah

Subsitusi semua persamaan (I.6), (I.8), (I.9) ke persamaan (I.1) akan mengha-

µν 2 2 Lν ΠIm = CV Lµν ΠImV + 2CV CA −8qµ (2E − q0 ) ΠV A µν ν µν 2 + CA 2 Lµν ΠImV + 8qµ ΠA , ν µν

2 2 2 2 2 = (CV + CA ) Lµν ΠImV − 16qµ CV CA (2E − q0 )ΠV A + 8qµ CA ΠA , ν µν

=

2 2 CV + CA

2 2 2 −8qµ AW (ΠL + ΠT ) − 8qµ ΠT − 16qµ CV CA (2E − q0 )ΠV A

46

2 2 + 8qµ CA ΠA , 2 2 2 2 2 2 = −8qµ AW CV + CA (ΠL + ΠT ) − 8qµ (CV + CA )ΠT 2 2 2 − 16qµ CV CA (2E − q0 )ΠV A + 8qµ CA ΠA , 2 2 2 2 2 2 2 = −8qµ AW (CV + CA )(ΠL + ΠT ) − 8qµ CV ΠT − 8qµ CA (ΠT − ΠA ) 2 − 16qµ CV CA (2E − q0 )ΠV A 2 2 2 2 2 = −8qµ [AW (CV + CA )(ΠL + ΠT ) + CV ΠT + CA (ΠT − ΠA )

+ 2CV CA (2E − q0 )ΠV A ]. Akhirnya diperoleh
2 Lµν ΠIm(W) = −8qµ (AW R1 + R2 + BW R3 ), ν µν

(I.10)

dengan
2 2 RW1 = (CV + CA )(ΠL + ΠT ), 2 2 RW2 = CV ΠT + CA (ΠT − ΠA ),

RW3 = 2CV CA ΠV A , 1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ AW = , |q|2 BW = 2E − q0 .

47

Lampiran J Perhitungan Kontraksi Interaksi Elektromagnetik
Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interaksi elektromagnetik hanya terdiri dari kontraksi bagian vektor, yaitu Lµν ΠImV = − ν µν maka akan diperoleh 1 2 2 1 2 2 2 L00 = 2aE 2 − 2aEq0 + aqµ − 2bE 2 qµ + 2bEq0 qµ − bq0 qµ , 2 2 L22 = a 2|k|2 sin2 θ cos2 ϕ − L33 = a 2|k|2 sin2 θ sin2 ϕ − akan diperoleh Lµν ΠImV = ν µν
2 2 2 2 qµ qµ 1 2 qµ 2 qµ + 2aEq0 2 − aqµ 2 + 2bE 2 qµ 2 |q|2 |q| 2 |q| |q| 2 2 1 2 2 qµ 2 qµ − 2bEq0 qµ 2 + bq0 qµ 2 ΠL , |q| 2 |q| 2 4 2 qµ q 1 qµ 2 2 = 2aE 2 − 2aE 2 02 + 2aEq0 2 − a 2 − aqµ − 2bE 2 qµ |q| |q| 2 |q| 2 4 2 1 2 qµ 2 qµ 2 2 qµ (J.5) + 2bE q0 2 − 2bEq0 qµ 2 + bqµ 2 ΠT , |q| |q| 2 |q| 2 q2 qµ − b µ 4|k|2 sin2 θ cos2 ϕ , 2 2 2 q2 qµ − b µ 4|k|2 sin2 θ sin2 ϕ . 2 2 2 qµ 00 L ΠL + 2LT ΠT |q|

dengan LT =

L22 + L33 . 2

(J.1)

Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino interaksi elektromagnetik,

(J.2)

(J.3)

(J.4)

Jika persamaan (J.2), (J.3) dan (J.4) disubsitusi ke persamaan (K.2), maka

−2aE 2

48

atau Lµν ΠImV ν µν
2 qµ 1 2 2 (ΠL + ΠT ) = 2aEq0 − aqµ − 2bEq0 qµ 2 |q|2 q2 2aE 2 2 2 + 2bE 2 µ2 − qµ ΠL + q0 ΠT |q| |q|2 4 1 qµ 2 2 + b 2 q0 ΠL + qµ ΠT 2 |q|

