Hubungan Antara Tingkat Spiritualitas Siswa Dengan Motivasi Belajar Siswa
In:
Submitted By agussubhan Words 3859 Pages 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam sejarah peradaban manusia merupakan salah satu komponen kehidupan yang paling urgen. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia pertama ada di dunia sampai berakhirnya kehidupan dimuka bumi ini. Bahkan, kalau ditarik mundur lebih jauh lagi, kita akan dapatkan bahwa pendidikan telah mulai berproses sejak Allah SWT. menciptakan manusia pertama Adam di surga dan telah mengajarkan kepadanya semua nama yang belum dikenal sama sekali oleh para malaikat (Hasan Basri, 2012: 61).
Dalam undang-undang pendidikan nomor 20 tahun 2003, disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Dari redaksi undaang-undang di atas dapat diketahui bahwa ruang lingkup pendidikan tidak sebtas hal yang bersifat kognitif (IQ) semata, melainkan juga mencakup keagamaan, pengendalian dan pengenalan diri, kepribadian, dan akhlak mulia. Semuanya itu berkaitan atau bahkan didasari dengan kekuatan spiritual (SQ).
Tapi pada pelaksanaannya pendidikan terutama pendidikan formal di negeri ini cenderung lebih mengutamakan IQ ketimbang yang lainnya. Padahal IQ (Intelligence Quotien) yang mula-mula diperkenalkan oleh Wilhelm Stern pada awal abad keduapuluh dan bertahan selama 200 tahun telah dikritik oleh banyak teori kecerdasan lainya seperti MI (multiple intelligences) oleh Howard Gardner, EQ (emotional quotient) oleh Daniel Goleman, SQ (spiritual quotient) yang diperkenalkan secara ilmiah oleh Danah Zohar dan Ian Mashal, dan masih banyak lagi yang lainnya. bahkan IQ dituduh sebagai penyebab terjadinya “krisis manusia moderin” di dunia barat. Agus Efendi (2005).
Daniel Goleman (2004) mengatakan “setinggi-tingginy, IQ menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen oleh kekuatan-kekuatan lain”. kecerdasan spiritual atau lebih dikenal dengan SQ merupakan faktor penting dalam menentukan kesuksesan dan prestasi seseorang. Agus Efendi (2005 : 208) mengatakan “SQ dibutuhkan oleh siapa pun yang ingin memuncakkan prestasi dan makna hidup”.
Spiritual quotient berperan penting dalam menentukan pencapaian dalam seluruh aspek kehidupan. Abdul Jalil menulis dalam bukunya Spiritual enterprenership bahwa spiritualitas dewasa ini telah masuk dan dikaitkan dengan berberbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang ekonomi, yang sesungguhnya dalam perinsipnya sangatlah berbeda. Ekonomi tentu mengedepankan rasionalitas dan sangat matematis, sebaliknya spiritualitas bersifat supra-rasional dan tidak bisa dihitung. Abdul Jalil juga dalam bukunya memperlihatkan hasil penelitian terhadap sekelompok pengusaha di Kudus bahwa seorang pengusaha yang secara spiritual baik atau dianggap baik karena mengikuti suatu tarekat tertenru – memiliki taraf hidup yang lebih baik dalam segi ekonomi, dibandingkan orang yang secara spiritual buruk. Karena begitu besarnya pengaruh SQ di dalam kehidupan manusia, saya sebagai mahasiswa jurusan PAI tertarik untuk mengetahui saberapa jauh keterlibatan SQ dalam dunia pendidikan, khususnya dalam menentukan prestasi belajar siswa.
Namun di sisi lain prestasi belajar siswa salasatunya ditentukan oleh motivasi siswa dalam belajar. Motivasi sebetulnya berada pada ranah EQ seperti apa yang ditulis oleh Agus Efendi (2005 : 207) “sementara EQ adalah jenis kecerdasan yang memberikan kita rasa empati, cinta, motivasi, dan kemempuan untuk menghadapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat”. walaupun demikian ada beberapa permasalahan motivasi yang dapat diselesaikan oleh SQ.
