Free Essay

Ihsg Dalam Statistik

In:

Submitted By galing
Words 1716
Pages 7
IHSG dalam Statistik
Posted on December 27, 2008 by parahita Terdapat sekumpulan teori yang menyatakan bahwa ada suatu hari, bulan, atau waktu tertentu di mana pergerakan indeks mengalami anomali. Oleh karenanya berdasarkan teori-teori tersebut kita bisa mengetahui kapan waktu yang bagus atau jelek untuk berinvestasi. Teori-teori tersebut biasanya disebut dengan efek kalender. Teori-teori yang sudah umum didengar antara lain adalah monday effect, january effect, october effect, dan beberapa teori lainnya. Apakah teori-teori tersebut benar? Yah, namanya juga teori, bisa benar bisa juga tidak. Terkadang malah terdengar seperti mitos.
Walaupun begitu, mungkin ada rasa penasaran yang timbul dalam hati kita untuk membuktikan kebenaran teori-teori tersebut. Saya akan mencoba membeberkan bagaimana perilaku IHSG pada waktu-waktu tertentu. Saya tidak akan mengikuti teori yang ada. Saya hanya akan mencoba memaparkan data dan Anda bisa menyimpulkan sendiri bagaimana hasilnya [pic]
1. Bagaimana perilaku harian IHSG (Senin – Jumat)?
Mitos yang beredar selama ini adalah jangan trading di hari Jumat karena banyak trader yang menjual sahamnya. Hari Jumat yang merupakan hari perdagangan terakhir mengandung risiko yang besar karena pada hari Sabtu Minggu kita tidak akan pernah tahu apa yang bisa terjadi. Benarkah?
Dengan mengolah data harian IHSG dari tahun 1984 sampai dengan 2008 (Desember) ternyata hasilnya adalah sbb:
[pic]
Tidak seperti mitos yang ada, pada hari Jumat IHSG justru mengalami kenaikan rata-rata tertinggi sebesar 0.13%. Rata-rata perubahan harian IHSG adalah 0.06%. Artinya pada hari Jumat secara statistik kenaikannya rata-rata adalah lebih dari dua kali lipat dari hari-hari lainnya. Sementara hari Senin dan Selasa cenderung sideways dengan rata-rata perubahan 0.01% dan -0.02%. Hmm, interesting…
2. Dalam setahun, kapankah IHSG memiliki kinerja terbaik?
Jika Anda bukan day trader, mungkin akan lebih menyukai grafik di bawah ini. Saya mengolah data bulanan IHSG sehingga kita dapat mengetahui perubahan bulanan rata-ratanya. Mitos yang beredar selama ini adalah adanya Santa Claus Rally di bulan Desember dan kenaikan yang cukup tinggi di bulan Januari (January Effect). Sementara itu, bulan Oktober cenderung dihindari karena beberapa kali crash terjadi di bulan Oktober. Paling tidak, Dow Jones Industrial Average (DJIA) dua kali mengalami crash yang menyakitkan di bulan Oktober, yaitu pada tahun 1929 (Great Depression) dan pada tahun 1987 (Crash of 1987). Itu kejadian di AS. Bagaimana dengan di Indonesia?
[pic]
Untuk kali ini hasilnya ternyata cukup sesuai dengan mitos yang ada. Pada bulan Desember, kenaikan rata-rata IHSG adalah 4.62%, jauh di atas kenaikan rata-rata bulanan sebesar 1.05% (lebih dari empat kali lipat). Terlebih lagi, kenaikan rata-rata IHSG pada bulan Desember adalah kenaikan bulanan tertinggi sepanjang tahun. Peringkat kedua adalah kenaikan rata-rata pada bulan Januari yaitu sebesar 3.79%. Paling tidak dari tahun 1989 sampai dengan 2008, mitos mengenai Santa Claus Rally dan January Effect masih benar [pic]Lalu bagaimana dengan October Effect? Walaupun memang benar pada bulan Oktober, IHSG rata-rata menurun sebesar -1.2% namun rata-rata penurunan terbesar adalah pada bulan September sebesar -2.68% dan bulan Agustus sebesar -1.57%. Dari grafik sepintas agak horor juga market pada bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sekali lagi, itu hanyalah statistik, tidak bisa dijadikan pegangan mati.
3. Berapa harikah IHSG naik/turun secara berturut-turut dan kemudian berubah arah?
Ada hal lain yang menarik untuk diketahui terutama oleh para swing trader. Berapa harikah IHSG akan naik/turun secara berturut-turut dan kemudian berubah arah? Ada yang mengatakan 4 hari, 5 hari dan lain-lain. Mungkin kita melihat faktanya saja [pic]Saya menggunakan data harian IHSG dari tahun 1984 sampai dengan 2008.
[pic]
Seperti yang sudah diduga. Tidak selamanya para bulls akan menang dan tidak selamanya para bear akan mendominasi. Kenaikan IHSG selama 5 hari berturut-turut selama kurun waktu hampir 25 tahun terakhir hanya terjadi sebanyak 59 kali. Setelahnya, kekuatannya melemah dan menyerah pada bears pada hari berikutnya. Namun pernah juga IHSG naik selama 17 hari berturut-turut (wow!!!). Pernah terjadi sebanyak dua kali malahan. Kejadian pertama adalah pada kurun waktu dari tanggal 7 September 1987 s.d 29 September 1987. Sayangnya selama 17 hari tersebut total kenaikannya hanyalah 3.35%. Kejadian kedua adalah pada tanggal 26 Oktober 1993 s.d 18 November 1993. Kali ini kenaikannya lumayan besar yaitu sebesar 15.2%.
Seperti halnya kenaikannya, IHSG akan berpeluang besar menguat setelah 5 hari mengalami penurunan. IHSG mengalami penurunan selama 5 hari secara berturut-turut hanya terjadi sebanyak 57 kali. Penurunan secara berturut-turut yang terlama adalah 15 hari yang terjadi sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1990 dan 1994.
Yah, itu semua hanyalah statistik. Belum tentu ke depannya akan terjadi hal yang sama.
4. Bagaimana IHSG ‘berdansa’ selama Pemilu?
Nah, ini dia yang menarik. Karena sebentar lagi Pemilu akan tiba, seru juga kalau kita mengutak-atik kemungkinan pergerakan IHSG. Banyak investor yang cukup ketar-ketir menghadapi Pemilu kali ini.
Coba kita ambil data setahun sebelum sampai dengan setahun sesudah Pemilu. Saya ambil hanya dua kali Pemilu karena diadakan pada era Reformasi.
PEMILU 1999
[pic]Ternyata pada tahun 1999, market hanya sebentar saja merespons positif hasil Pemilu. Setelahnya, IHSG terus merosot sampai dengan akhir tahun 2000. Yang menarik, mulai dari bulan Oktober 1998, IHSG cenderung mengalami kenaikan sampai dengan menjelang Pemilu. Hal ini menandakan adanya harapan yang besar terhadap hasil Pemilu pertama di era Reformasi ini. Ternyata hasil Pemilu ditanggapi dengan dingin oleh market yang menurun setelahnya.
PEMILU 2004
Pemilu tahun 2004 merupakan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia karena untuk pertama kalinya kita dapat memilih Presiden secara langsung.
[pic]Dari grafik terlihat bahwa kenaikan yang terjadi dari awal tahun 2003 dan sempat terhenti selama masa-masa Pemilu berlanjut lagi sampai dengan akhir tahun 2005. Periode tahun 2003 sampai dengan pertengahan tahun 2007 sendiri akhirnya menjadi bubble terbesar sepanjang sejarah IHSG

