Free Essay

Basel 2

In:

Submitted By dhanu10
Words 4147
Pages 17
Latar Belakang munculnya Basel II

Basel I mengelompokkan nasabah ke dalam kelompok-kelompok yang menggambarkan tipe kesamaan debitur. Nasabah dengan tipe yang sama akan memiliki persyaratan modal yang sama tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah.

Sejalan dengan banyaknya inovasi keuangan, dan produk-produk yang ada di dunia perbankan semakin berkembang, maka semakin banyak pula risiko risiko yang muncul. Dan risiko-risiko ini tidak diatur dalam Basel I, sehingga dikembangkanlah konsep permodalan dan risiko perbankan yang baru, yang lebih dikenal dengan Basel II.

Tentang Basel II

Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the Basel I. Basel II memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional.

Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada tiga pilar, yakni pilar pertama, perhitungan permodalan yang berbasis risiko; pilar kedua, supervisory review process; dan pilar ketiga, market discipline.

Perbedaan Basel I dan Basel II

[pic]

Pilar-Pilar Basel 2

1. Pilar 1 - Minimum Capital Requirement

Definisi Modal

Dalam Basel II, bank harus menjaga sekurang -kurangnya delapan persen dari modalnya terhadap aset tertimbang menurut risiko. Dalam konteks ini, modal dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:

o Modal Tier 1 yang merupakan modal dasar yaitu saham ditambah saham utama nonkumulatif

ditambah cadangan-cadangan dikurangi goodwill.

o Modal Tier 2 terdiri dari nilai revaluasi aset dan cadangan umum maupun instrumen

modal hybrid dan hutang subordinasi.

Kategori modal ketiga, Modal Tier 3, ditambahkan dalam Amandemen Capital Accord tahun 1996 tetapi hanya digunakan untuk memenuhi proporsi persyaratan modal bank untuk risiko pasar. Kategori tersebut terdiri dari instrumen hutang subordinasi jangka pendek dengan karakteristik khusus. Modal dasar harus memenuhi sekurang-kurangnya 50 persen dari permodalan bank. Diikuti dengan modal Tier 2 yang tidak boleh melebihi 50 persen dari permodalan.

Risiko Kredit

Basel II memungkinkan lembaga keuangan untuk menghitung risiko kredit untuk memenuhi ketentuan permodalan dengan menggunakan salah satu dari dua cara sebagai berikut:

Risiko Kredit ---- Standardised Approach

Berdasarkan standardised approach, bank mengalokasikan satu bobot risiko untuk setiap aset dan pos-pos off-balance sheet yang menghasilkan jumlah keseluruhan aset tertimbang menurut risiko sebagai berikut:

ATMR = Jumlah eksposur x bobot risiko

Alokasi untuk masing-masing bobot risiko didasarkan pada kategori umum dari debitur (pemerintah, bank atau perusahaan), yang selanjutnya diklasifikasikan kembali dengan peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit eksternal. Standardised approach menetapkan bobot risiko berdasarkan perbedaan kenis aset dan menggunakan penilaian kredit eksternal untuk meningkatkan sensitivitas terhadap risiko dibandingkan dengan Accord yang digunakan saat ini. Bobot risiko untuk pemerintah, antar bank dan eksposur perusahaan dibedakan berdasarkan penilaian kredit eksternal.

Contoh Bobot Risiko
Lihat bobot risiko dalam tabel pemerintah, bank dan perusahaan. Bobot risiko 100 persen menghasilkan beban modal sebesar 8% dari nilai eksposur. Hal yang sama, bobot risiko 20% menghasilkan beban modal setara dengan 1,6% (20% x 8%) dari eksposur. Terdapat beberapa bobot risiko lain sesuai dengan perbedaan jenis eksposur. Beberapa kategori bobot risiko yang diterapkan:
Eksposur untuk rumah tinggal yang memenuhi kriteria kehati-hatian yang ketat ditetapkan sebesar 35%;
- Eksposur retail ditetapkan sebesar 75% (pinjaman kepada usaha kecil dan menengah yang memenuhi kriteria tertentu dapat diperlakukan sebagai retail);
- Eksposur properti komersial dengan pengecualian terbatas untuk kondisi tertentu ditetapkan sebesar 100%;
- Eksposur yang berisiko tinggi seperti pinjaman yang telah jatuh tempo ditetapkan sebesar 150%;
- Bagian-bagian sekuritisasi yang berperingkat BB+ and BB- ditetapkan sebesar 350%.

Risiko Kredit ---- IRB Approach
IRB approach mengakui bahwa bank secara umum lebih mengetahui debitur mereka dibandingkan lembaga pemeringkat. Pendekatan ini memungkinkan bank untuk menerapkan diferensiasi yang lebih tepat untuk masing -masing risiko dibandingkan tujuh kelompok risiko (0, 20, 35, 50, 75, 100 dan 150%) yang terdapat dalam standardised approach. Terdapat dua pendekatan dalam IRB, dimana kedua pendekatan tersebut mengacu pada standar pengungkapan dan metodologi yang ketat serta persetujuan pengawas:
- Foundation IRB --- bank menghitung probability of default yang terkait dengan masing - masing debitur dan pengawas menyediakan input lainnya seperti loss given default dan exposure at default.
- Advanced IRB --- selain dari PD, bank menambahkan input lainnya seperti exposure at default, loss given default dan jangka waktu. Persyaratan untuk pendekatan ini lebih ketat

Mitigasi Risiko Kredit
Risiko kredit dari pemberi pinjaman dimitigasi jika debitur memberikan agunan atau pihak ketiga menjamin kewajiban debitur, ketika ba nk membeli proteksi kredit, sebagai contoh melalui derivatif kredit, dan lain-lain. Basel II memberikan pengakuan yang lebih luas terhadap teknik-teknik mitigasi risiko kredit dibandingkan Accord 1988. Basel II memungkinkan bank untuk mengakui agunan-agunan sebagai berikut:
- Kas
- Surat hutang tertentu yang diterbitkan oleh pemerintah, public sector entities, bank, perusahaan dan perusahaan sekuritas
- Sekuritas ekuitas tertentu yang dapat diperdagangkan =- Reksadana tertentu
- Emas
Untuk bank yang menggunakan standardised approach untuk menghitung risiko kredit, Basel II menetapkan dua kemungkinan pendekatan, yaitu:
- Simple approach yang memungkinkan tagihan yang dijamin menerima bobot risiko yang dikenakan kepada instrumen agunan dengan batasan terendah sebesar 20%.
- Comprehensive approach terfokus pada nilai tunai dari agunan. Pendekatan ini menggunakan haircut untuk memperhitungkan volatilitas nilai agunan. Haircut dapat berupa haircut standar yang telah ditetapkan (ditetapkan oleh Basel Committee) atau menggunakan estimasi volatilitas agunan yang disusun oleh bank. Bagi bank yang diizinkan menggunakan peringkat internal mereka, simple approach sebagaimana digambarkan diatas tidak berlaku. Bagi bank-bank yang menggunakan IRB, komponen LGD akan disesuaikan untuk menggambarkan manfaat penggunaan agunan untuk mengurangi kerugian.