Permasalahan motivasi biasanya terletak pada rendahnya tingkat motivasi seseorang. hal seperti ini bisa terjadi ketika seseorang dalam keadaan terpuruk atau merasa kalah. Sebagai cotoh siswa yang selalu mendapat rengking terbawah akan merasa bahwa dirinya memeng tidak bisa mendapatkan rangking yang baik di kelas dan kehilangan motivasinya untuk memperbaiki rengkingnya di kelas. Di sini lah peran SQ. SQ dapat membangkitkan saeseorang dari keterpurukan. Agus Efendi (2005 : 208) mengatakan dalam bukunya sebagai berikut:
“Dengan SQ kita bisa menjadi kreatif, luwes, berwawasan luas, atau spontan secara kreatif, untuk berhadapan dengan masalah eksistensial – yaitu saat secara pribadi kita merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masalalu akibat penyakit dan kesedihan”.
MTs Tanjungsari merupakan sekolah formal yang di dalamnya terdapat banyak pendidikan agama, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di sekolah tersebut, diperoleh informasi dari para guru bahwa disekolah tersebut sering diadakan kegiatan yang bersifat spiritual keagamaan seperti istighasah dan tabligh akbar yang diadakan setiap perayaan hari besar islam, salat duha pada waktu istirahat, salat duhur berjamaah dan kultum pada hari jumat sebelum masuk jam pelajaran pertama. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan spiritualitas (SQ) siswa dan diharapkan juga berimbas pada peninkatan motivasi siswa. Seluruh kegiatan tersebut dilaksanakan dengan baik oleh para siswa yang ditandai dengan tingkat partisipasi dan apresiasi yang tinggi di setiap kegiatannya. Namun pada kenyataannya masih saja ditemukan siswa yang memiliki motivasi rendah yang terlihat dari prilaku malas belajar, tidak memperhatikan guru dalam kegiatan pembelajaran, tidak mengerjakan tugas, dan lain sebagainya.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan ini yang akan dituangkan dalam sebuah karya ilmiah, berbentuk skripsi dengan judul: “HUBUNGN ANTARA TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL SISWA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH”. (Penelitian terhadap Siswa Kelas III MTs Tanjungsari Kec. Cikaum Kab. Subang).
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kecerdasan spiritual (SQ) siswa di MTs Tanjungsari? 2. Bagaimana tingkat motivasi belajar siswa di MTs Tanjngsari? 3. Bagaimana hubungan antara kecerdasan spiritual terhadap motivasi belajar siswa di sekolah MTs Tanjungsari? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat spiritualitas siswa di MTs Tanjungsari 2. Untuk mengetahui tingkat motivasi siswa di MTs Tanjungsari 3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecerdasan spiritualitas siswa dengan motivasi belajar siswa di sekolah MTs Tanjungsari D. Manfaat penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran baru khususnya dalam bidang psikologi pendidikan, mengenai kecerdasan spiritualitas dengan motivasi berprestasi pada siswa. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi pada lembaga pendidikan, khususnya tempat penelitian dilakukan supaya para guru bisa membimbing dan memotivasi para siswa agar bisa menggali kecerdasan spiritualitas yang dimilikinya. 3. Bagi Peneliti Sebagai suatu pengalaman pertama dalam penelitian lapangan guna menambah wawasan yang luas dan memperluas pola-pola pemikiran. E. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini melibatkan dua variabel pokok yaitu kecerdasan spiritual sebagai variabel bebes (independent variable) dan motivasi belajar siswa sebagai variabel terkait (dependent variable). kemudian pada bagian akhir akan dikemukakan rasionalitas hubungan antara kecerdasan spiritual dengan motivasi belajar sisiwa.
