1.1. Latar Belakang
Keberadaan pakan alami sangat diperlukan dalam budidaya ikan dan pembenihan, karena akan menunjang kelangsungan hidup benih ikan. Pada saat telur ikan barumenetas maka setelah makanan cadangan habis, benih ikan membutuhkan pakan yangsesuai dengan ukuran tubuhnya. Pemberian pakan yang berlebihan atau tidak sesuai dengan kondisi ikan berakibat kualitas air media sangat rendah.
Pakan alami umumnya diberikan kepada organisme budidaya yang masih stadia larva karena ukuran pakan alami cocok dengan bukaan mulut larva sedangkan pakan buatan umumnya diberikan kepada organisme budidaya yang sudah berukuran besar. Pakan alami memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pakan buatan yaitu nilai gizinya sangat lengkap dan sesuai dengan tubuh ikan, tidak menyebabkan penurunan kualitas air pada wadah budidaya ikan, meningkatkan daya tahan tubuh benih ikan terhadap penyakit dan perubahan kualitas air, mudah ditangkap karena pergerakan pakan alami tidak begitu aktif dan berukuran kecil sesuai dengan bukaan mulut larva.
Pakan alami merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan produksi benih ikan hias maupun ikan konsumsi. Budidaya pakan alami yang dilakukan sendiri oleh petani menjanjikan sejumlah keuntungan, disamping kualitas kebersihan pakan terjamin, pakan alami produksi sendiri juga menghasilkan jenis pakan/kutu air seperti yang diharapkan. Penghematan waktu,tenaga dan biaya juga akan diraih apabila produksi pakan alami dilakukan dengan baik.
Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva atau benih ikan dan udang. Beberapa jenis pakan alami yang sesuai untuk benih ikan air tawar, antara lain lnfusoria(Paramaecium sp.), Rotifera (Brachionus sp.), Kladosera (Moina sp.), dan Daphnia sp.Pakan alami tersebut mempunyai kandungan gizi yang lengkap dan mudah dicerna dalam usus benih ikan. Ukuran tubuhnya yang relatif kecil sangat sesuai dengan lebar bukaan mulut larva atau benih ikan. Sifatnya yang selalu bergerak aktif akan merangsang benih atau larva ikan untuk memangsanya.
Pakan alami Rotifera (Brachionus plicatilis) dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan pakan alami untuk larva ikan maupun udang. Dalam budidaya dapat dilakukan dalam skala laboratorium dan skala masal. Namun untuk memenuhi kebutuhan pakan alami yang terus meningkat dapat dilakukan dengan menggunakan skala masal. Karena dengan menggunakan skala masal dapat mencapai volume 1 - 10 ton dalam sekali siklus. Hal ini membuat kebutuhan akan pakan alami tercukupi dalam jangka waktu yang lama.
Rotifer (Brachionus plicatilis) merupakan salah satu pakan alami larva ikan yang digunakan para pembudidaya ikan. Rotifer termasuk kedalam filum invertebrata yang lebih dekat dan secara dekat dikaitkan dengan ccacing gelang (Nematoda), ada tiga kelas rotifer yaitu Seisionidea, Bdellodea, Monogononta. Kelas dimana terdapat Brachionus plicatilis, B. Calyciflorus, dan B. Rubens. Kelas Monogononta memiliki siklus hidup partenogenetik yang terdiri dari fase seksual dan aseksual. Sebagian masa hidupnya berada dalam fase aseksual namun pada lingkungan tertentu kelompok ini dapat melakukan reproduksi seksual dan aseksual secara serentak.
1.2. Rumusan Masalah 1. Apa peranan Rotifera dalam budidaya perikanan? 2. Bagaimana biologi Rotifera (Brachionus plicatilis)? 3. Bagaimana perkembangbiakan Rotifera (Brachionus plicatilis)? 4. Apa saja kandungan gizi Rotifera (Brachionus plicatilis)? 5. Bagaimana prinsip kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)? 6. Apa makanan Rotifera (Brachionus plicatilis)? 7. Bagaimana teknik kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)? 8. Apa saja kendala teknik kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)?