Sekuritisasi Aset

Sekuritisasi adalah teknik yang digunakan bank untuk antara lain memindahkan risiko dan mendapatkan likuiditas. Dalam bentuk tradisional, aset bank dimasukkan dlam satu kelompok yang selanjutnya dijual dengan menerbitkan sekuritas yang dijamin dengan kelompok aste tersebut. Dalam Basel II, bank harus menerapkan kerangka sekuritisasi dalam menetapkan kebutuhan modal terhadap eksposur yang berasal dari sekutitisasi tradisional dan sintetis atau struktur yang sama yang memuat fitur-fitur tersebut. Oleh karena sekuritisasi dapat dilakukan dalam berbagai cara, penetapan modal dalam eksposur sekuritisasi harus ditetapkan berdasarkan muatan eksonomis dibandingkan bentuk legalnya. Hal yang sama, pengawas akan lebih menitikberatkan perhatiannya pada muatan ekonomis dari transaksi untuk menetapkan apakah hal tersebut mengacu pada kerangka sekuritisasi dalam kaitannya dengan penetapan kebutuhan permodalan. Dalam sekuritisasi, bank dapat berperan sebagai kreditur asal atau investor dari aset yang disekuritisasi dan peran yang sebebnarnya dari dua ketgori ini sangat bervariasi. Bagaimanapun bentuknya, Basel II menekankan bahwa bank harus mengalokasikan modal terhadap berbagai bentuk sekuritisasi.

Risiko Pasar

Sejak 1 Januari 1998, perbankan dinegara-negara G 10 dipersyaratkan untuk menyediakan modal untuk mengcover risiko pasar (hal ini mengacu pada amandemen risiko pasar dari Basel Accord).
Persyaratan permodalan bank untuk risiko pasar ditetapkan dengan menggunakan dua metode:
Standardised approach mengadopsi apa yang disebut pendekatan ‘‘building bock’’ untuk transaksi yang terkait dengan suku bunga dan instrumen ekuitas yang membedakan persyaratan modal (beban modal) untuk risiko spesifik dari risko pasar yang umum. Internal model approach yang memungkinkan bank menggunakan metode yang dikembangkannya sendiri yang harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif yang ditetapkan Basel Committee dan mengacu pada persetujuan dari otoritas pengawas.

Risiko Operasional
Risiko operasional didefinisikan oleh Basel Committee sebagai ‘‘risiko yang baik langsung maupun tidak langsung berasal dari ketidakmampuan atau kegagalan proses internal, orang-orang dan sistem maupun kejadian-kejadian eksternal’’. Terdapat tiga pendekatan dalam menetapkan beban modal untuk risiko operasional: o Basic Indicator Apparoach menetapkan beban modal untuk risiko operasional sebesar persentase tertentu (disebut ‘‘alpha factor’’) dari gross income yang digunakan sebagai perkiraan terhadap eksposur risiko bank. Dalam pendekatan ini, modal yang harus dialokasikan bank terhadap kerugian yang berasal dari risiko operasional sama dengan persentase tertentu dari rata -rata gross income tahunan selama periode tiga tahun. o Standardised Approach mempersyaratkan suatu institusi untuk memisahkan kegiatannya menjadi delapan lini bisnis standar, sebagai contoh perbankan retail, pembiayaan korporasi, dan lain-lainnya. Beban modal untuk masing -masing lini bisnis dihitung dengan mengalikan gross income untuk masing-masing lini bisnis tersebut dengan suatu angka (disebut ‘‘beta’’) yang ditetapkan untuk masing-masing lini bisnis. Angka beta akan berbeda untuk masing-masing lini bisnis. o Dalam Advanced Measurement Approach, perhitungan kebutuhan modal akan sama dengan pengukuran risiko yang dihasilkan dari sistem pengukuran risiko operasional yang digunakan secara internal oleh bank. Bank harus memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif sebagaimana ditetapkan dalam Basel II dan harus disetujui oleh pengawas. Basel II mempersyaratkan bahwa bank harus menyediakan modal sebesar 8% terhadap aset tertimbang menurut risiko, dihitung sesuai dengan rumusan sebagai berikut [pic]

Sebagai contoh, suatu bank memiliki jumlah ATMR sebesar USD10 miliar, beban modal untuk risiko pasar sebesar USD300 juta dan beban modal untuk risiko operasional sebesar USD100 juta. Kebutuhan modal minimum untuk bank tersebut adalah:
= (USD 10 miliar + 12,5 x (USD300 juta + USD100 juta) x 8% = USD1,2 miliar
Hal ini berarti bank tersebut harus menyediakan modal sekurang -kuranganya USD1,2 miliar. 2. Pilar 2 - Supervisory review

Pilar 2 merupakan respon peraturan untuk pilar pertama, memberikan regulator dan alat yang lebih baik yang sebelumnya belum tersedia. Pilar ini juga memberikan suatu kerangka kerja untuk menangani semua risiko lain yang mungkin dihadapi bank, seperti risiko sistemik, risiko pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas, serta risiko hukum, yang digabungkan menjadi risiko residu. Bank dapat meninjau sistem manajemen risiko.

Apa itu pilar 2?