Spiritual Quotient adalah kecerdasan yang dapat menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. (Danah Zohar dan Ian Marshall, 2002: 8).
Spiritual Quotient juga berbeda dari IQ dan EQ. IQ adalah jenis keserdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika dan strategis. Sementara EQ adalah jenis kecerdasan yang memberi kita rasa empati , cinta, motivasi, dan kemempuan untuk menghdapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat. Adapun SQ adalah jenis kecerdasan yang memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi. SQ adalah jenis kecerdasan untuk bermain dengan batasan,, memainkan “permainan tak terbatas”. SQ adalah kecerdasan yang memberi kita kemampuan membedakan, rasa moral, kemampuan menyesuaikan peratutan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta. SQ juga merupakan kecerdasan yang memberi kita kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasnya; kemampuan yang digunakan untuk bergulat dengan ikhwal baik dan jahat, untu membayangkan kemungkinan yang belum terwujud – untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengengkat diri kita dari kerendahan. (Agus Efendi, 2005:207)
Dimensi spiritual, disebut Frankel sebagi noos, yang mengandung semua sifat manusia, seperti keinginan untuk memberimakna, orientasi tujuan, kreativitas, imajinasi, intuisi, keimanan, visi untuk menjadi apa, serta kemempuan untuk mendengarkan hati nurani diluar kendali super ego, juga selera humor. Didalamnya juga terkandung pembebasan diri kita, atau kemampuan utuk melangkah keluar dan memandang diri kita, juga transendensi diri atau kemampuan untuk menggapai orang yang kita cintai atau mengejar tujuan yang kita yakini.
Lalu mengapa kita harus memanfaatkan SQ? Jawabannya jelas. Karena SQ dapat mengoptimalkan kecerdasan IQ dan EI, sehingga SQ disebut sebagai unitive intelligence (kecerdasan yang menyatukan). SQ diperlukan bagi siapapun yang yang igin memuncakkan prestasi dan makna hidup. Begitulah kecerdasan spiritual yang menurut psikolog umiversiy of California, Davis Robert Emmons, sebagaimana menurut David G. Myers (2003:426-427), komponen-komponen kecerdasan itu sebagai berikut: * “ kemampuan untuk mentransendensi. “ orang-orang yang sangat spiritual menyerap sebuah realtas yang melampaui materi dan fisik. * “ kemampuan untuk menyucikan pengalaman sehari-hari. “ orang yang cerdas secara spiritual memilki kemampuan untuk memberi makna sacral atau illahi pada pelbagai aktivtas, peristiwa, dan hubungan sehari-hari * “ kemempuan untuk mengalami kondisi-kondisi kesadaran puncak “ orang-orang yang cerdas secara spiritual mengalami ekstase spiritual. Mereka sangat perseptif terhadap pengalaman mistis. * “ kemampuan untuk menggunakan potensi-potensi spiritual untuk memecahkan pelbagai masalah. “ transformasi spiritual seringkali mengarahkan orang-orang untuk memerioritaskan ulang pelbagai tujuan. * “ kemampuan untuk terlibat dalam pelbagai kebajakan “ orang-orang yang cerdas spiritual memiliki kemampuan lebih untuk menunjukan pengampunan pengampunan, mengungkapkan rasa terima kasih, merasakan kerendahan hati, dan menunjukan rasa kasih.
Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif manusia merupakan dorongan, hasrat, keinginan dan tenaga penggerak lainnya, yang berasal dari dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Sebenarnya motivasi merupakan istilah yang lebih umum untuk menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorogan yang timbul dari dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkanya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan (Suryabrata, 2011: 70).
Menurut makmun (2007:37) motivasi merupakan suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy) atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu baik disadari maupun tidak disadari. Menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2010: 73) motivasi adalah perubahan energi dari dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya ’’feeling’’ dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian tersebut ada tiga hal penting yaitu 1) motivasi itu mengawali terjadinya energi pada setiap individu manusia, 2) motivasi tesebut dutandai dengan munculnya rasa ’’feeling’’ atau afeksi seseorang dan 3) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia yang berkaitan dengan perasaan juga emosi kemudian dapat menentukan tingkah laku manusia, dorongan yang muncul itu karena adanya tujuan kebutuhan atau keinginan.