+

2 2 2aE 2 − aqµ − 2bE 2 qµ ΠT ,

2 2 = α (ΠL + ΠT ) + β qµ ΠL + qµ + |q|2 ΠT 2 2 + γ q0 ΠL + q0 − |q|2 ΠT + θΠT , 2 2 = α(ΠL + ΠT ) + βqµ (ΠL + ΠT ) + β|q|2 ΠT + γq0 (ΠL + ΠT )

− γ|q|2 ΠT + θΠT , sehingga Lµν ΠImV = ν µν dengan α+
2 βqµ 2 2 α + βqµ + γq0 (ΠL + ΠT ) + (β − γ)|q|2 + θ ΠT .

(J.6)

+

2 γq0

= + = = = =

1 2 2 2 2aEq0 − aqµ − 2bEq0 qµ + 2bE 2 qµ − 2aE 2 + 2 1 2 2 2 2 2Eq0 (a − bqµ ) + 2E 2 (bqµ − a) − qµ (a − bq0 ) 2
2 2 2 2E(E − q0 )(bqµ − a) − 1 aqµ a − b(qµ + |q|2 ) 2

2 qµ 1 2 2 2aEq0 − aqµ − 2bEq0 qµ + 2 |q|2 4 2 qµ 2aE 2 2 1 qµ 2 qµ + b 2 q0 , 2bE 2 2 − |q| |q|2 2 |q|

2 1 2 2 qµ bq q , 2 0 µ |q|2 2 qµ , |q|2 2 qµ ,

1 2 2 q b|q|2 2 2E(E − q0 ) + 1 aqµ 2 2 (bqµ − a) + 2 µ 2 qµ , |q|2 |q| 1 4 2 2 = AW (bqµ − a)qµ + bqµ . 2

|q|2

(J.7)

Sedangkan (β − γ)|q|2 + θ = 2bE 2
2 qµ 2aE 2 − |q|2 |q|2 4 1 qµ 2 2 − b 2 |q|2 + 2aE 2 − aqµ − 2bE 2 qµ , 2 |q|

49

1 4 2 2 2 = 2bE 2 qµ − 2aE 2 − bqµ + 2aE 2 − aqµ − 2bE 2 qµ , 2 1 4 2 = − bqµ − aqµ . 2 Maka diperoleh Lµν ΠIm(EM) = AEM R1 − BEM R2 , ν µν dengan REM1 = ΠL + ΠT , REM2 = ΠT , 1 2 2 2 AW (bqµ − a) + bqµ qµ , 2 1 2 2 bq + a qµ , BEM = 2 µ 2 2 a = 4(fmν + g1ν ), f 2 + g2 b = 2ν 2 2ν . me AEM =

(J.8)

(J.9)

50

Lampiran K Penghitungan Kontraksi Interferensi
Telah diketahui bahwa kontraksi untuk interferensi terdiri dari kontraksi bagian vektor dan bagian vektor-aksial, yaitu
Im(V−A) Lµν ΠIm(INT) = CV Lµν ΠImV + CA Lµν Πµν . ν µν ν µν ν

(K.1)

K.1

Bagian Vektor
2 qµ 00 = − 2 L ΠL + 2LT ΠT |q|

Untuk bagian vektor Lµν ΠImV ν µν dengan LT = L22 + L33 . 2 (K.2)

Dengan menggunakan persamaan tensor neutrino untuk interferensi didapat L00 = 4(fmν + g1ν )[2k 0 k 0 − (k 0 q 0 + k 0 q 0 ) + g 00 (k · q)], q2 = 4˜ 2E 2 − 2Eq0 + µ . a 2 L22 = 4˜[2k 2 k 2 − 2k 2 q 2 − (−1)(k · q)], a 2 qµ = 4˜ 2|k|2 sin2 θ cos2 ϕ + a , 2 2 qµ 2 2 2 = 4˜ |k| − |k| cos θ + a , 2 4 q2 q2 q2 1 qµ = 4˜ E 2 − E 2 02 + Eq0 µ2 − a + µ . |q| |q| 4 |q|2 2 51