1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan : 1. Mengetahui peranan Rotifera dalam budidaya perikanan? 2. Mengetahui biologi Rotifera (Brachionus plicatilis)? 3. Mengetahui perkembangbiakan Rotifera (Brachionus plicatilis)? 4. Mengetahui kandungan gizi Rotifera (Brachionus plicatilis)? 5. Mengetahui prinsip kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)? 6. Mengetahui makanan Rotifera (Brachionus plicatilis)? 7. Mengetahui teknik kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)? 8. Mengetahui kendala teknik kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)?
Manfaat: 1. Memberikan informasi tentang pakan alami yang potensial untuk dibudidayakan. 2. Sebagai cara untuk memberikan pengetahuan tentang teknik budidaya pakan alami Rotifera (Brachionus plicatilis).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Rotifera Dalam Budidaya Perikanan Rotifera (Brachionus plicatilis) merupakan jenis plankton hewani yanng hidup di perairan litoral dan termasuk pakan larva ikan laut yang penting. Dalam percobaan pembenihan ikan laut, rotifera diberikan sebagai pakan larva selama kurang lebih satu bulan. Kegunaan Rotifera (Brachionus plicatilis) secara tidak langsung mulai berkembang. Rotifera (Brachionus plicatilis) merupakan pakan hidup bagi jenis-jenis tertentu golongan ikan sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya. Penyediaan pakan alami berupa plankton nabati dan plankton hewani yang tidak cukup tersedia, seringkali menyebabkan kegagalan dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva ikan. Rotifera (Brachionus plicatilis) sangat penting dalam menunjang budidaya perikanan, terutama sebagai pakan yang baik pada larva ikan maupun udang. Budidaya ikan secara komersial dari berbagai jenis species-species diantaranya bivalve, crustaceae, dan ikan bertulang belakang akan mengalami permasalahan yang serius apabila didalam proses produksinya tidak tersedia pakan alami yang kontinyu baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini dikarenakan masih banyak jenis kultivan budidaya yang masih tergantung input pakan dari pakan organisme hidup, terutama untuk pemeliharaan kultivan dalam bentuk larva. Dilain pihak, budidaya pakan alami harus menyesuaikan dengan kebutuhan kultivan ikan yang dipelihara. Untuk memenuhi kebutuhan kultivan tersebut disyaratkan sifat fisiologi jenis/species pakan hidup yang dikultur, ukuran, kecepatan reproduksi, kemampuan tumbuh, dan nilai nutrisi dari setiap jenis pakan alami. Dengan perkembangan kebutuhan pangan penduduk dunia saat ini, maka peningkatan budidaya perikanan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Pengembangan budidaya perikanan baik di perairan tawar, payau maupun laut diberbagai negara merupakan suatu bentuk revolusi pertumbuhan industri baru. Kenyataan ini selaras dengan bertambahnya populasi penduduk dunia dari tahun ketahun, permintaan akan pangan dunia, potensi produksi perikanan yang sudah mencapai maximum sustainable yield, produksi pertanian yang semakin menurun akibat pergeseran tata guna lahan untukkeperluan lain dan permintaan kualitas hidup perkapita meningkat. Dengan demikian permintaan akan pangan dari sumber hewani juga akan meningkat, lebih-lebih dilihat dari kandungan protein ikan yang mempuyai kandungan asam amino yang lebih lengkap dari pada sumber protein hewani lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan gizi dari sumber protein hewani ikan diperlukan pengembangan budidaya perikanan dan untuk mendukung produksi sesuai dengan kuantitas maupun kualitas produk ikan, maka diperlukan ketersediaan pakan alami. Penyediaan pakan alami baik kuantitas, kualitas dan kontinuitas diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar budidaya pakan alami yang baik agar kontinyuitas produksi ikan hasil budidaya dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan.
Sebagaian besar larva ikan umumnya memakan tumbuhan dan atau hewan yang berukuran 4-200 mikron. Jenis tumbuhan dan hewan tersebut termasuk didalamnya adalah plankton, yakni organisme yang hidup melayang dalam air gerakannya selalu mengikuti arus. Namun demikian dari sejumlah spesies yang diketahui tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami bagi pemeliharaan larva, organisme yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam pemliharaan larva harua memenuhi kriteria tertentu yaitu: ukuran sel sesuai dengan bukaan mulut larva, kandungan nutrisi cukup tinggi, mudah dicerna dan dapat diserap dalam tubuh larva, gerakannya lambat sehingga larva ikan mudah menangkapnya, mudah dikultur dan mampu bertahan hidup terhadap lingkungan yang fluktuatif salinitas, suhu, dan intensitas cahaya, pertumbuhan populasi membutuhkan waktu yang relatif cepat sehingga dengan segera dapat digunakan dalam keadaan segar dan hidup, usaha pembudidayaannya memerlukan biaya yang relatif sedikit, selama daur hidupnya tidak menghasilkan bahan beracun yang dapat membahayakan kehidupan larva. Dari kriteria tersebut Rotifera (Brachionus plicatilis) telah memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai pakan alami larva ikan karena memiliki ukuran yang relatif kecil, lambat dalam berenang, mudah dibudidayakan, mudah dicerna dan mempunyai nilai gizi yang tinggi serta diperkaya dengan asam lemak dan antibiotik.