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) motivasi intrinsik; 2) motiekstrinsik. Motivasi intrinsic adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorong tindakan belajar. Termasuk dalam metivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidipan masa depan siswa yang bersangkutan. Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang dating dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orangtua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh kongkrit motivas ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah ( Muhibbin Syah, 1995:137).
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Uno, 2009: 22). Pengertian belajar menurut purwanto dapat diartikan sebagai berikut a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada seorang bayi. c. Untuk dapat disebut sebagai belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Beberapa lama periode itu berlangsung ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan maupun bertahun-tahun. d. Tingkah laku yang mengalami perubahan-perubahan karena belajar yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik pisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian pemecahan suatu masalah/berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Dari kedua pengertian motivasi dan belajar, maka dapat digabung pengertian motivasi belajar adalah suatu kekuatan atau dorongan dalam diri individu membuat individu tersebut bergerak, bertindak untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuanya yaitu proses seorang individu merupakan prubahan prilaku berdasarkan pengalaman dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan meniru dan lain sebagainya.
Sebagai acuan dalam mendeteksi perkembangan motivasi belajar pada siswa, berikut ini akan dikemukakan beberapa indikator yang dapat dijadikan dasar dalam menentukan tinggi rendahnya motivasi. indikator tersebut menurut Abin Syamsudin Makmun (2004: 24) : 1. Durasi kegiatan
Berapa lama kemampuan penggunaan waktu untuk melakukan kegiatan. 2. Frekuensi kegiatan
Berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu tertentu. 3. Ketabahan
Keuletan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan. 4. Devosi
Pengabdian dan pengorbanan (uang, tenaga, pikiran) untuk mencapai tujuan. 5. Tingkat aspirasinya
Maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau target dan idolanya yang hendak dicapai. 6. Tingkat kualifikasi prestasi
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuranikan diatas yang menyoroti dua variabel dapat digambarkan melalui skema sebagai berkit
Motivasi Belajar
Motivasi Belajar
Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan Spiritual
INDIKATOR
INDIKATOR
1. kemampuan untuk mentransendensi. 2. kemampuan untuk menyucikan pengalaman sehari-hari. 3. kemampuan untuk terlibat dalam pelbagai kebajakan 4. kemampuan untuk menggunakan potensi-potensi spiritual untuk memecahkan pelbagai masalah. 5. kemempuan untuk mengalami kondisi-kondisi kesadaran puncak
6. kemampuan untuk mentransendensi. 7. kemampuan untuk menyucikan pengalaman sehari-hari. 8. kemampuan untuk terlibat dalam pelbagai kebajakan 9. kemampuan untuk menggunakan potensi-potensi spiritual untuk memecahkan pelbagai masalah. 10. kemempuan untuk mengalami kondisi-kondisi kesadaran puncak
1. Durasi Kegiatan 2. Frekuensi 3. Ketabahan 4. Devosi 5. Tingkat aspirasi 6. Tingkat Kualifikasi 7. Durasi Kegiatan 8. Frekuensi 9. Ketabahan 10. Devosi 11. Tingkat aspirasi 12. Tingkat Kualifikasi
Responden
Responden
F. Hipotesis
Dengan menyotori kenyataan yang melibatkan siswa maka penelitian ini bertolak pada hipotesis “semakin tinggi tingkat spiritualitas siswa, maka akan semakin tinggi pula motivasi belajar siswa di sekolah, sebaliknya semakin rendah tingkat spiritualitas siswa, maka akan semakin rendah pula motivasi belajar siswa di sekolah.