1. Penilaian secara keseluruhan risiko yang mencakup faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif

2. Penilaian manajemen modal dan perencanaan

3. Mencakup semua bagian dari kelompok keuangan

4. Mencakup penilaian strategis lembaga

5. Fleksibel dan proporsional dengan risiko yang dihadapi oleh lembaga masing-masing

Pilar 2 meliputi:

1. Penilaian bank tentang kecukupan modalnya sendiri

Bank harus memiliki proses untuk menilai kecukupan modal mereka secara keseluruhan dengan profil risiko dan strategi untuk mempertahankan tingkat modal mereka. Salah satunya adalah dengan menggunakan Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP), yaitu bertujuan untuk melengkapi persyaratan modal minimum dan proses review pengawasan dengan mengembangkan satu set persyaratan pengungkapan yang memungkinkan pelaku pasar untuk mengukur kecukupan modal suatu institusi. Dengan ICAAP, bank dapat melakukan strategic planning, sehingga membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan serta memungkinkan untuk menjadi proaktif dan bukan reaktif tetapi outline yang ada harus jelas, seperti sumber permodalan eksternal tingkat modal yang diinginkan dan juga persyaratan modal yang diharapkan dan pengeluaran.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan manajer dalam melakukan proses pengukuran Capital Adequacy:

1. Rasio peraturan dan persyaratan

2. Perbandingan dengan perusahaan lain yang sama

3. Harapan counterparty dan lembaga pemeringkat

4. Konsentrasi kredit dan risiko lainnya

5. Efek siklus bisnis

6. Tes terhadap stress yang mungkin terjadi

7. Pemodelan formal dan analisis risiko

8. Faktor kualitatif dan subjektif lainnya, dan

9. Membangun nilai untuk pemegang saham

2. Supervisory review process

Supervisor harus meninjau dan mengevaluasi penilaian bank intern akan kecukupan modal dan strategi mereka, serta kemampuan mereka untuk memantau dan memastikan kepatuhan mereka dengan peraturan rasio modal yang ada. Supervisor harus mengambil tindakan yang tepat jika mereka tidak puas dengan hasil dari proses ini.

Pengawasan dapat dilakukan dengan cara:

1. Pemeriksaan di tempat

2. Off-site surveillance

3. Pertemuan dengan manajemen bank

4. Pelaporan periodik

5. Review pekerjaan yang dilakukan oleh auditor internal dan eksternal

Supervisor harus melakukan review terhadap pengukuran bank karena untuk memastikan agar:

1. Tingkat target modal yang dipilih adalah komprehensif dan relevan dengan lingkungan operasi saat ini

2. Tingkat ini benar dipantau dan ditinjau oleh manajemen senior

3. Komposisi modal sesuai untuk sifat dan skala bisnis bank

3. Modal di atas minimum peraturan

Supervisores harus mengharapkan bank untuk beroperasi di atas rasio modal minimum dan peraturan harus memiliki kemampuan untuk meminta bank untuk menahan modal lebih dari minimum.

Kenapa bank harus menyediakan capital tambahan:

1. Alasan kompetitif

2. Kejadian fluktuasi modal dalam kegiatan usahanya

3. Biaya untuk bank untuk meningkatkan modal terutama bila diperlukan dengan cepat atau ketika kondisi pasar yang tidak menguntungkan tinggi

4. Konsekuensi ketika jatuh di bawah persyaratan peraturan modal minimum

5. Bank tertentu risiko atau faktor ekonomi makro tidak dapat diperhitungkan dalam pilar 1

4. Intervensi pengawasan

Supervisor harus berusaha untuk campur tangan pada tahap awal untuk mencegah modal gagal di bawah tingkat minimum yang diperlukan untuk mendukung karakteristik risiko bank tertentu dan harus memerlukan tindakan perbaikan yang cepat jika modal tidak dipertahankan atau dipulihkan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi sedini mungkin potensi erosi serius pada posisi modal bank untuk membatasi risiko kepada deposan dan sistem keuangan. Intervensi dapat dilakukan:

1. Ditentukan oleh hukum, kebijakan nasional, case-by-case

2. Analisis bujukan moral untuk mendorong bank untuk meningkatkan posisi modal mereka

3. Rasio modal dapat mewakili pemicu tindakan pengawasan, sampai dengan dan termasuk penutupan bank

Aksi pengawasan yang potensial dapat dilakukan dengan:

1. Peningkatan pemantauan bank.

2. Mengharuskan bank untuk meningkatkan ICAAP-nya.

3. Mengharuskan bank untuk memberikan rencana restorasi modal.

4. Menempatkan pembatasan pada aktivitas bank, akuisisi, dll

5. Membatasi pembayaran dividen.

6. Mengharuskan penggantian manajemen senior dan / atau dewan direksi

Tantangan yang ada untuk pilar 2 adalah peraturan dan hukum yang ada dan berbeda-beda setiap negara serta budaya yang juga berbeda, dibutuhkan Sumber Daya Manusia yang baik untuk melakukan pengawasan yang efisien, dan transparansi informasi dan pengawasan yang ada.

Kritik terhadap Basel 2

Secara politis sulit untuk menerapkan Basel II dalam lingkungan peraturan sebelum tahun 2008, dan kemajuan umumnya lambat sampai krisis perbankan besar tahun itu sebagian besar disebabkan oleh credit default swap, pasar keamanan berbasis mortgage dan turunannya yang sama.

Salah satu aspek yang paling sulit menerapkan perjanjian internasional adalah kebutuhan untuk mengakomodasi budaya yang berbeda, berbagai model struktural, kompleksitas kebijakan publik, dan regulasi yang ada. Bank manajemen senior akan menentukan strategi perusahaan, serta negara di mana untuk dasar jenis usaha tertentu, sebagian didasarkan pada bagaimana Basel II akhirnya ditafsirkan oleh berbagai negara legislatif dan regulator.

Terdapat banyak kritikan ditujukan kepada Basel II. Ini termasuk bahawa ukuran risiko yang lebih rumit merupakan kelebihan tidak adil kepada bank besar yang mampu melaksanakannya dan, dari perspektif yang sama, negara berkembang umumnya turut tidak memiliki bank sedemikian dan Basel II akan melemahkan negara yang ekonominya sekadar mencukupi marginal (economically marginalized).

3. Pilar 3 – Discipline Market

Pilar ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan modal minimum dan proses review pengawasan dengan mengembangkan satu set disclosure requirement yang memungkinkan pelaku pasar untuk mengukur kecukupan modal suatu institusi. Pillar III mewajibkan bank untuk mengungkapkan rincian tentang ruang lingkup laporan keuangan, permodalan, eksposur risiko, proses pengukuran risiko, serta kecukupan modal (capital adequacy).

Pilar 3 merupakan kelengkapan dari pilar 1 dan pilar 2. Pada prinsipnya pilar 3 bertujuan untuk: (1) mendorong terciptanya lingkungan perbankan yang sehat. Hal ini dapat dicapai karena dengan pillar 3, maka perbankan dapat diawasi/diniliai oleh berbagai pihak, sehingga dengan pengawasan tersebut maka lingkungan perbankan akan terkendali; (2)agar pengawas memiliki kewenangnan untuk mengharuskan perbankan beroperasi secara sehat. Hal ini dapat dicapai karena pillar 3 mengharuskan perbankan mengungkap seluruh informasi

Materialitas dan Informasi confidential

Sebuah bank harus memutuskan mana informasi yang relevan untuk diungkapkan didasarkan pada konsep materialitas. Informasi akan dianggap sebagai material jika kelalaian atau salah saji bisa mempengaruhi penilaian untuk membuat keputusan ekonomi.