2.2 Morfologi Rotifera
Bentuk tubuh rotifer terdiri dari kepala (yang berisi korona), batang (yang berisi organ), dan kaki. Rotifera biasanya berenang bebas dan organisme planktonik benar-benar, tapi jari-jari kaki atau ekstensi kaki dapat mengeluarkan bahan lengket membentuk pegangan erat untuk membantu mereka mematuhi permukaan. Kepala berisi organ sensorik dalam bentuk otak dua-berlobus dan spot mata kecil dekat korona. Rotifera adalah pengumpan filter yang akan memakan materi mati, alga, dan organisme hidup mikroskopis lainnya. Oleh karena itu, mereka adalah komponen yang sangat penting dari jaring makanan air. Rotifera memperoleh makanan yang diarahkan mulut oleh arus yang diciptakan dari gerakan korona. Partikel makanan masuk mulut dan perjalanan ke mastax (faring dengan struktur rahang seperti). Makanan lewat pencernaan dan kelenjar ludah ke dalam perut dan kemudian ke usus. Pencernaan dan limbah ekskretoris dikumpulkan dalam kandung kemih kloaka sebelum dibebaskan keluar anus.
2.3 Habitat Rotifera
Rotifera adalah pseudocoelomates umum ditemukan di air tawar dan beberapa lingkungan air garam di seluruh dunia. Sekitar 2.200 spesies rotifera telah diidentifikasi. Rotifera adalah organisme dioecious (memiliki alat kelamin baik jantan atau betina) dan menunjukkan dimorfisme seksual (jantan dan betina memiliki bentuk yang berbeda). Banyak spesies yang parthenogenic dan menunjukkan Haplodiploid, metode penentuan jenis kelamin di mana telur dibuahi berkembang menjadi seorang wanita dan telur yang tidak dibuahi berkembang menjadi laki-laki. Pada banyak spesies dioecious, laki-laki yang berumur pendek dan kecil, dengan tidak ada sistem pencernaan dan satu testis. Wanita bisa menghasilkan telur yang mampu dormansi, yang melindungi telur selama kondisi lingkungan yang keras.
2.3. Kandungan Gizi Rotifera (Brachionus plicatilis)
Pengayaan rotifera dengan berbagai gizi dikarenakan rotifera merupakan hewan yang dapat menyerap berbagai nutrisi dari jenis makanan yang dicerna, semakin banyak nutrisi dalam pakan rotifera, semakin baik nilai gizi rotifera untuk makanan larva ikan. Berikut contoh nilai gizi pengayaan Rotifera pada jenis Brachionus :
1. Rotifera dengan Pengayaan HUFA (n-3)
a. Alga
Tingginya kandungan asam lemak essensial Asam Eicosapentaenoic (EPA) dan Asam Docosahexaaeonic (DHA) pada beberapa mikroalga menjadikan mereka makanan hidup yang baik bagi rotifera. Pengayaan dengan HUFA dilakukan dengan pemeliharaan bersama antara Brachionus bersama alga (5.106 sel alga/ ml), sehingga terjadi kerjasama dalam menghasilkan asam lemak essensial dalam waktu beberapa jam dan membuat keseimbangan dengan MA / EPA pada tingkat di atas 2 untuk Brachionus-lsochrysis.
b. Formula Makanan
Brachionus tumbuh pada penggantian diet CS yang terdapat komposisi yang baik 5,4 mg bahan kering EPA; 4,4 ing DHA; dan 15,6 mg (n-3) HUFA.
c. Minyak Emulsi
Salah satu cara yang murah untuk pengayaan Brachionus adalah dengan menggunakan minyak emulsi, karena minyak emulsi skala rumah tangga dapat disiapkan dari lichitin telur dan minyak ikan. Emulsi komersial yang dijual umumnva lebih stabil dan mengandung komposisi HUFA.