Untuk menguji hipotesis tersebut dirumuskan hipotesis statistik dengan menetapkan signifikasi 5% dengan prinsip sebagai berikut: prinsip pengujian yang digunakan akan ditempuh dengan membandingkan harga (T) Hitung dalam harga (T) Tabel. Apabila (T) Hitung > (T) Tabel maka hipotesis Nol (0) ditolak sehingga ada pengaruh antara variabel X dan variabel Y, dan apabila (T) Hitung < (T) Tabel maka hipotesis nihil diterima sehingga tidak ada pengaruh antara variabel X dengan Variabel Y (Sudjana 2005: 219). G. Langkah-langkah Penelitian 1. Menentukan Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif adalah data yang bisa diselidiki secara langsung dan bisa dihitung dengan memakai alat-alat pengukuran sederhana. dan bersumber dari hasil observasi, wawancara, angket dan studi kepustakaan diakumulasi dan menelaah literatur melalui teknik tes dan angket data diserahkan kepada sejumlah responden yang telah ditetapkan sebagai sampel. Sedangkan data kualitatif diisi dengan data tentang gambaran umum lokasi penelitian mulai dari keadaan sarana dan prasarana sekolah. Kartini Kartono ( 992:72). 2. Menentukan Sumber Data a. Lokasi Penelitian
Dalam pelaksanaannya, penelitian ini akan dipusatkan di sekolah MTs Tanjungsari. Alasan penulis mengambil lokasi penelitian di MTs Tanjungsari adalah karena lokasi tersebut terdapat masalah yang akan diteliti, dan tersedianya sumber data yang diperlukan serta lokasi yang dekat sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. b. Menentukan Populasi dan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian dapat berupa populasi atau sampel. Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang akan diteliti. Objek yang diteliti dalam populasi disebut unit analisis atau elemen populasi.Unit analisis dapat berupa orang, perusahaan, media, dan sebagainya.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX MTs Tanjungsari yang berjumlah 115 siswa yang tersebar dalam 4 kelas. Penulis mempedomani pendapat Suharsimi Arikonto (1998:107). Apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Sebaliknya apabila subjeknya besar dapat diambil semuanya antara 10% - 15% atau 20% - 25% dan karena subjeknya besar, penulis mengambil sampel 25% dari jumlah populasi, dengan perhitungan (25 x 115) : 100 = 28,75. Jadi, berdasarkan perhitungan tersebut, maka penulis mengambil sampel dalam penelitian ini berjumlah 29 siswa etelah di bulatkan. 3. Menentukan Metode dan Teknik Pengumpulan Data c. Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam palam penelitian ini adalah metode dekriptif, yaitu suatu penelitian yang diupayakan untuk mengamati prmasalahan secara itematis dan akurat mengenai fakta-fakta dan ifat-sifat objek tertentu (Yaya Suryana dan Tedi Priatna, 2009:105). Metode ini dipilih karena penelitian yang sedang dilakukan tidak hanya sebatas pengumpulan data melainkan dilanjutkan dengan pengolahan dan penganmbilan kesimpulan yang ilngkapi dengan perhitungan statistik d. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data peneliti menggunaan alat pengummpulan data sebagai beriut: 1) Observasi
Observai ini dilakukan untuk mendekati kenyataan praktis yang berlangung dilokasi peneltian, sarana dan prasarana, keadaan guru, kegiatan proses belajar mengajar, interaksi antar guru MTs Tanjungsari Kec. Cikaum Kab. Subang. Selain itu pula untuk menemukan data dan informai dan gejala dejala atau fenomena yang menjadi permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan penelitian.
2) Angket
Angket ini ditujukan kepada siswa kelas III MTs Tanjungsari Kec. Cikaum Kab. Subang sebagai responden dengan beberapa pertanyaan yang harus dijawab.
