Free Essay

Costing Hospital

In:

Submitted By yohan717
Words 5390
Pages 22
Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)......

Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based
Costing (ABC) (Studi Kasus di Poli Mata RSD Balung Kabupaten
Jember)
Unit Cost Analysis (Unit Cost) With Activity Based Costing Method
(ABC) (Case Study In Eyes at RSD Balung Jember)

Anis Tri Sugiyarti, Nuryadi, Christyana Sandra
Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember e-mail korespondensi : anistrisugiyarti@gmail.com

Abstract
Hospital is a government environment agency stablished to provide health services to the community.
Therefore, hospitals desperately need input in the form of complete information, about is cost of a unit
(unit cost). RSD Balung Jember that are required to perform the calculation of unit costs (unit cost) by of activity based costing (ABC) method. The purpose research is the calculation of unit costs (unit cost) by of activity based costing (ABC) method in Eyes at RSD Balung Jember. These research used descriptive with case study. Results sowed that, extraction corpus alienum Rp. 42.695; epilasi eyelash
Rp. 36.579; incisi hordeolum or chalazion Rp. 41.956; tonometri Rp. 19.883; funduscopy Rp. 39.642; fluorosence Rp. 41.200; slyt lamp Rp. 14.119; visus Rp. 13.674; eye irrigation Rp. 60.544; extraction granuloma and ptyrigium Rp. 63.685; lift statches Rp. 36.507; anel test Rp. 60.288; prescription glasses
Rp. 30.249; colour blind test Rp. 17.332; and health KIR Rp. 17.332;.The type of action that has a unit cost above tariff is funduscopy, fluorosence, lift stitches, anel test, and prescription glasses, while under the tariff is the extraction corpus alienum, epilasi eyelash, incisi hordeolum or chalazion, tonometri, slyt lamp, visus, eye irrigation, extraction granuloma and ptyrigium, color blind tests and health KIR.
Keywords: Unit Cost, Activity Based Costing (ABC)

Abstrak
Rumah sakit adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, rumah sakit sangat membutuhkan input dalam bentuk informasi yang lengkap, misalnya adalah biaya satuan (unit cost). RSD Balung Kabupaten Jember dituntut untuk melakukan perhitungan unit cost dengan metode activity based costing (ABC). Tujuan penelitian ini adalah menghitung biaya satuan (unit cost) dengan metode activity based costing (ABC) di poli mata RSD Balung Kabupaten Jember. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh, ekstraksi corpus alienum mata Rp.
42.695; epilasi bulu mata Rp. 36.579; incisi hordeolum/ chalazion Rp. 41.956; tonometri Rp. 19.883; funduscopy Rp. 39.642; fluorosence Rp. 41.200; slyt lamp Rp. 14.119; visus Rp. 13.674; irigasi mata
Rp. 60.544; ekstraksi granuloma dan ekstraksi ptyrigium Rp. 63.685; angkat jahitan Rp. 36.507; anel test Rp. 60.288; resep kacamata Rp. 30.249 tes buta warna Rp. 17.332; dan KIR kesehatan Rp.
17.332;. Jenis tindakan yang memiliki unit cost diatas tarif adalah funduscopy, fluorosence, angkat jahitan, anel test, dan resep kacamata sedangkan di bawah tarif adalah ekstraksi corpus alienum mata, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ chalazion, tonometri, slyt lamp, visus, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, angkat jahitan, tes buta warna dan KIR kesehatan.
Kata Kunci: Unit Cost, Activity Based Costing (ABC)

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

7

Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)......