Januari effect? atau Januari (gak) ngefek?
January 3rd, 2011 Satrio Utomo Leave a comment Go to comments
Selamat siang…
Januari.. Januari.. Januari. Kalau bulan Januari begini, di pasar modal seperti biasa orang akan membicarakan mengenai January Effect. Dalam definisi awalnya, Januari Effect di sebutkan sebagai kenaikan harga saham yang terjadi di bulan Januari. Definisi ini kemudian berkembang sebagai kenaikan IHSG di bulan Januari (karena IHSG adalah angka rata-rata tertimbang dari saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia/BEI). Apakah Januari Effect ini berarti IHSG harus bergerak naik di bulan Januari 2011 ini?
Sebelumnya, marilah kita melihat fakta berikut ini:
[pic]
Dari data diatas, kita dapat melihat bahwa dalam 10 tahun terakhir, ternyata peluang untuk kenaikan IHSG di bulan Januari hanya sebesar 60% atau sedikit lebih baik dari 50:50. Peluang terjadinya kenaikan di bulan Januari ini sebenarnya sama dengan peluang terjadinya kenaikan pada bulan Februari, Maret, Mei, Juni, atau November. Peluang kenaikan pada bulan Januari, hanya berada dalam modus, tidak merupakan sesuatu yang istimewa jika dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Peluang kenaikan IHSG di bulan Desember malah lebih bagus. Dalam 10 tahun terakhir, IHSG di bulan Desember selalu mencetak kenaikan.