Bentuk angket ini terstruktur dari pertanaan-pertanyaan yang disertai dengan ejumlah alternatif jawaban yang dikembangkan kedalam lima pilihan, mulai dari kemungkinan memilih a,b,c,d dan e. Betuk penskorannya untuk pernyataan yang bersifat positif teknik penilaiannya adalah a=5, b=4, c=3, d=2, dan e=1. Sedangkan untuk pernyataan yang negatif teknik penilaiannya adalah a=1, b=2, c=3, d=4 dan e=5. 3) Wawancara
Penulis mengadakan wawancara dengan beberapa responden yaitu : kepala MTs, pembimbing kegiatan ekstra kulikuler, guru bidang studi Pendidikan Agama Islam dan guru-guru bidang studi yang lainnya dengan harapan memperoleh informasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti. 4) Studi Kepustakaan Teknik studi literatur digunakan untuk mendapatkan suatu argumentasi yang mendasari masalah yang dibahas.Teknik ini diarahkan untuk mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah yang penulis selidiki dengan tujuan memperoleh data teoretis yang dapat menunjang dalam pembahasan skripsi ini. 4. Analisis Data
Setelah data kuantitatif terkumpul dengan lengkap maka akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan statistik. Sistematika penganalisaan data dari kedua pendekatan tersebut secara rinci dapat dipahami sebagai berikut: a. Analisis Parsial Analisis parsial yaitu analisis yang dilakukan untuk mendalami dua variabel secara terpisah (variabel X dan variabel Y). Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisa data ini adalah sebagai berikut: 1) Mencari rata-rata tiap variabel, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Menghitung jumlah skor yang diperoleh dari tiap-tiap jawaban item dan mengelompokkannya sesuai dengan yang diperoleh. b) Menghitung jumlah responden yang memilih alternatif jawaban dari setiap item. c) Menghitung jumlah skor indikator dan membaginya dengan jumlah seluruh item serta jumlah responden secara sistematis, dapat dirumuskan:
P : Q : R = S
Keterangan :
Q = Banyaknya item P = Jumlah skor item
S = Rata-rata skor R = Banyaknya responden 2) Uji Normalitas, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Membuat daftar distribusi frekuensi, yang terlebih dahulu menentukan (1) Rentang (R), dengan rumus: R = H – L + 1 (Anas Sudijono, 2003:49) (2) Menentukan kelas interval (K), dengan rumus: K = 1 + 3,3 Log n (Sudjana, 2005:47) (3) Menentukan panjang kelas interval (P), dengan rumus : (Sudjana, 2005:47) (4) Membuat tabel distribusi frekuensi dari data mentah b) Uji tendensi sentral yang meliputi : (1) Mencari rata-rata (mean), dengan rumus :
(a) Untuk variabel X, = (b) Untuk variabel Y, (Sudjana, 2005:67) (2) Mencari median (Md), dengan rumus : (Sudjana, 2005:79) (3) Mencari modus (Mo), dengan rumus : Mo = 3.Md – 2. (Sudjana, 2005:80) (4) Membuat kurva dengan kriteria sebagai berikut: Kurva juling ke negatif < Md < Mo dan kurva juling ke positif apabila > Md > Mo. Intensitas kurva juling ke positif adalah sebagian besar memperoleh skor di bawah rata-rata. (5) Mencari standar deviasi (SD), dengan rumus : (Sudjana, 2005:95) (6) Mencari nilai Z skor dengan rumus :
c) Membuat daftar frekuensi observasi dan ekspektasi masing-masing variabel d) Mencari harga chi– kuadrat hitung (X2), dengan rumus: X2 = (Sudjana, 2005: 273) e) Menentukan derajat kebebasan (dk), dengan rumus: dk = k - 3 f) Menentukan nilai X tabel dengan taraf signifikan 5% g) Menguji normalitas dengan ketentuan : (1) Jika Xhitung < Xtabel, maka data yang diteliti berdistribusi normal. (2) Jika Xhitung > Xtabel, maka data yang diteliti berdistribusi tidak normal. 3) Interprestasi Variabel X dan Y
