Free Essay

Fiqih Muamalah

In:

Submitted By Khodijah
Words 3452
Pages 14
PRAKATA

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Paper tentang Fiqih Muamalah ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi mata kuliah Fiqih Muamalah dan diharapkan melalui makalah ini, kami selaku penulis dapat lebih memahami apa itu Fiqih Mumalah, sumber, asas dan urgensi dalam mempelajarinya.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam proses penyusunan paper ini. Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan inspirasi bagi penulis yang lain.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh

Jakarta, 28 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

PRAKATA | 1 | DAFTAR ISI | 2 | | | BAB I : PENDAHULUAN | 3 | 1.1 Latar Belakang | 3 | 1.2 Rumusan Masalah | 3 | 1.3 Tujuan Penelitian | 3 | 1.4 Sumber Data | 3 | | | BAB II : PEMBAHASAN | 4 | 2.1 Pengertian Fiqih Muamalah | 4 | 2.2 Sumber-sumber Fiqih | 8 | 2.3 Asas Fiqih Muamalah | 9 | 2.4 Urgensi mempelajari Fiqih Muamalah | 12 | | | BAB III : SIMPULAN | 15 | 3.1 Simpulan | 15 | | | DAFTAR PUSTAKA | 16 |

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Islam sebagai agama memiliki kemuliaan dan keagungan yang sangat tinggi. Islam merupakan agama terbaik, tidak ekstrim, agama yang mudah, jelas. Islam adalah agama yang sempurna, tidak memiliki kekurangan. Islam merupakan agama yang cocok untuk semua zaman dan tempat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan, barangsiapa komitmen berpegang dengan Islam maka ia akan menang. Sebaliknya, barangsiapa berpaling dari Islam, maka ia akan merugi.
Fiqh Muamalah sebagai hasil dari pengolahan potensi insani dalam meraih sebanyak mungkin nilai-nilai Ilahiyat, yang berkenaan dengan tata aturan hubungan antar manusia (mukhluqat), yang secara keseluruhan merupakan suatu disiplin ilmu yang tidak mudah untuk dipahami. Karena diperlukan kajian yang mendalam agar dapat memahami tata aturan Islam tentang hubungan manusia sesungguhnya. Di makalah ini akan dibahas tentang sumber–sumber fiqih, asas–asas fiqih dan urgensi dalam mempelajari ilmu fiqih.

1.2 Rumusan Masalah a. Apa pengertian Fiqih Muamallah ? b. Apa sumber–sumber Fiqih Muamallah ? c. Apa saja asas Fiqih Muamallah ? d. Apa urgensi dalam mempelajari Fiqih Muamallah?

1.3 Tujuan Penulisan a. Agar mengetahui definisi Fiqih Muamallah. b. Agar mengetahui sumber–sumber Fiqih Muamallah. c. Agar mengetahui asas Fiqih Muamallah. d. Agar mengetahui urgensi dalam mempelajari Fiqih.

1.4 Sumber Data Untuk melengkapi paper yang di kerjakan, penulis mencari bahan-bahan penulisan dari berbagai sumber diantaranya internet, buku dan artikel di majalah terkait tentang Fiqih Muamalah.
BAB II
FIQIH MUAMALAH

2.1 Pengertian Fiqih Muamalah 2.1.1 Pengertian Fiqih Fiqih Muamalah tersusun dari dua kata (lafadz), yaitu fiqih (الفقه) dan Muamalah (المعاملة). Fiqih menurut bahasa berarti ‘paham’, seperti dalam firman Allah:
“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS. An Nisa: 78)

dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.” (Muslim no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511)

Fiqih Secara Istilah Mengandung Dua Arti: 1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad. 2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri. Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