(K.3)

(K.4)

Dengan demikian Lµν ΠImV = −4˜ a ν µν
2 qµ q2 2E(E − q0 ) + µ (ΠL + ΠT ) |q|2 2 2 − 4˜qµ ΠT . a

(K.5)

K.2

Bagian Vektor-Aksial

Untuk bagian vektor-aksial
V−A Im(V−A) Lµν Πµν = L23 − L32 Π23 , ν

(K.6)

dengan menggunakan tensor neutrino untuk interferensi akan diperoleh L23 = 4˜[2k 2 k 3 − (k 2 q 3 + k 3 q 2 ) + g 23 (k · q) − i a = 4˜[2k 2 k 3 − i a a L32 = 4˜[2k 3 k 2 − i sehingga
Im(V−A) Lµν Πµν = 4˜ 2k 2 k 3 − i a ν α2β3 α2β3 α3β2 α2β3

kα kβ ],

kα kβ ], kα kβ ],

kα kβ − (2k 3 k 2 − i α3β2 α3β2 α

V kα kβ ) Π23−A ,

= 4˜ −i a = −8˜ a

α2β3

kα kβ + i σ kα kβ i

µνα0 q

ΠV A

23αβ

23σρ kα kβ q

Πσ A , V

α β = −8˜ gσ gρ − gρ gσ kβ q σ Πσ A , a α β V

= −8˜ kσ q σ kρ Πσ A − kρ kσ q σ Πρ A , a V V
2 = −8˜ q0 k · q − Eqµ ΠV A , a 2 qµ 2 2 − Eqµ ΠV A .

= 8˜ q0 a Sehingga

(K.7)

Im(V−A) Lµν Πµν = −4˜qµ (2E − q0 )ΠV A . a 2 ν

(K.8)

K.3 roleh Total Kontraksi Interferensi

Dengan mensubstitusikan persamaan (K.5) dan (K.8) ke persamaan (K.1) dipe-

2 Lµν ΠIm(INT) = −4qµ a (AIN T R1 + R2 + BIN T R3 ) , ˜ ν µν

(K.9)

52

dengan RINT1 = CV (ΠL + ΠT ), RINT2 = CV ΠT , RINT3 = CA ΠV A , 1 2 2E(E − q0 ) + 2 qµ AINT = AW = , |q|2 BINT = BW = 2E − q0 , a = fmν + g1ν . ˜

53

Daftar Acuan
[1] http://wwwlapp.in2p3.fr/neutrinos/anhistory.html (1999). [2] C.J. Horowitz and K. Wehrberger, Phys. Rev. Lett. 66, 272 (1991). [3] D.Z. Freedman, D.N. Schramm, and D.L Tubbs, Ann. rev. Nucl. Sci. 2 7, 167 (1997). [4] A. Burrows and J.M. Latimer. Astrophys. J307, 178 (1986). [5] S.W. Bruenn, Astrophys. J. Suppl. Ser. 58, 771 (1985). [6] E.S. Myra and S.A. Bludman, Astrophysics. J340, 384 (1989). [7] C.J Horowitz and K. Wehrberger, Phys. Lett. B226, 236 (1992). [8] C.J Horowitz and K. Wehrberger, Nucl. Phys. A531, 665 (1991). [9] S. Reddy, M. Prakash, J.M. Lattimer, Phys. Rev. D58, 13009 (1998). [10] S. Reddy, M. Prakash, J.M. Lattimer, J.A. Pons, Phys. Rev. C59, 2888 (1999). [11] R. Niembro, P. Bernados, M. Lopez-Quele, S. Marcos, Phys. Rev. C64, 055802 (2001). [12] P. Vogel and J. Engel, Phys. Rev. D39, 3378 (1989). [13] W.J. Marciano and Z. Parsa, Annu. Rev. Nucl. Part. Sci. 36, 171 (1986). [14] A.M. Mourao, J. Pulido, J.P. Ralston, Phys. Lett. B 285, 364 (1992). [15] R.C. Allen, et. Al. Phys. Rev. D43, 1 (1991). 54