Hasil uji tendensi sentral akan ditafsirkan setelah dibagi oleh item dengan klasifikasi sebagai berikut : Variabel X Variabel Y 80- 100 sangat baik 4,20 - 5,00 sangat tinggi 70 -79 baik 3,40 - 4, 19 tinggi 60 – 69 cukup 2,60 - 3,39 sedang 50 – 59 kurang 1,80 - 2,59 rendah 0 - 49 gagal 1,00 - 1,79 sangat rendah b. Analisis Korelatif
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel (X) dengan variabel (Y). Adapun langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menguji linieritas regresi data dari kedua variabel, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Menentukan regresi linier, dengan rumus: Y = a +bx di mana a = b = (Sudjana, 2005:315)
b) Uji linieritas regresi, dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menentukan jumlah kuadrat regresi a (Jka), dengan rumus: (Subana, dkk, 2000:162) (2) Menghitung jumlah kuadrat regresi b (JK b/a), dengan rumus:
(3) Menghitung jumlah kuadrat residu (JKr), dengan rumus: JKr = (Subana, dkk, 2000:163) (4) Menghitung jumlah kuadrat kekeliruan (JKkk), dengan rumus: (Subana, dkk, 2000:163) (5) Menghitung jumlah kuadrat ketidakcocokan (JKtc), dengan rumus: (Subana, dkk, 2000:163) (6) Menghitung derajat kebebasan kekeliruan (dbkk), dengan rumus: (Subana dkk, 2000:163) (7) Menghitung derajat kebebasan ketidakcocokan (dbtc),dengan rumus: (Subana, dkk, 2000:163) (8) Menghitung rata-rata kuadrat kekeliruan (RKkk),dengan rumus: (Subana, dkk, 2000:163) (9) Menghitung rata-rata ketidakcocokan (Rktc), dengan rumus: (Subana, dkk, 2000:163) (10) Menghitung nilai F ketidakcocokan, dengan rumus: (Subana, dkk, 2000:164) (11) Menghitung nilai F tabel, dengan taraf signifikansi 5% dengan rumus:
F tabel = (1 - α) (dbtc/dbkk) (Subana, dkk, 2000:164) (12) Pengujian regresi dengan ketentuan: (a) Jika Regresi linier (b) JikaRegresi tidak linier 2) Menghitung kooefisien korelasi, dengan ketentuan sebagai berikut: c) Jika kedua variabel berdistribusi normal dengan regresi linier, maka rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment, yaitu: rxy = (Anas Sudijono, 2003: 193) d) Jika salah satu kedua variabel berdistribusi tidak normal atau regresinya tidak linier, maka rumus yang digunakan adalah korelasi rank dari spearman, yaitu: (Sudjana, 2005:455) 3) Uji hipotesis dengan langkah-langkah sebagai berikut: e) Menghitung harga t hitung, dengan rumus: t = (Sudjana, 2005: 377) f) Menghitung derajat kebebasan (db), dengan rumus: db = N – 2 g) Menghitung t tabel dengan taraf signifikan 5% h) Pengujian hipotesis dengan ketentuan: 1) Hipotesis diterima, jika thitung> ttabel, 2) Hipotesis ditolak, jika thitung< ttabel i) Menafsirkan koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y. Penafsiran koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y dengan skala konservatif, sebagai berikut:
0,00 - 0,20 = dianggap tidak ada korelasi
0,21 – 0,40 = korelasi yang lemah dan rendah
0.41 – 0,70 = korelasi yang sedang atau cukup
0,71 – 0,90 = korelasi yang kuat atau tinggi
0,91 – 1,00 = korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi (Anas Sudijono, 2003: 180) j) Membandingkan koefisien korelasi dengan derajat tidak adanya korelasi, dengan rumus :
K = k) Mengukur derajat pengaruh variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus:
E = 100 (1- K)