2. Rotifera dengan Pengayaan Vitamin C
Budidaya Rotifera Brachionus menggunakan media ragi roti, yang mengandung 150 mg vit C/ g berat kering dan media chlorella yang mengandung 2300 mg vit C/ g berat kering.
Penyuburan Brachionus dengan AA dapat diikuti dengan penggunaan AP (Ascorbyl palmitat) sebagai sumber tambahan vitamin C. AP diubah olel Brachionus menjadi AA aktif hingga mencapai 1700 mg/g berat kering setelah peyimpanan 24 jam pengayaan dengan menggunakan 5% emulsi AP Kandungan nutrisi Brachionus ketika dijadikan makanan bagi larva tidak berubah.
Kekurangan vitamin C pada larva ikan menyebabkan terjadinya kelainan bentuk operculum. Kandungan vitamin C berpengaruh pada makanan Brachionus yaitu pada tingkat asam askorbat (AA) antara budidaya dan pengayaan.
3. Rotifera dengan Pengayaan Protein
Protein hanya digunakan dalam diet pengayaan khususnya dirancang untuk penyuburan protein Brachionus. Tingginya kandungan protein yang digunakan dalam budidaya meningkat secara kontinyu dan berkembang selama periode pengayaan. Umumnya digunakan untuk hal yang sama sebagai minyak emulsi dan didistribusikan di tangki dengan konsentrasi 125 mg/ liter air Iaut dengan interval 2 kali yaitu antara 3 - 4 jam.
4. Penyimpanan Rotifera Brachionus tanpa pengayaan
Pemanenan Brachionus yang tidak mengalami pengayaan seharusnya diberi filter yang diletakkan di bawah permukaan air. Pemanenan pada pengayaan Brachionus dilakukan dengan perhatian yang lebih ekstrim agar mereka tetap dalam keadaan bersama dalam 1 rumpun. Khususnya ketika pemanenan binatang yang dikayakan sebelum dicuci, aerasi dapat menghasilkan kelompok-kelompok.
Brachionus tidak dapat dimakan dengan segera karena membutuhkan penyimpanan dalam suhu yang dingin (4°C) agar dapat menjaga kualitas nutrisi mereka. Selama masa kelaparan pada suhu 25 °C, Brachionus dapat kehilangan 26 % berat tubuhnya sebagai basil dan metabolisme. Brachionus pada saat lapar (didukung dengan minyak emulsi, diet mikropartikular atau mikroalga) sebelum diberikan sebagai pakan pada larva ikan (prosedur pengayaan secara tidak langsung) menurunkan kandungan asam lemak dengan sangat cepat. Pengayaan dalam waktu yang lama (secara langsung) dapat meningkatkan kandungan asam lemak Brachionus. Cadangan asam lemak ini lebih stabil dan dapat turun dengan cepat selama lapar.
Pada suatu unit pembenihan, penyediaan pakan alami untuk larva ikan dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu kultur murni atau skala laboratorium dan kultur massal atau dalam bak bervolume besar, Brachionus sp. dapat berkembang dengan baik jika dipelihara di tempat yang mendapat sinar matahari (Mujiman, 1998). Brachionus plicatilis bersifat euthermal .
Brachionus ditemukan di perairan tawar, payau, atau laut, tergantung jenisnya (Mudjiman, 1984). Pertumbuhan populasi Brachionus sp. Dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, pH, salinitas, konsentrasi oksigen terlarut. Pada umumnya berbagai faktor lingkungan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis , faktor lingkungan yang dimaksud antara lain: suhu, derajat keasaman dan salinitas (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).
* Suhu
Pada suhu 15°C Brachionus plicatilis masih dapat tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi, sedangkan pada suhu di bawah 10°C akan terbentuk telur istirahat. Kenaikan suhu antara 15-35°C akan menaikkan laju reproduksinya. Kisaran suhu antara 22-30°C merupakan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi.
* Salinitas
Isnansetyo & Kurniastuty,(1995) menyatakan bahwa Brachionus plicatilis betina dengan telurnya dapat bertahan hidup pada salinitas 98 ppt, sedangkan salinitas optimalnya adalah 10-35 ppt, disamping itu Brachionus plicatilis juga bersifat euryhalin .