[16] J.N. Bahcall and H. Bethe, Phys. Rev. Lett. 65, 2233 (1990). [17] L. Wolfenstein, Phys. Rev. D17, 2369 (1978); L. Wolfstein, Phys. Rev. D20, 2365 (1979). [18] B.K. Kerimov, M. Ya Safin and H. Nazih, Izvestiya Akademi Nauk USSR. Fiz. 52, 136 (1998). [19] F. Halzen, A.D. Martin, Quarks and Leptons; an Introductory Course in Modern Particle Physics (John Wiley, New York, 1984). [20] S.A. Chin, Ann. Phys. (N.Y.) 108, 301 (1977). [21] K. Lim and C.J. Horowitz, Nucl. Phys. A501, 729 (1989). [22] M. Prakash, J.M. Lattimer, R.F. Sawyer and R.R. Volkas, Astro-ph/0103095 v1 (2001). [23] H. Kim, J. Piekarewicz, C.J. Horowitz, nucl-th/9412017 v1 (1994). [24] Enrico Nardi,in Particles and Field hep-ph/0212266 v1, (2002). [25] M.B. Voloshin, M.I. Vysotskii, and L.B. Okun, Zh, Eksp. Teor. Fiz. 91, 754 (1986) [Sov. Phys. JETP 64, 446 (1986)]. [26] G.’t Hooft, Physics Letter, Vol. 37B, No.2 (1971). [27] H.P. Simanjuntak and A. Sulaksono, Mod. Phys. Lett. 9A, 2179 (1994); A. Sulaksono and H.P. Simanjuntak, Solar Physics, 151, 205 (1994). [28] J. Morgan, Phys. Lett. B102, 247 (1981); M. Fukugita and S. Yazaki, Phys. Re. D36, 3817 (1987). [29] J. Bernstein et al. Phys. Rev. 132, 1227 (1963); P. Sutherland et al. Phys. Rev. D37, 3817 (1987). [30] J.M. Lattimer and J. Cooperstein, Phys. Rev. Lett. 61, 23 (1988). [31] R. Barbieri and R.N. Mohapatra, Phys. Rev. Lett. 61, 27 (1988). [32] D. Notzold, Phys. Rev. D38, 1658 (1988). 55

Similar Documents

Free Essay

Physics

...Assignment in Physics... 1. Definition of Science, Major branches of science 2. Scientific Method 3. Definition of Physics and its major branches 4. Notable Physicist and their contribution 5. Importance of Physics in our everyday life and in our society. (Write the references) Short bond paper, written or computerized (font: Times New Roman/font size: 12) Reading assign. Measurement Diff. system of measurement fundamentals and derive quantities scientific notation rules in significant figures conversion of units http://www.hep.man.ac.uk/babarph/babarphysics/physicists.html ) I.1 Science The intellectual and practical activity encompassing the systematic study of the structure and behaviour of the physical and natural world through observation and experiment. I.2 The Branches of Science The Physical Sciences * Physics: The study of matter and energy and the interactions between them. Physicists study such subjects as gravity, light, and time. Albert Einstein, a famous physicist, developed the Theory of Relativity. * Chemistry: The science that deals with the composition, properties, reactions, and the structure of matter. The chemist Louis Pasteur, for example, discovered pasteurization, which is the process of heating liquids such as milk and orange juice to kill harmful germs. * Astronomy: The study of the universe beyond the Earth's atmosphere. The Earth Sciences * Geology: The science of the origin, history, and structure...