2.1.1 Pengertian Muamalah
Kata muamalah dalam etimologi Bahasa Arab diambil dari kata (العمل) yang merupakan kata umum untuk semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Sedangkan muamalat dengan wazan (مُفَاعَلَة) berasal dari kata (عامل) yang bermakna bergaul (التَّعَامُل). Adapun menurut terminologi (istilah) para ahli fiqih dan ulama syari’at, kata muamalat digunakan untuk sesuatu diluar masalah ibadah, sehingga muamalat lebih membahas hak-hak makhluk dan ibadah membahas hak-hak Allah Ta’ala. Dalam menentukan bentuk-bentuk mualamat, di kalangan mereka terjadi perselisihan yang terbagi dalam dua pendapat :
Pertama, menyatakan muamalat adalah pertukaran harta dan yang berhubungan dengannya, seperti al-Bai’ (jual beli), al-Salam, al-Ijarah (sewa-menyewa), Syarikat (perkongsian/joint), al-Rahn (gadai), al-Kafalah, al-Wakalah (perwakilan) dan sejenisnya. Demikian ini pendapat dalam madzhab Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah.
Kedua, menyatakan bahwa muamalat itu mencakup semua yang berhubungan kepada maslahat manusia dengan selainnya, seperti perpindahan hak pemilikan dengan pembayaran atau tidak (gratis) dan dengan transaksi pembebasan budak, kemanfaatan dan hubungan antara suami dengan isteri. Semua itu meliputi fiqih pernikahan, peradilan, amanah dan warisan. Pendapat demikian ini datang dari madzhab al-Hanafiyah dan pendapat al-Syathibi dari madzhab al-Malikiyah. Para pakar ahli fiqih membagi fiqih dengan cara seperti itu karena tujuan asasi Allah Ta’ala dalam menetapkan hukum-hukum tersebut. Sehingga yang berhubungan dengan tujuan mencari keridhaan Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya serta mendapatkan pahala di akhirat nanti dinamakan ibadah. Sedangkan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kemaslahatannya di dunia dinamakan muamalat.
Ibnu Abidin –rahimahullah- seorang ulama madzhab Hanafiyah pernah menyatakan muamalah adalah semua yang dimaksudkan darinya secara asal untuk memenuhi kemaslahatan hamba, seperti jual-beli, al-Kafalah, al-Hawalah, dan sejenisnya. Demikian juga Imam asy-Syathibi –rahimahullah- menyatakan, muamalat adalah semua yang kembalinya kepada kemaslahatan manusia dengan selainnya, seperti perpindahan hak kepemilikan dengan pembayaran ataupun tanpa pembayaran dengan transaksi untuk membebaskan budak, kemanfaatan atau masalah kemaluan (al-abdha’).
Para ahli fiqh dalam banyak karya tulisnya, mayoritas memisahkan masalah pernikahan dan seputarnya dalam bagian tersendiri yang terpisah dari muamalah, dan demikian juga para ulama kontemporer. Banyak ahli fiqh membagi persoalan fiqh menjadi empat kategori, yaitu: (1) fiqh ibadat, (2) fiqh muamalat, (3) fiqh nikah (fiqh al-ankihat), (4) fiqh al-hudud wa al-jinayat (hukum-hukum kriminal dan peradilan). Sehingga topik pembahasan fiqh muamalat adalah berkenaan dengan pertukaran harta benda.
Dalam hal ini ada beberapa permasalahan ini yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Pemisahan antara ibadah dengan muamalah tidak berarti meniadakan (menghilangkan) nilai ibadah dalam bagian muamalah, karena niat itu sendiri memiliki pengaruh besar dalam meraih pahala Allah. Antara ibadah dan muamalah memiliki keterkaitan erat, bahwa dalam ibadah itu terdapat manfaat duniawi, dan demikian pula muamalat terdapat pengertian ibadah di dalamnya. Pembagian ini hanya memperhatikan pengertian dan makna yang dominan padanya. Padahal jelas bahwa ibadah berisi makna duniawi, misalnya ibadah shalat, disamping sisi ibadah juga memiliki sisi kebersihan badan, pakaian dan tempat. Juga ada olah raga bagi anggota tubuh serta membiasakan berkonsentrasi pikiran terhadap suatu urusan. Demikian juga dengan zakat, puasa dan haji memiliki korelasi antara nilai ibadah dengan duniawi. 2. Penyatuan beberapa pokok bahasan (bab) dengan nama muamalat hanyalah istilah yang tidak ada pengaruh pada hukumnya. Perbedaan diantara para ulama dalam memasukan satu bab tertentu hanyalah perbedaan dalam mengklasifikasi dan urutan semata. Contohnya madzhab Syafi’iyyah memasukkan pembahasan al-iqrar (pengakuan) dalam bagian muamalat, sedangkan selainnya tidak memasukkan pada bagian ini. Atau masalah nikah, oleh sebagian ulama dimasukkan pada bagian muamalat, sedangkan yang lainnya tidak memandang demikian.

Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa secara garis besar definisi atau pengertian fiqih muamalah yaitu, hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara berhubungan antarsesama manusia, baik hubungan tersebut bersifat kebendaan maupun dalam bentuk perjanjian perikatan (seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dsb) yang pelaksanaannya berdasarkan al-Qur`an dan Sunnah serta penjelasan para ulama pakar syari’at. Fiqih mu’malah adalah salah satu pembagian lapangan pembahasan fiqih selain yang berkaitan dengan ibadah, artinya lapangan pembahasan hukum fiqih mu’amalah adalah hubungan interpersonal antar sesama manusia, bukan hubungan vertikal manusia dengan Allah (ibadah mahdloh).

1.2 Sumber – Sumber Fiqih Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:
1. Al-Qur’an Al Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya.

2. As-Sunnah As-Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan. As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila kita tidak mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Qur’an maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi shollallahu’alaihiwasallam dengan sanad yang sahih. As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah.

3. Ijma’ Ijma’ merupakan kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad shollallahu’alaihiwasallam dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut—baik pada generasi sahabat atau sesudahnya—akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib. Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi shollallahu’alaihiwasallam, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).

4. Qiyas Yaitu: Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’. Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur’an, as Sunnah dan Ijma’. Qiyas memiliki empat rukun: 1. Dasar (dalil). 2. Masalah yang akan diqiyaskan. 3. Hukum yang terdapat pada dalil. 4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan. Inilah sumber-sumber yang menjadi rujukan syari’at dalam perkara-perkara fiqih Islam, kami sebutkan semoga mendapat manfaat, adapun lebih lengkapnya dapat dilihat di dalam kitab-kitab usul fiqh Islam (Fiqhul Manhaj ‘ala Manhaj Imam Syafi’i).

3.2 Asas-asas Fiqih Muamalah Pada pembahasan kali ini kami ingin mengulas tentang asas-asas fiqih muamallah dalm arti sempit. Dalam arti sempit fiqih muamalah merupakan aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitanya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Sesuai dengan definisi ini, maka fiqih mu’malah secara sempit cakupannya dibagi menjadi dua bagian yaitu Mu’malah madiyah dan Mu’amalah Adabiyah:

a. Muamalah Madiyah adalah muamalah yang mengkaji dari segi obyeknya yaitu benda serta status dari benda tersebut seperti mendatangkan mashlahat atau madarat bagi kehidupan manusia, halal, haram, syubhat, najis atau suci untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, * Oleh karena itu aktifitas muslim yang berkaitan dengan benda seperti jual beli bukan hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata tetapi juga untuk mencapai ridha Allah konsekuensinya ia harus mentaati tata cara jual beli yang telah ditentukan oleh Allah

b. Mumalah Adabiyah adalah muamalah yang mengkaji dari segi subyeknya yaitu manusia yang ditinjau dari segi cara tukar menukar benda yang unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban sepeti jujur, hasud, iri , dendam dan lain-lain. * Dengan demikian maksud mu’malah adabiyah ini adalah cara-cara seseorang dalam mendapatkan benda atau memanfakannya apakah sudah sesuai dengan Aturan Allah atau tidak ? seperti; apakah dalam berlangsungnya suatu aqad didasari keridhaan dari kedua belah pihak ? apakah unsur-unsur aqad seperti ijab qabulnya ada atau tidak ? apakah ada unsur kedhzaliman seperti bohong, khianat dalam transaksi ?

Pada prakteknya muamalah madiyah dan adabiyah ini tidak dapat dipisahkan, ia bagaikan dua sisi mata uang yang hanya dapat dibedakan tapi tak dapat dipisahkan, perbedaan ini hanya untuk kepentingan teoritis saja.