* Derajat keasaman
Keasaman air turut mempengaruhi kehidupan rotifera. Rotifera Brachionus plicatilis ini masih dapat bertahan hidup pada pH 5 dan pH 10, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi berkisar antara 7,5-8,0 (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).
* Oksigen terlarut (DO)
Menurut Anonimus (1990) kualitas air media dengan kandungan oksigen terlarut tidak kurang dari 4,15 ppm layak bagi rotifera.
3.2. Makanan Rotifera (Brachionus plicatilis)
Brachionus sp. Umumnya bersifat omnivora dan suka memakan jasad-jasad renik yang mempunyai ukuran tubuh kecil dari dirinya, seperti : alga, ragi, bakteri dan protozoa. Brachionus plicatilis bersifat penyaring tidak selektif (non selective filter-feeder ). Pakan diambil secara terus menerus sambil berenang (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Makanan utama darirotifera adalah phytoplankton dan plankton lainnya, detritus dan bahan-bahan organik terutama yang mengendap di dasar perairan. Brachionus plicatilis juga pemakan segala dan partikel-partikel yang berukuran sesuai dengan besar alat penghisapnya.
3.3. Teknik Kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)
Menurut Juliaty (1999), teknik kultur rotifera secara massal dilakukan dalam bak beton berukuran 100 ton. Dalam kegiatan ini hal yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan bibit rotifera murni, ketersediaan phytoplankton sebagai pakan rotifera, juga ketersediaan pakan rotifera lainnya (ragi). Lebih lanjut dikatakan bahwa teknik kultur rotifera dilakukan dengan dua metode yaitu metode panen harian dan metode panen transfer. Metode panen harian, rotifera dikultur dengan kepadatan 20 individu/mL kemudian dipanen pada hari ke-5 setelah mencapai kepadatan 100-150 individusebanyak 30% dari total kultur. Selanjutnya bak kultur rotifera diisi kembali dengan phytoplankton (kepadatan 3-4 juta sel/mL) pemanean dilakukn dengan menggunakan plankton net 40 mikron dan disaring kembali dengan plankton net 250 mikron untuk memisahkan kotoran.
Metode kultur rotifera lainnya adalah metode panen transfer dalam metode ini diperlukan beberapa bak kultur alga hijau. Pada bak pertama ditebar rotifera dengan kepadatan awal 20 individu/mL setelah kepadatnnya mencapai 100 sampai 150 individu/mL rotifera dipanen dan hasil panen tersebut digunakan sebagai bibit pada bak kultur ke-2 dan seterusnya. Pemanenan dapat dilakukan setiap hari pada bak kultur rotifera yang berbeda. Teknik kultur Rotifera pada umumnya terdiri dari pembibitan, pemeliharaan, dan pemanenan.
* Pembibitan
Rotifera merupakan pakan alami yang membutuhkan teknik yang matang dalam melakukan pembibitan untuk mendapatkan kultur Rotifera yang bagus. Langkah pertama yaitu menyiapkan wadah berupa bak tembok atau bak fiberglass dengan ukuran 25 liter atau wadah lain tersedia. Wadah dibersihkan dengan cara mencuci kemudian mengeringkannya di bawah sinar matahari. Media pemeliharaan yang dipakai adalah ekstrak pupuk kandang seperti kotoran ayam atau kotoran kuda. Media pemeliharaan dibuat dengan cara merebus kotoran ayam atau kuda dalam panci sebanyak 500 g/ liter air. Setelah dimasak, kotoran disaring dengan menggunakan kain trilin . Cairan hasil penyaringan ditampung dalam bak fiberglass ukuran 25 liter dan diencerkan dengan menambahkan air kolam 5-10 liter. Penambahan air kolam bertujuan agar bakteri dan jasad renik sebagai pakan rotifera dapat tumbuh. Pada hari ketujuh, bibit rotifera yang diperoleh dari perairan umum dimasukkan ke dalam media pembibitan. Untuk memastikan ada tidaknya Rotifera dalam air harus dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Dalam waktu 1-2 minggu rotifera sudah berkembang dengan baik, dan dapat diinokulasikan untuk dipelihara. (Mujib, 2008).
* Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan setelah pembibitan. Inokulum yang sudah siap digunakan akan dikultur melalui metode massal / dalam kolam :
Kolam yang digunakan bisa kolam tembok atau kolam tanah yang berukuran antara 100-00 m2. Kolam dikeringkan slama 2-4 hari hingga dasarnya menjadi pecah-pecah. Pencangkulan dan pembajakan dilakukan untuk membalik tanah dasar kolam sehingga udara dapat masuk ke dasar kolam. Perbaikan-perbaikan dilakukan pada saluran pemasukan serta kebocoran- kebocoran yang ada pada tanggul ditutup. Perbaikan pH tanah air dan membunuh bibit- bibit penyakit dilakukan pengapuran dengan memakai kapur pertanian atau Kapur Tohor 200-300 g/m 2 . Pemupukan dilakukan dengan cara menebar irisanjerami atau daun kol secara merata dengan dosis 500 g/ m2 air. Kolam diisi air hingga menggenang. Penyemprotan insektisida dilakukan pada hari keempat setelah penggenangan. Insektisida yang dipakai adalah Sumithion 50 EC dengan dosis 4 ppm untuk membunuh organisme lain seperti Cladocera yang menjadi pemangsa Rotifera.
* Pemanenan
Pemanenan Rotifera dapat dilakukan seminggu setelah pemeliharaan. Rotifera sudah mencapai populasi puncak. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan plankton net. Cara pemanenannya yaitu dengan mengambil air kolam kemudian air yang terkonsentrasi pada tabung plankton net ditampung dalam ember. Cara lain panen Rotifera adalah dengan menggunakan pompa air yang dialirkan pada wadah tertentu. Pemupukan ulang perlu dilakukan untuk mempertahankan populasi Rotifera dengan dosis sebanyak setengah dosis pemupukan awal. Sebaiknya pemupukan dilakukan setiap 5-6 hari sekali. Rotifera hidup pada perairan yang banyak tersuspensi bahan organik. Kesukaannya memakan organisme lain yang mempunyai ukuran lebih kecil, seperti ganggang renik, ragi, bakteri, dan protozoa. Pada tubuhnya terdapat organ khusus yang disebut korona. Organ ini bentuknya bulat dan dilengkapi bulu getar sehingga tampak seperti roda (Mujib, 2008).
3.4. Kendala Teknik Kultur Rotifera (Brachionus plicatilis)
Untuk melakukan kultur Brachionus plicatilis salah satu kendalanya adalah perlunya pencahayaan. Selama ini kultur dilakukan hanya dengan mengandalkan cahaya matahari, sehingga tidak jarang terjadi penurunan produksi apabila cahaya matahari kurang memadai. Untuk mengatasi hal tersebut lampu TL atau lampu sorot juga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti cahaya matahari.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang dibudidayakan salah satunya Brachionus plicatilis, keuntungan yang didapat yakni pakan hidup yang merupakan pakan alami ikan yang bersangkutan atau setidaknya setara dengan pakan alaminya. Pakan tersebut mengandung banyak serat sehingga pencernaannya akan tetap terjaga dengan baik. Pakan hidup dapat membantu ikan untuk memasuki kondisi kawin dan merangsang masa kawin, terutama, pada spesies-spesies yang masa kawinnya di alam didahului dengan meningkatnya pesediaan pakan hidup.
4.2.Saran Mengingat betapa pentingnya kegunaan dari pakan alami khususnya Brachionus plicatilis ini untuk budidaya ikan pada stadium larva, maka tingkat produksi dari Brachionus plicatilis harus ditingkatkan. Hal ini akan terlaksana dengan baik apabila ada integrasi antara pemerintah dengan para pembudidaya. Diharapkan kedepannya secara tidak langsung akan meningkatkan mutu dari ikan hasil budidaya sehingga mampu untuk menembus pasar ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Chumaidi et. al. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang. Puslit bangkan PHP\KAN\PT\12\Rep\1990. Jakarta.
Darti,S., Darmanto, dan Adisha. 2000 Laporan Akhir Hasil Pengkajian Budidaya Pakan Alami untuk Benih Ikan Ekonomis Penting. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta.
Isnansetyo, A., dan Kurniastuty, 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zooplankton, Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius: Yogyakarta. (Placeholder1)
Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Situbondo. 190 hal.
Mujib, Abd. Saddam. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Plankton [online]. http://wwwsciencelettero7.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 Juni.