Bank perlu memilah antara informasi yang perlu diungkapkan dan informasi yang bersifat “proprietary and confidental”. Informasi mengenai nasabah merupakan informasi yang sangat rahasia. Namun hal tersebut dapat disajikan jika terdapat perjanjian yang legal.

Frekuensi

Disclosure yang ditetapkan dalam Pilar 3 harus dilakukan secara semi-annual. Namun pengecualian berlaku untuk:

✓ Qualitative disclosure yang memberikan ringkasan umum tentang kebijakan manajemen risiko bank dipublikasikan secara tahunan;

✓ Quantitative disclosure yang bersifat volatile, seperti Capital Adequacy Ratio (CAR) dipublikasikan secara triwulanan.

Basel 2 di Indonesia

[pic]

Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko.
Jika dilihat, Basel II memiliki berbagai kompleksitas dan prakondisi yang cukup berat bagi perbankan. Tetapi wajar jika melihat manfaat yang akan didapat perbankan nanti, berupa penghematan modal dalam menutup risiko yang diambilnya. Manfaat lain, karena Basel II merupakan standar yang diakui secara internasional, akan mudah bagi suatu bank yang akan beroperasi secara global untuk dapat diterima oleh pasar internasional, kalau mengikuti standar ini.

Memaksimalkan manfaat implementasi Basel II
Basel II menghitung kebutuhan modal yang sesuai dengan profil risiko bank, serta memberikan insentif bagi peningkatan kualitas dalam praktek manajemen risiko di perbankan. Menggunakan berbagai alternatif pendekatan (approaches) dalam mengukur risiko kredit (credit risk), risiko pasar (market risk) dan risiko operasional (operational risk), maka hasilnya adalah perhitungan modal bank yang lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive capital allocation). Dalam Basel II, perhitungan modal bank ini dimuat dalam Pilar-1 Minimum Capital Requirement. Dalam berbagai alternatif pendekatan di atas pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu pendekatan standar berlaku untuk seluruh bank (standardised model) dan model yang dikembangkan secara internal sesuai dengan karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank (internal model) sehingga lebih sophisticated.
Komparasi di antara 2 pendekatan di atas, maka internal model secara umum diharapkan dapat menghasilkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih tepat sesuai dengan risiko yang dihadapi oleh bank. Ini akan menjadi insentif bagi bank tersebut. Kondisi ini diharapkan menjadi pemicu bagi upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas manajemen risiko sehingga pada saatnya dapat mengoptimalkan insentif yang dapat diperoleh dalam menghitung kebutuhan modal. Dalam menilai kelayakan modal bank, maka selain alokasi modal berdasarkan Pilar 1 harus turut pula dihitung alokasi modal untuk antisipasi kerugian karena risiko-risiko lain seperti risiko likuiditas (liquidity risk), risiko strategik (strategic risk), risiko suku bunga di banking book (interest rate risk in the banking book) dan risiko-risiko lainnya.
Pendekatan di atas dirangkum dalam Pillar 2 – Supervisory Review Process dan disebut sebagai Individual Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) yang akan menjadi tantangan bagi bank dan pengawas. Diperlukan peningkatan kompetensi dan kapasitas pengawas yang didukung oleh perangkat ketentuan pengawasan sehingga pada waktunya dapat melakukan penilaian secara efektif atas risiko lain selain di Pilar 1 bahkan dapat meminta kesediaan bank untuk menambah modal apabila perhitungan modal bank tersebut dipandang belum memadai.
Selanjutnya, peran aktif masyarakat dalam mengawasi bank dipandang menentukan juga sehingga dari awal masyarakat diharapkan mampu pula menilai risiko yang dihadapi serta mengetahui tingkat kecukupan modal yang dimiliki oleh bank seperti terangkum dalam Pillar 3 - Market Discipline. Sinergi penerapan dari ketiga Pilar yang terdapat dalam Basel II di atas tidak dapat dipisahkan dalam mencapai industri perbankan dan sistem keuangan yang sehat dan stabil.

Dampak implementasi Basel II terhadap ketahanan sistem perbankan

1.Apakah bank mengalami penurunan CAR sampai dibawah minimum 8% ?
Bank Indonesia bersama sejumlah bank terus melakukan secara periodik studi dampak kuantitatif untuk melihat konsekuensi penerapan Basel II terhadap modal bank. Oleh karena itu, dampak Basel II terhadap modal bank semestinya dilihat secara individual dan menjadi kewajiban untuk sejak dini melakukan penilaian serta meningkatkan efektifitas penerapan manajemen risiko agar dapat secara optimal memanfaatkan insentif yang ada. Penurunan CAR bisa sampai terjadi bagi bank yang risikonya memang lebih besar, namun bagi bank yang kreditnya didominasi oleh retail dan KPR akan menyebabkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih rendah, karena ATMR retail dan KPR lebih rendah dari yang sekarang diterapkan.

[pic]
2. Apakah Basel II akan diterapkan untuk seluruh bank umum ?
Fokus implementasi Basel II di Indonesia adalah pengembangan dan peningkatan kualitas manajemen risiko oleh perbankan nasional sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Upaya ini tentu tidak memilah antara bank besar dan bank kecil karena budaya manajemen risiko tentu berlaku sebagai patron yang umum. Sementara itu, berdasarkan hasil survei perbankan juga menghendaki agar Basel II dapat diterapkan kepada seluruh bank untuk mengurangi dampak negatif terhadap tingkat persaingan antar bank akibat perbedaan kemampuan dan kesiapan bank menerapkan dan mengembangkan manajemen risiko beserta infrastrukturnya. Pendekatan yang standar pada Basel II akan dapat diterapkan bagi seluruh bank di Indonesia.