Words: 1431 - Pages: 6

Free Essay

Physics

...Aristotle was perhaps the first in the Western tradition to look at mechanics in any sort of structured way. A philosopher, rather than physicist, Aristotle thought about the way objects interact with each other, particularly their motions. One of the ideas to come from Aristotle’s work is that objects “like” to remain at rest. This seems rather reasonable put a book on a table and it remains still, push it gently and it will move until you stop. This begs the question, though what happens when we throw ad object? Our hand stops pushing, but the object continues to move. Likewise when we roll a ball we release the ball and it continues to move. Aristotle’s answer was impetus. When an object is moved by another (your hand, for example, throwing a ball), it accrues impetus. When the mover stops acting upon the movee, the impetus it accrued whilst being acted upon is used to continue the motion. Under this model, we would expect objects to exhibit straight-line trajectories rather than the parabolic trajectories we see when we throw an object A second idea of Aristotle’s is that heavier objects fall faster than lighter objects. It does, at first glance, seem rather reasonable but it is, like the idea of impetus, quite easily shown incorrect. The Aristotleans didn’t bother to take observations or do experiments to support their beliefs and most of those that came after them were content to trust Aristotle. Thus for more than 100 years, our understanding of mechanics was fundamentally...

Words: 667 - Pages: 3

Free Essay

Physics

...1. (5) famous physicist in their invention. Denis Papin (22 August 1647 - c. 1712) was a French physicist, mathematician andinventor, best known for his pioneering invention of the steam digester, the forerunner of the steam engine and of the pressure cooker. Thomas Alva Edison (February 11, 1847 – October 18, 1931) was an American inventorand businessman. He developed many devices that greatly influenced life around the world, including the phonograph, the motion picture camera, and a long-lasting, practical electriclight bulb. Dubbed "The Wizard of Menlo Park" by a newspaper reporter, he was one of the first inventors to apply the principles of mass production and large-scale teamwork to the process of invention, and because of that, he is often credited with the creation of the first industrial research laboratory Alexander Graham Bell (March 3, 1847 – August 2, 1922) was an eminent scientist, inventor, engineer and innovator who is credited with inventing the first practical telephone. Many other inventions marked Bell's later life, including groundbreaking work in optical telecommunications, hydrofoils and aeronautics. In 1888, Bell became one of the founding members of the National Geographic Society.[8] He has been described as one of the most influential figures in human history. John Logie Baird FRSE (13 August 1888 – 14 June 1946) was a Scottish engineer and inventor of the world's first practical, publicly demonstrated television system, and also the world's first...

Words: 508 - Pages: 3

Free Essay

Physics

...Statics of Rigid Bodies STATICS OF RIGID BODIES Chapter 1: Introduction Department of Engineering Sciences enter 〉〉 Statics of Rigid Bodies DEFINITION Mechanics • the study of the relationship among forces and their effects on bodies. • the science which describes and predicts the conditions for rest and motion of bodies under the action of forces. • a physical science (for it deals with physical phenomena) Prev Department of Engineering Sciences Jump to… Stop Show Next Statics of Rigid Bodies MECHANICS MECHANICS RIGID BODIES STATICS bodies at rest DYNAMICS bodies in motion DEFORMABLE BODIES INCOMPRESSIBLE FLUIDS COMPRESSIBLE Prev Department of Engineering Sciences Jump to… Stop Show Next Statics of Rigid Bodies What is a FORCE? represents the action of one body on another that tends to change the state or state of motion of a body. may be exerted by actual contact or at a distance (e.g. gravitational and magnetic forces). characterized by its point of application, magnitude and direction. represented by a vector. Prev Department of Engineering Sciences Jump to… Stop Show Next Statics of Rigid Bodies Effects of a FORCE • development of other forces (reactions or internal forces) • deformation of the body • acceleration of the body Applied Force Prev Department of Engineering Sciences Jump to… Stop Show Next Statics of Rigid Bodies Development of other forces ...

Words: 534 - Pages: 3

Premium Essay

Physics: The Physics Of Roller Coasters

...In any amusement park, the roller coaster is usually the most popular ride. It was first built in Russia during the 16th century, ever since then, the roller coaster has been a hit. With the car slowly moving up the everlasting height of the hill, high enough to touch the clouds, and then rushing downwards through many loops and twists, is enough to keep one’s adrenaline pumping. But what is the secret of the roller coaster? How is it possible for it to work this way? The answer is science. Many may not know, but science, specifically physics, has a lot to do with roller coasters. The roller coaster is actually powered by many types of energy: mechanical, potential, and kinetic. Mechanical energy is ‘the energy acquired by the objects upon which work is done.’ (Definition of Mechanical Energy). Potential energy is ‘energy possessed by an object because of its height above the ground’ (Definition of Potential Energy). Kinetic energy is ‘the energy of motion’ (Definition of Kinetic Energy)....