Selain kinerja emiten, rumor, sentimen, dan kondisi ekonomi, kepercayaan investor atas siklus peristiwa di pasar saham juga bisa mempengaruhi pergerakan harga saham. Ada teori yang mengatakan bahwa pada hari atau bulan tertentu dalam setiap tahun, harga saham akan cenderung bergerak lebih fluktuatif. Teori ini disebut efek kalender (calendar effect).
EFEK kalender (calendar effect) ini bisa menjadi peluang atau ancaman buat investor. Sebagian teori-teori itu tidak memiliki bukti yang cukup. Tapi, ada pula data-data statistik yang mampu membuat para investor saham mempercayainya. Ada beberapa teori yang masuk kategori efek kalender ini. Di antaranya efek Senin (Monday effect), efek akhir pekan (weekend effect), efek Oktober (October effect), efek liburan (holiday effect), dan efek Januari (January effect).
Teori efek Senin mengatakan bahwa pergerakan bursa saham pada hari Senin akan mengikuti tren pada hari Jumat pekan sebelumnya. Karenanya, jika indeks saham menguat pada hari Jumat, ia akan melanjutkan penguatannya di hari Senin pekan berikutnya. Beberapa studi telah membuktikan teori ini. Tapi, hingga kini, tidak ada yang bisa menerangkan mengapa efek Senin bisa terjadi.
Tapi, ada efek akhir pekan atau weekend effect yang agak berlawanan dengan teori pertama tadi. Teori ini bilang bahwa keuntungan saham di hari Senin akan lebih rendah dibandingkan keuntungan pada hari Jumat pekan sebelumnya.
Efek akhir pekan ini sering terjadi. Beberapa pengamat lantas berusaha memberikan penjelasan tentang perilaku bursa saham ini. Salah satunya, perusahaan-perusahaan cenderung mengumumkan kabar buruk setelah pasar tutup pada hari Jumat. Tujuannya adalah untuk meredam dampak kabar buruk itu pada harga sahamnya di bursa. Akibatnya, ketika pasar dibuka pada hari senin, penguatan indeks akan tertahan, atau bahkan turun.
Ada beberapa teori yang masuk kategori efek kalender atau calendar effect. Di antaranya adalah efek Senin (Monday effect), efek akhir pekan (weekend effect), efek Oktober (Oktober effect), efek liburan ( holiday effect), dan efek Januari (January effect). Tapi, tak semua teori-teori tersebut benar-benar terjadi atau terbukti.
Berikut�merupakan penjelasan mengenai�efek Oktober atau October effect.
Efek Oktober adalah teori yang mengatakan bahwa indeks bursa saham akan cenderung turun pada bulan Oktober. Dasarnya, sebagian investor akan merasa cemas pada bulan Oktober karena di masa lalu peristiwa kehancuran pasar saham selalu terjadi pada bulan ini. Sebut saja peristiwa Black Monday, Black Tuesday, dan Black Thursday yang semuanya terjadi pada bulan Oktober 1929. Peristiwa itu kemudian diikuti oleh depresi ekonomi hebat di seluruh dunia (Great Depression).
Selain itu, pada tanggal 19 Oktober 1987, bursa saham juga mengalami kehancuran (great crash). Waktu itu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Amerika Serikat (AS) longsor 22,6% dalam satu hari.
Namun, saat ini, momok efek Oktober itu sudah mulai memudar. Teori itu hanya memberikan efek psikologis kepada sebagian kecil investor saja. Sementara, peristiwa riilnya sendiri sudah sangat jarang terjadi.
Contoh yang paling jelas adalah yang terjadi pada bulan Oktober 2007 ini. Alih-alih melemah, bursa saham di dunia justru sedang bergairah. Indeks DJIA menguat, sementara indeks S&P 500 telah menembus rekor baru. Di Indonesia, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga sudah menembus angka keramat 2.500.
Hal yang serupa juga terjadi pada teori efek Januari atau January effect. Sejatinya, teori ini bilang bahwa harga saham-saham akan cenderung meningkat pada bulan Januari. Ini terjadi karena investor akan cenderung memburu saham-saham yang harganya telah jatuh pada akhir Desember tahun sebelumnya. Kejatuhan harga-harga saham di akhir tahun itu sendiri terjadi karena para investor menjual saham-sahamnya demi membukukan kerugian dan mengurangi kewajiban pajak. Namun, saat ini, peristiwa itu sudah jarang terjadi karena para investor telah melakukan penyesuaian.