3. Mungkinkah implementasi Basel II menghambat proses intermediasi
Penerapan Basel II tidak dimaksudkan untuk menghambat proses intermediasi yang telah dilakukan perbankan selama ini. Ataupun, dalam lingkup makro, mengurangi dominasi perbankan dalam pembiayaan roda perekonomian. Pendekatan-pendekatan yang ditawarkan dalam Basel II secara keseluruhan lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk mereposisi dan meredefinisi apa yang telah dilakukan perbankan dengan fokus pada pengelolaan risiko. Dalam kaitannya dengan fungsi intermediasi, Basel II bukanlah suatu framework yang mekanistis dimana tidak terdapat ruang untuk toleransi. Beberapa klausul diskresi nasional (national discretion) memberikan keleluasaan untuk itu. Jika implementasi Basel II diperkirakan akan menyebabkan penurunan eksposur untuk sektor tertentu (misalnya disebabkan penggunaan peringkat dalam pemberian kredit kepada korporasi dalam pendekatan standar untuk risiko kredit), maka pada bagian lain, implementasi Basel II juga mendorong peningkatan eksposur untuk sektor lainnya seperti kredit untuk sektor retail (misalnya kredit usaha kecil, perorangan, dan lain-lain) dan perumahan melalui penurunan bobot risiko kredit untuk masing-masing sektor tersebut. Proses perpindahan tersebut disadari akan menimbulkan efek kejutan bagi bank, debitur dan perekonomian pada umumnya. Namun demikian, efek tersebut diharapkan tidak berlangsung lama dan hanya bersifat “fine tuning” yang lazim dalam suatu perekonomian.

4. Apakah dampak bagi bank yang saat ini sedang berupaya meningkatkan permodalan dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia
Peningkatan permodalan bank dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia secara tidak langsung merupakan sarana bagi bank untuk mengimplementasikan Basel II dengan baik. Dukungan permodalan yang memadai akan memungkinkan bank untuk mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi informasi yang diperlukan dalam mengimplementasikan Basel II. Dengan demikian, kewajiban pemenuhan modal inti minimum bank umum sebesar Rp80 miliar pada akhir tahun 2007 dan Rp100 miliar pada akhir tahun 2010 selain dapat meningkatkan skala ekonomis dalam pelaksanaan kegiatan operasional juga memberikan kesempatan bagi bank untuk meningkatkan kemampuan manajemen risiko dalam kerangka implementasi Basel II.

5. Apakah prasyarat agar Basel II dapat diterapkan dengan baik
Prasyarat utama agar Basel II dapat diterapkan dengan baik meliputi: o Penerapan manajemen risiko di bank sebagaimana telah diatur dalam PBI No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum o Penyesuaian standar akuntansi yang mengacu kepada standar akuntansi internasional (IAS) antara lain IAS 32 dan IAS 39. o Penerapan perhitungan permodalan secara konsolidasi dengan perusahaan tertentu dalam sektor keuangan kecuali asuransi o Pengakuan perusahaan pemeringkat oleh Bank Indonesia untuk dapat melakukan rating terhadap debitur bank Rencana Implementasi Basel II di perbankan Indonesia : Tuntutan Kesiapan Bank Indonesia dan Perbankan Dalam Basel II dinyatakan bahwa setiap otoritas pengawas perlu mempertimbangkan aspek prioritas sebelum mengadopsi Basel II. Melalui implementasi Basel II, Bank Indonesia pada dasarnya ingin meningkatkan aspek manajemen risiko agar bank semakin resisten terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam negeri, regional maupun internasional. Dengan mempertimbangkan kondisi perbankan dewasa ini maka Bank Indonesia secara realistis menetapkan format yang diambil dalam langkah implementasi Basel II. Untuk itu pendekatan yang akan dilakukan sebagai default adalah pendekatan yang paling sederhana, yaitu standardized approach. Artinya seluruh bank akan melakukan penyesuaian perhitungan kecukupan permodalan berdasarkan pedoman yang diatur dalam Basel II. Basel II juga memungkinkan adanya pengaturan yang disebut national descretion, suatu pertimbangan yang diputuskan oleh otoritas pengawas setempat yang mempertimbangkan kondisi dan kompleksitas dari produk perbankan Indonesia. Untuk mendapatkan rekomendasi pengaturan yang tepat dalam pembahasan substansi Basel II termasuk national descretion, Bank Indonesia membentuk kelompok kerja (working group) bersama perbankan. Rekomendasi pengaturan akan diformulasikan dalam bentuk Consultative Paper (CP) yang akan didistribusikan kepada stakeholders khususnya perbankan untuk dimintakan masukan/pendapat dan saran Selama ini banyak salah paham khususnya di kalangan perbankan bahwa nantinya bank akan diwajibkan untuk menerapkan pendekatan yang lebih advanced, sehingga mewajibkan bank harus menginvestasikan lebih untuk IT/Database yang dinilai sangat mahal dan ini jelas memperberat bank. Pada prinsipnya bank diberikan keleluasaan untuk dapat menerapkan pendekatan yang lebih advanced seperti IRB apabila dari kesiapan IT, SDM dan System serta Bank Risk Profile yang mendukung diyakini dengan menerapkan pendekatan yang lebih advanced bank dapat memperoleh benefit, maka bank dimaksud dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia. Pengawas BI akan melakukan validasi terhadap kesiapan bank dimaksud sebelum mengijinkan bank menghitung kecukupan modal dengan perhitungan yang dilakukan sendiri. Bank Indonesia sedang mendidik khusus pengawas bank yang nanti akan bertindak sebagai validator market risk dan validator credit risk.
[pic]

Implementasi Basel II di Negara Lain
Berbeda dengan negara-negara G-10, tenggat waktu implementasi Basel II bagi negaranegara di luar anggota G-10 tidak ditetapkan. Ini sejalan dengan keberadaan Basel II yang pada dasarnya bukan suatu “undang -undang” yang legally binding dan mengenakan sanksi bagi negara yang tidak menerapkan. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa penilaian terhadap stabilitas sektor finansial suatu negara tidak akan didasarkan pada pelaksanaan Basel II tapi lebih didasarkan pada pemenuhan negara tersebut terhadap 25 Basel Core Principles for
Effective Banking Supervision (BCP). Untuk hal ini, pemenuhan Indonesia terhadap BCP selalu menunjukkan arah yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Memang ragam kesiapan dan kebijakan masing-masing negara dalam mengimplementasikan Basel II akan sangat unik. Kondisi, struktur dan kompleksitas kegiatan usaha perbankan serta kualitas pengawasan bank menjadi faktor-faktor yang turut berperan dalam penetapan kebijakan tersebut. Di Amerika Serikat, misalnya, advanced IRB
(A-IRB) hanya akan diadopsi oleh 10 grup bank terbesar yang memang telah dikenal sebagai internationally active banks, sementara bank-bank lainnya akan menerapkan format Basel II yang disebut Basel IA.