Words: 444 - Pages: 2

Free Essay

Physics

...Discussion #3 For this experiment we measured gravitational acceleration and velocity of a cart getting pushed up a ramp. First we had to make a prediction of how a velocity and acceleration graph would look like with a cart going up the ramp. After that we actually started to do the experiment. We then went to the computer which would help us graph our measurements of each time we did the experiment. It measured velocity, acceleration, and position of the cart each time. We did the experiment about a couple times until we got a good looking graph, then we recorded it on our lab reports and used it for the rest of our remaining results. Before using that, we took a measurement of the angle of the ramp which turned out to be 4.04 degrees. After that, we then took the graphs we did that were on the computer and we used different tools to find out the acceleration and slope of each specific time in the reading the lab report told us to do. From there after we were done, we then waited till the whole class was done and we all wrote down what our readings were for each measurement. Our measurements were; 4.04 degrees for angle A, .63 kg for the mass of the cart, .582 with an uncertainty of .009 for our acceleration from the average slope, .58 with an uncertainty of .009 for th average acceleration from STATS , 1.13 for mass of the cart with added mass, .569 with an uncertainty of .032 for acceleration from average slope with the doubled mass, and finally 8.199 with an uncertainty...

Words: 285 - Pages: 2

Premium Essay

Physics Research

...Galileo was born in Pisa (then part of the Duchy of Florence), Italy in 1564, the first of six children of Vincenzo Galilei, a famous lutenist, composer, and music theorist; and Giulia Ammannati. Galileo was named after an ancestor, Galileo Bonaiuti, a physician, university teacher and politician who lived in Florence from 1370 to 1450. Galileo Galilei  was an Italian physicist, mathematician, astronomer, and philosopher who played a major role in the scientific revolution. Galileo has been called the "father of modern physics Galileo's theoretical and experimental work on the motions of bodies, along with the largely independent work of Kepler and René Descartes, was a precursor of the classical mechanics developed by Sir Isaac Newton. Galileo conducted several experiments with pendulums. It is popularly believed that these began by watching the swings of the bronze chandelier in the cathedral of Pisa, using his pulse as a timer. Later experiments are described in his Two New Sciences. Galileo claimed that a simple pendulum is isochronous, i.e. that its swings always take the same amount of time, independently of the amplitude. In fact, this is only approximately true. Galileo also found that the square of the period varies directly with the length of the pendulum. It is said that at the age of 19, in the cathedral of Pisa, he timed the oscillations of a swinging lamp by means of his pulse beats and found the time for each swing to be the same, no matter what the amplitude...

Words: 734 - Pages: 3

Premium Essay

Math and Physics

...MOST DIFFICULT SUBJECTS FOR HIGHSCHOOL STUDENTS: MATH AND PHYSICS A Term Paper Presented to the Faculty of Saint Joseph's School In Partial Fulfillment of the Requirement in English IV Submitted to: Gemalyn Cantes Submitted by: Jovilyn Bumohya Date of submission: January 5, 2009 iii CONTENTS TITLE PAGE. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii CONTENTS. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii ACKNOWLEDGEMENT. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xii CHAPTER I: THE PROBLEM AND ITS BACKGROUND A. Statement of the Problem. . . . . . . . . . . . . . . . 1 B. Objectives of the Study. . . . . . . . . . . . . . . . . 1 C. Hypothesis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 D. Significance of the Study. . . . . . . . . . . . . . . . 1 E. Scope and Delimitation. . . . . . . . . . . . . . . . . 2 F. Definition of Terms. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 CHAPTER II: MOST DIFFICULT SUBJECTS FOR HIGHSCHOOLSTUDENTS: MATH AND PHYSICS A. Introduction. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 B. Discussion. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 CHPATER III: SUMMARY, CONCLUSION AND RECOMMENDATION A. Summary. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 B. Conclusion. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 C. Recommendation...