Perbedaan dalam arti luas dan sempit adalah dari segi cakupannya mu’amalah dalam arti sempit tidak mencakup jinayah, siyasah, mawarits misalnya karena ketiganya dewasa ini telah menjadi kajian tersendiri sementara persamaannya sama-sama mengatur tentang urusan manusia.
Ruang lingkup kajian fiqih muamalah: * Muamalah Madiyah
Ruang lingkup muamalah madiyah adalah Ijab Qobul, Keridhaan dari kedua belah pihak, Kejujuran pedagang, Unsur penipuan, Pemalsuan Penimbuan dan lain sebagainya * Mumalah Adabiyah
Ruang lingkup muamalah adabiyah adalah Jual beli, Gadai, Pemindahan hutang (hiwalah), Perseroan atau perkongsian (Syirkah), Perseroan harta dan tenaga (Mudharabah), Persewaan tanah (musaqah, Mukhabarah), Upah (Ijarah), Pemberian, Sayembara (Ji’alah), Masalah-masalah kontemporer seperti Bunga Bank, Asuransi, Kredit dan lain-lain

Asas-asas Fiqih Muamalah
Asas-asas mu’amalat disini adalah asas yang dapat dikatakan sebagai teori-teori yang membentuk hukum mu’amalah adapun asas-asas tersebut adalah sebagai berikut : a. Asas Taba’dul Manafi
Bahwa segala sesuatu bentuk kegiatan mumalat harus memberikan keuntungan dan manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat. Hal ini menunjukan bahwa manusia bukanlah pemilik mutlaq melainkan hanya sebagai pemilik hak manfaatnya saja berdasarkan firman Allah :
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا
“Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi serta apa-apa yang ada diantara keduanya (Al-Maidah -17)”

b. Asas Pemerataan Asas ini adalah penerpan prinsip keadilan dalam bidang muamalah yang menghendaki agar harta tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang sehingga harta itu harus terdistribusikan secara merata diantara masyarakat baik kaya maupun miskin, oleh karena itu dibuatlah hukum zakat, shadaqah, infaq dan sebagainya Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Hasyr ayat 7 :
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُم …supaya harta tidak beredar pada orang-orang kaya saja diantara kalian..” c. Antaradhin Asas ini menyatakan bahwa setiap bentuk muamalat antar muslim atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing. Kerelaan disini dalam arti kerelaan melakukan suatu bentuk mu’amalah atau kerelaan dalam menyerahakan benda yang dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalah lainnya.

d. Adamul gharar Asas ini merupakan kelanjutan dari asas antaradhin. Asas adamul gharar berarti bahwa setiap bentuk mu’malat tidak boleh ada tipu daya atau yang menyebabkan sesuatu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam melakukan suatu transaksi atau perikatan
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ……… Dan janganlah kamu memakan harta sebahagian yang lain dengan jalan bathil (Al-Baqarah 188 )

e. Al-Bir Wa Taqwa Asas ini menyatakan bahwa setiap bentuk muamalat yang dilakukan oleh umat muslim adalah untuk tolong menolong antar sesama manusia dalam rangka al-bir wa taqwa yakni kebajikan dan ketaqwaan dalam berbagai bentuknya
…وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan janglah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan,.dan bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya amat berat siksa Allah.

f. Musyarakah Asas ini menghendaki bahwa setiap bentuk muamalah adalah musyarakah yakni kerja sama antar pihak yang saling menguntungkan, bukan saja yang terlibat melainkan juga bagi seluruh masyarakat manusia.

3.3 Urgensi mempelajari Fiqih Muamalah Islam sebagai ad-din adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Komprehensif artinya bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam, dikarenakan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek spiritual (ibadah murni), tetapi juga aspek mu’amalah yang meliputi ekonomi, sosial, politik, hukum, dan sebagainya. Dari paparan di atas jelaslah bahwa Islam memiliki ajaran islam yang luar biasa banyaknya. Sebagai konsekuensinya, kita harus mengamalkan ajaran ekonomi Islam tersebut agar keIslaman kita menjadi kaffah, tidak sepotong-potong. Allah SWT secara tegas memerintahkan agar kita memasuki Islam secara kaffah ( menyeluruh ).

Mengenal konsep Islam dalam pertukaran harta, baik dengan jual beli atau yang lainnya, termasuk hal yang sangat urgen (penting) yang wajib diperhatikan, khususnya dewasa ini di mana kaum muslimin mulai mau kembali merujuk agamanya. Sehingga, sudah menjadi tugas kita untuk memberikan pencerahan kepada umat ini seputar hukum jual beli, agar mereka dapat memperoleh makanan dan minuman yang halal. Kemudian, mudah-mudahan dengan itu akan membantu mencapai kejayaan umat ini. Demikian juga, mudah-mudahan bermanfaat bagi masyarakat kita agar memiliki sandaran syariat dalam setiap transaksi mereka. Hal ini semakin tampak urgensinya bila melihat sebagian besar transaksi perdagangan mereka dewasa ini terpengaruh (suasana) pasar yang ada, yang dalam banyak bentuknya tidak berdiri diatas syariat dan aturan Allah. Ditambah ketidaktahuan kaum muslimin terhadap ajaran Islam seputar permasalahan ini.

Mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi umat Islam itu sendiri,
Pertama, sebagai ketaatan kepada syariah Allah Swt. Menurut Husein Shahhatah, dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang muslim berkewajiban memahami dan mengamalkan muamalah (ekonomi Islam) sebagai kepatuhan kepada syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari.

Kedua, mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial, karena Islam bukan saja ibadah dan munakahat, tetapi juga aspek-aspek lainnya, terutama ekonomi. Bila umat Islam masih bergelut dan mengamalkan sistem ekonomi ribawi dalam berbagai kegiatan ekonomi, berarti keIslamannya belum kaffah, sebab ajaran ekonomi syariah diabaikannya.

Ketiga, menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah baik dalam mencari nafkah, berdagang atau melalui bank syariah, asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian syari’ah atau BMT, mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan. Selain itu seorang muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala, karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi.

Keempat, praktek ekonominya berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan syari’ah Allah SWT.

Kelima, mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam sendiri, berarti ’izzul Islam wal muslimin.

Keenam, mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah lembaga keuangan syariah seperti bank syariah dan asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin.

Ketujuh, mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek –proyek halal. Bank syariah dan lembaga keuangan syariahnya tidak akan mau membiayai usaha-usaha haram, seperti pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa munkar, seperti diskotik, dan sebagainya.

Kedelapan : mengamalkan ajaran ekonomi syariah akan dapat meningkatkan kesejahteraan umat dan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Bila umat Islam memiliki etos kerja yang tinggi sesuai dengan perintah Islam, Insya Allah umat Islam akan unggul dari bangsa–bangsa lain.

SIMPULAN
3.1 Simpulan
Fiqih muamalah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara berhubungan antarsesama manusia, baik hubungan tersebut bersifat kebendaan maupun dalam bentuk perjanjian perikatan (seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dsb) yang pelaksanaannya berdasarkan al-Qur`an dan Sunnah serta penjelasan para ulama pakar syari’at. Fiqih mu’malah adalah salah satu pembagian lapangan pembahasan fiqih selain yang berkaitan dengan ibadah, artinya lapangan pembahasan hukum fiqih mu’amalah adalah hubungan interpersonal antar sesama manusia, bukan hubungan vertikal manusia dengan Allah (ibadah mahdloh).

Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber yaitu Al Qur’an, As Sunnah, Ijma. Qiyas. Asas Taba’dul Manafi, Asas Pemerataan, Antaradhin, Adamul gharar, Al Bir Wa Taqwa, Musyarakah. Mengenal konsep Islam dalam pertukaran harta, baik dengan jual beli atau yang lainnya, termasuk hal yang sangat urgen (penting) yang wajib diperhatikan, khususnya dewasa ini di mana kaum muslimin mulai mau kembali merujuk agamanya. Sehingga, sudah menjadi tugas kita untuk memberikan pencerahan kepada umat ini seputar hukum jual beli, agar mereka dapat memperoleh makanan dan minuman yang halal. Kemudian, mudah-mudahan dengan itu akan membantu mencapai kejayaan umat ini. Demikian juga, mudah-mudahan bermanfaat bagi masyarakat kita agar memiliki sandaran syariat dalam setiap transaksi mereka. Hal ini semakin tampak urgensinya bila melihat sebagian besar transaksi perdagangan mereka dewasa ini terpengaruh (suasana) pasar yang ada, yang dalam banyak bentuknya tidak berdiri diatas syariat dan aturan Allah. Ditambah ketidaktahuan kaum muslimin terhadap ajaran Islam seputar permasalahan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Mu’amalah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010)
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002)
Arifin, E Zaenal. 2012. Metode Penulisan lmiah. Jakarta: Pustaka Mandiri.
Majalah Fatawa http://yufid.com/ http://pengusahamuslim.com/ http://klikuk.com/fikih-ekonomi-islam-bag-1/ http://rudichum.blogspot.com/2013/10/makalah-muamalah-dalam-arti-luas.html http://digilib.uin-suka.ac.id http://www.agustiantocentre.com/ http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/04/muamalah-427352.html http://erwi-zonata.blogspot.com/2013/01/fiqh-muamalah.html http://elshidiqy.blogspot.com/2010/12/fiqih-muamalat-pengertian-ruang.html http://syariah99.blogspot.com/2013/07/urgensi-fiqh-muamalah.html