Sumber :

Kajian Akademik OJK UI-UGM
www.bi.go.id

Similar Documents

Free Essay

Basel 2

...Accountants of India - Batch 129 Basel II Implications on Indian Banks Group Members Rahul Sharma (ERO0097549) Abhishek Tulsyan (CRO0137558) Sikha Kedia (ERO0105399) Gourav Modi (ERO0016925) Praveen Didwania (ERO0110131) Index of Contents Topics Page No. I. Introduction A. B. C. D. E. F. G. Background Functions of Basel Committee The Evolution to Basel II – First Basel Accord Capital Requirements and Capital Calculation under Basel I Criticisms of Basel I New Approach to Risk Based Capital Structure of Basel II First Pillar : Minimum Capital Requirement Types of Risks under Pillar I The Second Pillar : Supervisory Review Process The Third Pillar : Market Discipline 3 3 3 3 3 4 4 II. The Three Pillar Approach A. B. C. D. 5 5 6 6 7 7 7 III. Capital Arbitrage and Core Effect of Basel II A. Capital Arbitrage B. Bank Loan Rating under Basel II Capital Adequacy Framework C. Effect of Basel II on Bank Loan Rating IV. Basel II in India A. Implementation C. Impact on Indian Banks D. Impact on Various Elements of Investment Portfolio of Banks E. Impact on Bad Debts and NPA’s of Indian Banks D. Government Policy on Foreign Investment E. Threat of Foreign Takeover 8 8 9 10 10 10 V. Conclusion A. SWOT Analysis of Basel II in Indian Banking Context B. Challenges going ahead under Basel II 11 11 13 13 VI. VII. References The Technical Paper Presentation Team 2 I. Introduction: A. Background Basel II is a new capital adequacy framework...

Words: 4743 - Pages: 19

Premium Essay

An Indian Journey to Basel 2

...CMYK CMYK Wo r k i n g P a p e r The Indian Journey to Basel II: Implementing Risk Management in Banks Dr. SS Satchidananda Sanjeev Shukla CBIT Centre of Banking and Information Technology Indian Institute of Information Technology 26/C, Electronic City, Bangalore And Oracle India Pvt. Ltd., DLF Corporate Park Block I DLF City Phase III Gurgaon 122002 CMYK CMYK CMYK CMYK CBIT Centre of Banking and Information Technology Indian Institute of Information Technology 26/C, Electronic City, Bangalore And Oracle India Pvt. Ltd., DLF Corporate Park Block I DLF City Phase III Gurgaon 122002 CMYK CMYK CMYK CMYK The Indian Journey to Basel II Implementing Risk Management in Banks ABSTRACT In this paper, we provide a perspective on the international regulatory framework for capital standards and its focus on implementation of risk management systems in banks with particular reference to the Indian scenario. We also discuss the Indian regulatory approach to this important challenge and the major issues involved in the Basel II implementation in the Indian context. We conclude with guidance for developing an implementation plan for ushering in effective and efficient risk management in banks. {SS Satchidananda1 Sanjeev Shukla2 } “Banking in modern economies is all about risk management. The successful negotiation and implementation of Basel II Accord is likely to lead to an even sharper focus on the risk measurement and risk...

Words: 9834 - Pages: 40

Free Essay

Significance of Basel 1 & 2

...The Significance of Basel 1 and Basel 2 for the Future of The Banking Industry with Special Emphasis on Credit Information Abstract This paper examines the significance of Basel 1 and Basle 2 for the future of the banking industry. Both accords promote safety and soundness in the financial system with Basel 2 utilize approaches to capital adequacy that are appropriately sensitive to the degree of risk involved in a banks’ positions and activities. These approaches –and especially the one to measure credit risk- will require information from external credit assessment institution and information collected by banks about their borrowers creditworthiness. Maher Hasan Central Bank of Jordan To be presented in the Credit Alliance/ Information Alliance Regional Meeting in Amman 3-4 April 2002 1. Introduction The soundness of the banking system is one of the most important issues for the regulatory authorities. There are two main questions facing the regularity authorities regarding this issue: First, How should banking “soundness” be defined and measured? Second, What should be the minimum level of soundness set by regulators? The soundness of a bank can be defined as the likelihood of a bank becoming insolvent (Greenspan 1998). The lower this likelihood the higher is the soundness of a bank. Bank capital essentially provides a cushion against failure. If bank losses exceed bank capital the bank will become capital insolvent. Thus, the higher the bank capital the higher is...

Words: 4670 - Pages: 19

Premium Essay

Leonhard Euler Research Paper

...However, Euler's seemingly perfect academic environment was not without troubles. The political turmoil caused by the death of Catherine I led to a growing suspicion of foreigners in Russia. This created a “rather awkward” situation, in Euler's own words, for the culturally diverse Academy. [2.xxiii] In addition to his interpersonal issues, Euler also had to deal with the very rapid decline of his eyesight: by 1738 he had lost vision in his right eye. Though he maintained that his symptoms were the result of eye stain from his work, it is more likely that Euler's blindness was due to infection. [2.xxiii] Surprisingly - or maybe not - Euler's mathematical output was barely affected at all by his inability to see. He continued his research, corresponding with various other mathematicians including Goldbach and Naudé and as a result making discoveries in fields including number theory and partition theory. In this period he also made a splash in the physics world with his publication of Mechanica, a text which presented Newton’s laws using calculus....

Words: 1443 - Pages: 6

Free Essay

Companies in Basel

...Roche, Novartis and UBS Syngenta which the Financial Times includes in its FT Global 500 Index as one of the most important companies worldwide Pharmaceuticals, Biotechnology & Life Sciences  4-Antibody  Acino  Actelion  Aerosol-Service AG  Bachem  Basilea  Beiersdorf  Bühlmann Laboratories  Carbogen AMCIS  Cimex  CIS Pharma  DSM Nutritional Products AG  Evolva  Gaba  Genedata  Inotech  Karger  Lonza  Mepha  MondoBIOTECH  Novartis  Pentapharm  Permamed  Polyphor  Proreo Pharma  RCC Ltd.  Roche  Santhera  S.L.A. Pharma  SwissCo Services  Swiss Pharma Contract  Syngenta  Synosia  Tillots Pharma AG  Triplan  Vivendy Therapeutics  Weleda  Xenometrix ------------------------------------------------- Chemicals & Nanotechnology   Acino  Bachem  Clariant  Concentris  Lonza  Nanosurf  Rohner Chem  Rolic  Solvias  Swiss Nanoscience Institute  Zeptosens ------------------------------------------------- ------------------------------------------------- Agribusiness & Food   Bell AG  Bio.inspecta AG  DSM Nutritional Products  Feldschlösschen  Jungbunzlauer  Louis Ditzler AG  Ricola  Syngenta Medical Technology * Camlog * Medartis * NaviSwiss * SIC invent AG Switzerland * Straumann * Synthes * Thommen Medical ------------------------------------------------- Commerce & Logistics  ...