Words: 1424 - Pages: 6

Premium Essay

Physics For Dummies

...(2008). John Michell: (1724-1793). Retrieved November 1, 2015, from http://www.relativitybook.com/resources/John_Michell_bio.html Browne, Michael E. (1999). Schaum's outline of theory and problems of physics for engineering and science (Series: Schaum's Outline Series). McGraw-Hill Companies. p. 58. ISBN 978-0-07-008498-8. Holzner, Steven (2005). Physics for Dummies. Wiley, John & Sons, Incorporated. p. 64. ISBN 978-0-7645-5433-9. Koberlein, B. (n.d.). Einstein and Eddington. Retrieved October 24, 2015, from https://briankoberlein.com/2014/05/19/einstein-eddington/ Mastin, L. (2009). Important Dates and Discoveries - The Physics of the Universe. Retrieved October 24, 2015, from http://www.physicsoftheuniverse.com/dates.html Newton's law of universal gravitation. (n.d.). In Wikipedia. Retrieved October 31, 2015, from https://en.wikipedia.org/wiki/Newton's_law_of_universal_gravitation Speed-of-Light. (n.d.). The American Heritage® New Dictionary of Cultural Literacy, Third Edition. Retrieved November 01, 2015, from Dictionary.com website: http://dictionary.reference.com/browse/speed-of-light Stanford's Gravity Probe B confirms two Einstein theories...

Words: 1084 - Pages: 5

Free Essay

Real World Physics

...REAL WORLD PHYSICS Did you know that Physics and Sports cannot be separated? In sports, athletes need to apply the concepts of Physics. But the application of Physics is not just limited to the machineries but also on how people should move the parts of their body. If successfully applied, well it can increase an athlete’s performance. But there are far more reasons why I believe Physics is a spectator of sports: firstly the physics of ice skating or figure skating which was shown in the movie Ice Princes that I recently watched; second, the physics of playing basketball and lastly, the physics of archery. To start off, the movie Ice Princess is the perfect example wherein Physics was applied into sports. Remember Isaac Newton’s first law of motion? Which states: An object at rest stays at rest and an object in motion stays in motion with the same speed and in the same direction unless acted upon by an unbalanced force. (Mckinley, 2000) It is also known as inertia, and the very main reason why ice skaters glide smoothly on ice with the help of friction simply because there is less friction on ice. It is truly amazing on how the girl in the movie successfully applied Physics in figure skating. Another argument I have is, when your playing basketball. Physics is applied and can be seen when basketball players shoot the ball into the ring. As seen in the viral game angry birds, it basically shows and applies the concept of projectile motion wherein before the bird flies, a...

Words: 570 - Pages: 3

Free Essay

Understanding the World of Physics

...UNDERSTANDING PHYSICS – Part 1 MOTION, SOUND & HEAT Isaac Asimov Motion, Sound, and Heat From the ancient Greeks through the Age of Newton, the problems of motion, sound, and heat preoccupied the scientific imagination. These centuries gave birth to the basic concepts from which modern physics has evolved. In this first volume of his celebrated UNDERSTANDING PHYSICS, Isaac Asimov deals with this fascinating, momentous stage of scientific development with an authority and clarity that add further lustre to an eminent reputation. Demanding the minimum of specialised knowledge from his audience, he has produced a work that is the perfect supplement to the student’s formal textbook, as well se offering invaluable illumination to the general reader. ABOUT THE AUTHOR: ISAAC ASIMOV is generally regarded as one of this country's leading writers of science and science fiction. He obtained his Ph.D. in chemistry from Columbia University and was Associate Professor of Bio-chemistry at Boston University School of Medicine. He is the author of over two hundred books, including The Chemicals of Life, The Genetic Code, The Human Body, The Human Brain, and The Wellsprings of Life. The Search for Knowledge From Philosophy to Physics The scholars of ancient Greece were the first we know of to attempt a thoroughgoing investigation of the universe--a systematic gathering of knowledge through the activity of human reason alone. Those who attempted this rationalistic search for understanding...