Similar Documents

Free Essay

Stock Return

...DAMPAK PUBLIKASI LAPORAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU RETURN SAHAM DI BURSA EFEK JAKARTA Oleh : Dwi Susilo, Teguh Djiwanto, Jaryono Abstract This research was event study that was conducted by observing the share return behavior for 11 observation days that were 5 days before the publication date, 1 day of the publication and 5 days after the financial report publication. The data used in this research was secondary data from JSE, with the samples of 53 manufacturer companies taken with the purposive sampling method. The data used in this research was the daily price of shares on closing and combination share price index (IHSG). The statistic method used was Kolmogorof Smirnov to know whether the data obtained have normal distribution, and to test the difference of share return before and after financial report publication the non-paametric statistic test that was wilcoxon-marked level test was used because the data collected has not normal distribution, and to test the difference of share return before and after financial report publication the non-parametric statistics test that was wilcoxon-marked level test was used because the data collected has not normal distribution. To know the Expcted return, two models were used, Adjusted Average model and Market model. The result of the research showed that there was an increase on the share return after th e financial report publication. This fact proved that there was information content in the financial report...

Words: 2962 - Pages: 12

Free Essay

Ekonomi

...Indikator perekonomian saat itu menunjukkan perkembangan yang sangat baik dan tidak ada kekhawatiran. Data BPS menunjukkan bahwa periode 1980-1990, perekonomian Indonesia mengalami kenaikan pesat. Kenaikan ini sebagian besar ditopang dari kontribusi eksploitasi sumber daya alam. GDP Indonesia 1970-1995 tumbuh rata-rata 6.8% dengan laju inflasi yang dapat ditekan dibawah 10% (single digit). GDP per kapita di tahun 1995 mencapai $1.023 atau meningkat 15 kali lipat. Ini merupakan sustainabilitas pertumbuhan yang sangat tinggi dan bersama negara Asean lainnya, tumbuh sangat mengagumkan dan fantastik yang belum pernah dicapai dikawasan manapun di dunia sebelumnya. Bahkan beberapa pengamat mengatakan bahwa kondisi ini akan terus bertahan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Menurut IMF (1999), keberhasilan pencapai kinerja ekonomi Indonesia yang fantastis tanpa disadari menimbulkan...

Words: 9082 - Pages: 37

Free Essay

Karier

...sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi, potensi yang juga mulai diperhatikan dunia internasional. Indonesia dengan ekonomi paling besar di Asia Tenggara sering disebut sebagai calon layak untuk menjadi salah satu anggota negara-negara BRIC (Brasilia, Rusia, India, dan Cina) karena ekonominya dengan cepat menunjukan tanda-tanda perkembangan yang sama dengan anggota lain tersebut. Peranan badan usaha milik negara (BUMN) dan kelompok usaha swasta sangat besar, menunjukkan adanya tanda positif untuk awal periode perkembangan ekonomi yang penting. Namun, juga perlu disebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang kompleks dan berisi risiko tertentu untuk investasi serta mengalami kesulitan dalam rangka dinamika yang unik. Sehingga dalam menghadapi perekonomian Indonesia dalam menyikapi ekonomi dunia, maka Presiden Joko Widodo meluncurkan paket kebijakan ekonomi untuk menstabilisasi...

Words: 6105 - Pages: 25