Words: 406 - Pages: 2

Free Essay

Corning Inc. Case Study

...Corning Inc. To: From: Subject: Recommendations for the three proposals Corning Inc.’s strategy – to compete in four worldwide business sectors (communications, laboratory sciences, consumer housewares, and specialty materials) and to deliver long-range superior economic benefits to its employees, consumers, communities, and shareholders – has served the organization well for over three decades as evidenced by a transformed business portfolio, record earnings, and the emergence of a new spirit within the organization. However, due to diverse changes in trends that characterize the industry’s landscape, there is the need to come up with innovative proposals that originate from diverse business sectors. The CEO of Corning Inc. hopes that these proposals would aid in the company’s continual growth. These proposals deal with (a) the laboratory sciences, (b) communication (fiber optics), and (c), the television glass division. The opinions given are a result of a comprehensive deduction of the Porter’s Five Forces model so as to identify the best paths of actions to achieve a proper competitive advantage in the industry. For the first proposal, I think it is vital that Corning maintains its relationship with Ciba Geigy. Ciba Geigy has portrayed a strong commitment to the partnership’s success as evidenced by its willingness to preserve with significantly low returns over the next few years as the venture continues to grow. Furthermore, it has a good strategic fit with Corning Inc...

Words: 623 - Pages: 3

Free Essay

Efgrggg

...HISTORY OF EULER METHOD Leonhard Euler Leonhard Euler was one of the giants of 18th Century mathematics. Like the Bernoulli’s, he was born in Basel, Switzerland, and he studied for a while under Johann Bernoulli at Basel University. But, partly due to the overwhelming dominance of the Bernoulli family in Swiss mathematics, and the difficulty of finding a good position and recognition in his hometown, he spent most of his academic life in Russia and Germany, especially in the burgeoning St. Petersburg of Peter the Great and Catherine the Great. (1707 - 1783) Today, Euler is considered one of the greatest mathematicians of all time. His interests covered almost all aspects of mathematics, from geometry to calculus to trigonometry to algebra to number theory, as well as optics, astronomy, cartography, mechanics, weights and measures and even the theory of music. There are many different methods that can be used to approximate solutions to a differential equation and in fact whole classes can be taught just dealing with the various methods. We are going to look at one of the oldest and easiest to use here. This method was originally devised by Euler and is called, oddly enough, Euler’s Method. General first order IVP; Where f(t,y) is a known function and the values in the initial condition are also known numbers. From the second theorem in...

Words: 477 - Pages: 2

Free Essay

Basel 2 - Principles for Credit Risk Management

...Principles for the Management of Credit Risk Basel Committee on Banking Supervision Basel September 2000 Risk Management Group of the Basel Committee on Banking Supervision Chairman: Mr Roger Cole – Federal Reserve Board, Washington, D.C. Banque Nationale de Belgique, Brussels Commission Bancaire et Financière, Brussels Office of the Superintendent of Financial Institutions, Ottawa Commission Bancaire, Paris Deutsche Bundesbank, Frankfurt am Main Bundesaufsichtsamt für das Kreditwesen, Berlin Banca d’Italia, Rome Bank of Japan, Tokyo Financial Services Agency, Tokyo Commission de Surveillance du Secteur Financier, Luxembourg De Nederlandsche Bank, Amsterdam Finansinspektionen, Stockholm Sveriges Riksbank, Stockholm Eidgenössiche Bankenkommission, Bern Financial Services Authority, London Bank of England, London Federal Deposit Insurance Corporation, Washington, D.C. Federal Reserve Bank of New York Federal Reserve Board, Washington, D.C. Office of the Comptroller of the Currency, Washington, D.C. European Central Bank, Frankfurt am Main European Commission, Brussels Secretariat of the Basel Committee on Banking Supervision, Bank for International Settlements Ms Ann-Sophie Dupont Mr Jos Meuleman Ms Aina Liepins Mr Olivier Prato Ms Magdalene Heid Mr Uwe Neumann Mr Sebastiano Laviola Mr Toshihiko Mori Mr Takushi Fujimoto Mr Satoshi Morinaga Mr Davy Reinard Mr Klaas Knot Mr Jan Hedquist Ms Camilla Ferenius Mr Martin Sprenger Mr Jeremy Quick Mr Michael Stephenson Ms Alison...

Words: 12556 - Pages: 51

Free Essay

Internship Report of Corporate Credit in Bank

...CHAPTER I INTRODUCTION 1.1 Background Basel Capital accord is a capital adequacy framework developed by the Basel committee. In 1988, the Basel Committee decided to introduce a capital measurement system commonly referred to as the Basel Capital Accord. This system provided for the implementation of a credit risk measurement framework with a minimum capital requirement of 8% on banks Risk Weighted Assets (RWA). The 1988 framework is also known as "Basel – I". Since 1988, this framework has been progressively introduced not only in member countries but also virtually in all other countries. The "international convergence on capital measurement and capital standard -2004" is popularly known as Basel-II. It is a capital adequacy related standard framed by Basel committee. After the successful implementation of 1988 accord in more than 100 countries, the Basel Committee on Banking Supervision reached an agreement on a number of important issues for promoting best and uniform banking practices as well as setting standards and guidelines for supervisory function. Following extensive interaction with banks, industry groups and supervisory authorities that are not members of the Committee, the revised framework was issued on 26 June 2004, which is being regularly revised and updated. The Basel-II aims to replace Basel I and to make the capital framework more risk sensitive. Basel II has recommended major revision on the...

Words: 2395 - Pages: 10

Free Essay

Basel Ii

...Members |   | Argentina | Central Bank of Argentina | Australia | Reserve Bank of Australia Australian Prudential Regulation Authority | Belgium | National Bank of Belgium | Brazil | Central Bank of Brazil | Canada | Bank of Canada Office of the Superintendent of Financial Institutions | China | People's Bank of China China Banking Regulatory Commission | European Union | European Central Bank European Central Bank Single Supervisory Mechanism | France | Bank of France Prudential Supervision and Resolution Authority | Germany | Deutsche Bundesbank Federal Financial Supervisory Authority (BaFin) | Hong Kong SAR | Hong Kong Monetary Authority | India | Reserve Bank of India | Indonesia | Bank Indonesia Indonesia Financial Services Authority | Italy | Bank of Italy | Japan | Bank of Japan Financial Services Agency | Korea | Bank of Korea Financial Supervisory Service | Luxembourg | Surveillance Commission for the Financial Sector | Mexico | Bank of Mexico Comisión Nacional Bancaria y de Valores | Netherlands | Netherlands Bank | Russia | Central Bank of the Russian Federation | Saudi Arabia | Saudi Arabian Monetary Agency | Singapore | Monetary Authority of Singapore | South Africa | South African Reserve Bank | Spain | Bank of Spain | Sweden | Sveriges Riksbank Finansinspektionen | Switzerland | Swiss National Bank Swiss Financial Market Supervisory Authority FINMA | Turkey | Central Bank of the Republic of Turkey ...