--------------------------------------------
[ 2 ]. Lihat kitab Taj al-Arus, 8/36
[ 3 ]. Lihat al-Muwafaqat, karya asy-Syathibi (1/284) dan I’lam al-Muwaqqi’in (1/384).
[ 4 ]. Al-Hawafiz al-Tijariyah al-Taswiqiyyah wa Ahkamuha fil Fiqh al-Islami, Syaikh Khalid bin Abdillah al-Mushlih, Dar Ibnul Jauzi, Cetakan Pertama, Th. 1420H, hlm. 11-12.
[ 5 ]. Lihat Fiqh Mu’amalat, Dirasah Muqaranah, Muhammad Ali al-Faqi, hlm. 20.
[ 6 ]. Hasyiyah Ibnu Abdidin, 4/500.
[ 7 ]. Al-Muwafaqat, 2/9-10.
[ 8 ]. Al-Wassathah al-Tijariyah fi al-Mu’amalat al-Maliyah, Syaikh Abdurrahman bin Shalih al-Athram, hlm. 21.
[ 9 ]. Muamalat al-Maliyah al-Mu’asharah, diambil dari pelajaran Syaikh Khalid bin ‘Ali al-Musyaiqih dalam Daurah al-Ilmiyah di Masjid al-Rajihi, kota Buraidah, Th. 1424H – transkrip diambil dari halaman 2.
[ 10 ]. Al-Wasathah al-Tijariyah, hlm. 22.
[ 11 ]. Fiqh Mu’amalat, Dirasat Muqaranah, hlm. 20
[ 12 ]. Ibid., hlm. 21.

Similar Documents

Free Essay

Optimalisasi Waqaf Tunai Melalui Peran Satria (Safety Triangle of Stakeholders) Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Umkm Yang Berkelanjutan Di Indonesia (Studi Kasus : Umkm Sentra Industri Keramik Dinoyo, Malang)

...Optimalisasi Waqaf Tunai melalui Peran SATRIA (Safety Triangle of Stakeholders) sebagai Upaya Peningkatan Daya saing UMKM yang Berkelanjutan di Indonesia (Studi Kasus : UMKM Sentra Industri Keramik Dinoyo, Malang) Oleh: Aji Nur Afifatul Hasna LusianaWatiningsih Sarintan Pratiwi Usman UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 HALAMAN PENGESAHAN USULAN LKTI NASIONAL SELF XI 2014 1. Judul Kegiatan : Optimalisasi Waqaf Tunai melalui peranSATRIA (SafetyTriangle of Stakeholders) sebagai Upaya Peningkatan DayaSaingUMKM yang Berkelanjutan di Indonesia (Studi KasusUMKM Sentra Industri Keramik Dinoyo, Malang) 2. Ketua Pelaksana Kegiatan a) Nama Lengkap : Aji Nur Afifatul Hasna b) NIM : 125020300111060 c) Jurusan : Akuntansi d) Universitas : UniversitasBrawijaya e) AlamatRumah dan No Tel/HP : Perum Persada Bhayangkara Singashai Blok N-16 Malang/085755500645 f) Alamat email :ajinurafifatul@gmail.com 3. AnggotaPelaksanaKegiatan : 2 orang 4. DosenPendamping a) Namalengkap dan gelar :AchmadZaky, SE.,MSA.,Ak. b) NIP : 19841024 201012 1 003 c) AlamatRumah dan No tel,/ HP : Tata surya II/7 Malang/ 081805081000 Malang, 13 April 2014 Ketua Pelaksana Kegiatan (Aji Nur Afifatul Hasna)NIM. 125020300111060 | Dosen Pendamping(AchmadZaky, SE.,MSA.,Ak.)NIP. 19841024 201012 1 003 | | | Pembantu Dekan Bidang KemahasiswaanFakultas Ekonomi dan Bisnis (Fatchur Rohman, SE., Msi., Dr)NIP. 19610121 1986011 002 | |...

Words: 6947 - Pages: 28