Words: 259 - Pages: 2

Free Essay

Physics Test Paper

...[pic] |Level 1 Science | |90940 (1.1): Demonstrate understanding of aspects | |of mechanics | Credits: Four You should answer ALL parts of ALL questions in this booklet. If you need more space for any answer, use the page(s) provided at the back of this booklet and clearly number the question. Check that this booklet has pages 2–13 in the correct order and that none of these pages is blank. YOU MUST HAND THIS BOOKLET TO YOUR TEACHER AT THE END OF THE ALLOTTED TIME. |For Assessor’s |Achievement Criteria | | |use only | | | |Achievement |Achievement |Achievement | | |with Merit |with Excellence | |Demonstrate...

Words: 976 - Pages: 4

Free Essay

Physics

...Roger Truong Week 4 Physics Notes Experiment 1 * Rise and fall is pressure in the sound wave makes the flame move * The rise and fall in pressure makes the click sound * The rise and fall in the disturbance to what brings the sound to your ear * The square waves to what makes the flame move and bring the sound to your ear * The air molecules don’t move the disturbance does * For a 0.5 Hz your hear a click and the flame moves and resets * For 100 Hz the flame remains displaced and doesn’t recover * The transition from a click to a tone is between 20 and 50 Hz Reflection * Change in direction of a wave at an interference between two media wave returns into media from which it originated form. Wave Refraction * Change in direction of a wave when it passes from one medium to another caused by the different speeds of a wave * When water moves into different depths Wave Diffraction * Bending waves when they encounter an obstacle Absorption of waves * Reduction of energy in wave consumed by medium which it travels. * The main cause of absorption is Viscosity Interference * Two or more waves form coming together to make up a new wave Resonance * Tendency of a system to oscillate at a large amplitude at certain frequencies * Tendency to magnify a sound * The difference between an acoustic and electric guitar Wave Motion in Space and Time * Wave Motion in Space * Horizontal Axis:...

Words: 323 - Pages: 2

Free Essay

Physics Collisions

...Throughout our previous unit, we described the constant velocity of objects in motion. That laid the basis for this next unit, where we will be studying why and how the object moves the way it does, specifically the "push" or "pull" of force. The heavier cart in a same-direction elastic collision seems to push the lighter cart, which causes an increase in speed for the lighter cart. Although we may have brushed on the surface of movement, this unit will pave the path for further investigation on velocity as well as momentum. According to today's lab, it is possible to measure the mass of the carts and then multiple the mass by the velocity to determine momentum. These two things will be related to almost everything that we will be doing in physics, as how can we study how things move if we don't know how they're...

Words: 279 - Pages: 2

Free Essay

Physics

...Computational Condensed Matter 4 (2015) 32e39 Contents lists available at ScienceDirect Computational Condensed Matter journal homepage: http://ees.elsevier.com/cocom/default.asp Regular article Putting DFT to the trial: First principles pressure dependent analysis on optical properties of cubic perovskite SrZrO3 Ghazanfar Nazir a, b, *, Afaq Ahmad b, Muhammad Farooq Khan a, Saad Tariq b a b Department of Physics and Graphene Research Institute, Sejong University, Seoul 143-747, South Korea Centre of Excellence in Solid State Physics, University of the Punjab, Lahore, Pakistan a r t i c l e i n f o a b s t r a c t Article history: Received 8 July 2015 Received in revised form 21 July 2015 Accepted 27 July 2015 Available online 31 July 2015 Here we report optical properties for cubic phase Strontium Zirconate (SrZrO3) at different pressure values (0, 40, 100, 250 and 350) GPa under density functional theory (DFT) using Perdew-Becke-Johnson (PBE-GGA) as exchange-correlation functional. In this article we first time report all the optical properties for SrZrO3. The real and imaginary dielectric functions has investigated along with reflectivity, energy loss function, optical absorption coefficient, optical conductivity, refractive index and extinction coefficient under hydrostatic pressure. We demonstrated the indirect and direct bandgap behavior of SrZrO3 at (0) GPa and (40, 100, 250 and 350) GPa respectively. In addition, static dielectric...

Words: 5414 - Pages: 22