Words: 1869 - Pages: 8

Free Essay

Basel I and Ii

...Minimum Capital Provisioning for Credit Risk – a Comparative  Study of Basel I and Basel II  Contact: Pradnya Desai Manager– Rating Analyst +62 21 576 1516 desai.pradnya@icraindonesia.com   Drafted in  1988 and 2004 respectively, Basel I and II have, through quantitative   and technical benchmarks, helped develop a level playing field in the banking The “Basel Committee on Banking Supervision” (BCBS) is comprised of the central banks and regulatory authorities of mainly the G20 countries (including Indonesia) and other leading nations. The committee issues broad guidelines and standards to ensure best practices in the banking supervision and risk   management. (Source: www.bis.org)                        supervision, regulation and capital adequacy standards across the signatory nations. As of today, more than 100 countries have implemented Basel I and around 112 countries are implementing Basel II (Source: Wikipedia, Basel committee on banking supervision survey, 2010). Basel II generated more interest on account of the multitude of financial crises that the world economy faced during the 1990s and early 2000s. Further, its implementation gained momentum among the emerging economies after the 2008 crisis. While many countries have already commenced Basel III (drafted in 2010) implementation, Indonesia is yet to finalise the norms on the subject. Basel III while relevant at a future date will not be implemented in the near future and hence this article has confined itself to Basel II. This article limits...

Words: 3956 - Pages: 16

Free Essay

Basel

...BASEL III NORMS AND INDIAN BANKING: ASSESSMENT AND EMERGING CHALLENGES C.S.Balasubramaniam Professor, Babasaheb Gawde Institute of Management Studies, Mumbai Email: balacs2001@yahoo.co.in ABSTRACT Banking operations worldwide have undergone phenomenal changes in the last two decades since 1990s. Financial liberalization and technological innovations have created new and complex financial instruments/products have increased their role and turnover in financial markets and have rendered banking operations vulnerable to a variety of risks. The financial crisis episodes surfaced since 2006 have highlighted this paradox to a number of central banks operating in different countries and RBI and Indian banking sector is no exception to this phenomenon. Basel framework has been drawn by Bank for International Settlements (BIS) in consultation with supervisory authorities of banking sector in fifteen emerging market countries with the basic objective of advocating codes of bank supervision and promoting financial stability amidst economic crises. This research paper is divided in three parts .The opening part attempts to briefly describe the changes in the banking scenario since 1991 reforms and the necessity of introducing Basel III to the Indian Banking sector. Part II presents the Basel standards framework and explains why the transition from Basel II to Basel III norms has become necessary to bring in measures and safety standards which would equip the banks to become more resilient...

Words: 5175 - Pages: 21

Free Essay

Capital Requirementations

...risk of default and that they have enough capital to sustain operating losses while still honoring withdrawals. Also known as "regulatory capital". A vital element of the work of any industry regulator is to ensure that the firms operating in the industry are prudently managed. The aim is to protect the firms themselves, their customers and the economy, by establishing rules and principles that should ensure the continuation of a safe and efficient market, able to withstand any foreseeable problems. The Basel Accords, published by the Basel Committee on Banking Supervision housed at the Bank for International Settlements, sets a framework on how banks and depository institutions must calculate their capital. In 1988, the Committee decided to introduce a capital measurement system commonly referred to as Basel I. This framework has been replaced by a significantly more complex capital adequacy framework commonly known as Basel II. After 2012 it will be replaced by Basel III.[2] Another term commonly used in the context of the frameworks is Economic Capital, which can be thought of as the capital level bank shareholders would choose in absence of capital regulation. For a detailed study on the differences between these two definitions of capital, refer to.[3] The capital ratio is the percentage of a bank's capital to its risk-weighted assets. Weights are defined by risk-sensitivity ratios whose calculation is dictated under the...

Words: 696 - Pages: 3

Free Essay

Basel

...Basel II to Basel III: Changes and Requirements Hesham Hamdy Chief Risk Officer, Arab International Bank Nairobi, 7-8 March 2012 Basel; what is it? • A New Standard for the Measurement of Risks in Banks, and for the Allocation of Capital to cover those risks, published by the Basel Committee of G10 Central Banks. • What Does Basel Committee Do? - Acts as Think-Tank for banking regulators - Issues guidance on best practice for banks - Standards accepted worldwide - Generally incorporated in national banking regulations Basel I • Basel I was the round of deliberations by central banks from around the world, and in 1988, the Basel Committee (BCBS) in Basel, Switzerland, published a set of minimum capital requirements for banks. This was known as the 1988 Basel Accord, and was enforced by law in the Group of Ten (G-10) countries in 1992 . • Basel I primarily focused on credit risk. Assets of banks were classified and grouped in five categories according to credit risk, carrying risk weights of zero (for example home country sovereign debt), ten, twenty, fifty, and up to one hundred percent (this category has, as an example, most corporate debt). Basel I (continued) • Banks with international presence were required to hold capital equal to 8 % of the risk-weighted assets. • Basel I was then widely viewed as outmoded because the world has changed as financial corporations, financial innovation and risk management have developed. Therefore, a more comprehensive set of...

Words: 3834 - Pages: 16

Free Essay

Basel Norms

...Basel I The Basel Accords are some of the most influential—and misunderstood—agreements in modern international finance. Drafted in 1988 and 2004, Basel I and II have ushered in a new era of international banking cooperation. Through quantitative and technical benchmarks, both accords have helped harmonize banking supervision, regulation, and capital adequacy standards across the eleven countries of the Basel Group and many other emerging market economies. On the other hand, the very strength of both accords—their quantitative and technical focus—limits the understanding of these agreements within policy circles, causing them to be misinterpreted and misused in many of the world’s political economies. Moreover, even when the Basel accords have been applied accurately and fully, neither agreement has secured long-term stability within a country’s banking sector. Therefore, a full understanding of the rules, intentions, and shortcomings of Basel I and II is essential to assessing their impact on the international financial system. This paper aims to do just that—give a detailed, non-technical assessment of both Basel I and Basel II, and for both developed and emerging markets, show the status, intentions, criticisms, and implications of each accord. Basel I Soon after the creation of the Basel Committee, its eleven member states (known as the G-10) began to discuss a formal standard to ensure the proper capitalization...

Words: 4711 - Pages: 19