Pendahuluan
Peningkatan kebutuhan masyarakat akan pelayanan di bidang kesehatan menuntut rumah sakit untuk selalu meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan profesional. Tuntutan tersebut merupakan tujuan sekaligus motivasi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Di sisi lain, ketersediaan sumber daya dan subsidi pemerintah yang ditujukan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat semakin terbatas
[1].
Rumah sakit dengan status BLU dan BLUD adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Rumah sakit dengan status
BLU dan BLUD memiliki kewenangan pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat [1].
Oleh sebab itu, untuk menerapkan praktek bisnis yang sehat berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan, serta dikelola secara otonomi dengan prinsip efisiensi dan produktivitas, maka dalam penyelenggaraannya fungsi organisasi rumah sakit sangat membutuhkan input dalam bentuk informasi yang lengkap. Salah satu bentuk informasi yang dibutuhkan oleh rumah sakit adalah informasi tentang biaya satuan (unit cost) agar rumah sakit mampu tetap bertahan di tengah persaingan yang ketat [1].
Perhitungan biaya satuan (unit cost) bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perencanaan anggaran, pengendalian biaya, penetapan harga, penetapan subsidi serta membantu pengambilan keputusan [1]. Proses perhitungan tersebut memiliki tujuan agar efisiensi dan kinerja setiap instalasi, poli maupun komponen dalam proses pelayanan di institusi penyedia pelayanan kesehatan dapat di monitor dengan baik [1]. Hal tersebut dilakukan agar keseimbangan antara pendapatan dengan biaya produksi rumah sakit dapat direncanakan dengan sebaik mungkin sehingga kegiatan pelayanan kesehatan kepada pasien dapat dilakukan secara optimal, tepat guna dan terjangkau bagi masyarakat.
RSD Balung Kabupaten Jember merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah dengan status BLU bertahap, memiliki tugas sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Bupati Kabupaten Jember. Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan, RSD
Balung Kabupaten Jember memberikan penetapan tarif terhadap pelayanan kesehatan mengacu pada
Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 4 tahun
2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Salah satu kunjungan poli rawat jalan yang memiliki kunjungan terbanyak adalah poli mata. Pada tahun 2012 jumlah

8

kunjungan pasien yang melakukan pemeriksaan ekstraksi corpus alienum mata sebanyak 66 pasien, epilasi bulu mata sebanyak 35 pasien, tonometri sebanyak 354 pasien, funduscopy sebanyak 85 pasien, fluorosence sebanyak 22 pasien, slyt lamp sebanyak 2.592 pasien, visus sebanyak 19 pasien, irigasi mata sebanyak 13 pasien, resep kacamata sebanyak 28 pasien, tes buta warna sebanyak 35 pasien, serta KIR kesehatan sebanyak 2 pasien. Pada kenyataannya, dalam rangka melakukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan tuntutan masyarakat, RSD Balung Kabupaten Jember mengevaluasi Peraturan Daerah mengenai tarif Nomor
11 Tahun 2003 untuk diganti dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Retribusi Jasa Umum, yang disebabkan karena tarif yang digunakan tidak sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini. Dalam rangka mengganti Peraturan
Daerah Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2011, RSD
Balung Kabupaten Jember melakukan perhitungan biaya satuan (unit cost) menggunakan metode double distribution dengan data biaya yang digunakan adalah data biaya tahun 2009.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan diatas, menunjukkan adanya permasalahan yaitu belum dilakukan perhitungan biaya satuan (unit cost) dengan menggunakan metode activity based costing (ABC) di poli mata RSD Balung Kabupaten Jember. Langkah atau tahapan perhitungan unit cost dengan metode activity based costing (ABC) adalah identifikasi aktivitas penunjang (facility activity), menghitung biaya tidak langsung (overhead cost) pada facility activity, melakukan pembebanan biaya tidak langsung
(overhead cost) pada facility activity, menentukan produk atau jenis pelayanan yang akan di hitung unit cost-nya, mengidentifikasi aktivitas, kategori aktiv itas dan klasifikasi aktivitas per jenis tindakan, mengidentifikasi dan menghitung total biaya langsung dan tidak langsung per jenis tindakan, pembebanan biaya aktivitas sekunder ke aktivitas primer, menghitung biaya tidak langsung pada aktivitas primer per pelayanan, serta menghitung biaya satuan (unit cost) per jenis tindakan. Tujuan penelitian ini adalah menghitung biaya satuan (unit cost) dengan metode activity based costing (ABC) per jenis tindakan di poli mata RSD Balung Kabupaten Jember.

Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Data deskriptif pada umumnya dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam bentuk survei, wawancara ataupun observasi
[3]. Data biaya dalam penelitian ini adalah data biaya pada tahun 2012 yang selanjutnya akan diolah sesuai dengan tahapan perhitungan biaya satuan (unit cost) dengan menggunakan metode activity based costing
(ABC).
Unit analisis adalah poli mata RSD Balung
Kabupaten Jember yang dilakukan pada bulan AprilSeptember
2013.
Teknik pengumpulan data

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

9

Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)...... menggunakan studi dokumentasi, observasi dan wawancara. Instrumen pengumpulan data menggunakan lembar check list dan pedoman wawancara. Teknik penyajian data meliputi pemeriksaan data (editing), tabulasi data dan penyajian data. Analisa data dilakukan sesuai dengan tahapan atau langkah perhitungan unit cost dengan metode activity based costing (ABC).

Hasil Penelitian
Aktivitas Penunjang (Facility Activity)
Hasil identifikasi aktivitas penunjang (facility activity) unit produksi poli mata diantaranya adalah pelayanan administrasi terpadu, pelayanan rekam medik, pelayanan IPS, pelayanan laundry, pelayanan keamanan, pelayanan cleaning service, pelayanan administrasi dan manajemen dan pelayanan farmasi.
Berikut ini adalah tabel identifikasi facility activity dan jenis cost driver:

Pelayanan Admin dan Manaj
Pelayanan Farmasi

Jenis Cost Driver
Jumlah pasien (kunjungan)
Jumlah pasien (kunjungan)
Frekuensi pemeliharaan
Jumlah kg laundry
Luas lahan
Luas lantai
Jumlah pasien (kunjungan dan tindakan)
Jumlah pasien (kunjungan dan tindakan)

Namun, terdapat 3 aktivitas penunjang yang tidak dibebankan pada unit produksi poli mata yaitu instalasi gizi, instalasi CSSD, dan instalasi genset. Setiap aktivitas penunjang (facility activity) pembebanannya didasarkan pada jenis cost driver yang berbeda sesuai dengan aktivitasnya.
Biaya Tidak Langsung Aktivitas Penunjang
(Facility Activity)
Perhitungan biaya tidak langsung (overhead cost) di aktivitas penunjang (facility activity) unit produksi poli mata terdiri dari biaya penyusutan gedung, alat non medis, kendaraan, gaji sumber daya manusia (SDM) non medis, biaya bahan habis pakai non medis, biaya umum (listrik dan air, telepon, internet), biaya lain-lain
(outsourcing) serta biaya pemeliharaan. Rekapitulasi perhitungan biaya tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Rekapitulasi Perhitungan Biaya Tidak
Langsung di Aktivitas Penunjang Tahun 2012
Facility Activity

Jumlah Total Biaya (Rp)

Pelayanan Admin Terpadu

55.831.792

Rekam Medik

85.061.292

Pelayanan IPS

61.389.265

Pelayanan Laundry

20.885.125

Pelayanan Keamanan
Facility Activity
Pelayanan CS

41.895.000
Jumlah Total Biaya (Rp)
399.480.000

75004283

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa total biaya tidak langsung di aktivitas penunjang (facility activity) terbesar adalah pelayanan administrasi dan manajemen sebesar Rp. 600.455.179; sedangkan paling kecil adalah pelayanan laundry sebesar Rp.
20.885.125;.
Pembebanan Biaya Tidak Langsung
Pembebanan biaya tidak langsung (overhead cost) pada facility activity di poli mata merupakan pembebanan biaya pada aktivitas penunjang (facility activity) ke setiap unit produksi berdasarkan rate per cost driver yaitu rate (tarif) setiap biaya penggerak.
Berikut ini adalah hasil pembebanan biaya tidak langsung ke unit produksi poli mata:
Tabel 3. Pembebanan Biaya ke Poli Mata Tahun 2012
Nama Facility Activity

Poli Mata (Rp)

Pelayanan Admin Terpadu

1.806.958

Pelayanan Rekam Medik

Tabel 1. Hasil Identifikasi Nama Facility Activity dan
Cost Driver RSD Balung Kabupaten Jember Tahun
2012
Nama Facility Activity
Pelayanan administrasi terpadu
Pelayanan Rekam Medik
Pelayanan IPS
Pelayanan Laundry
Pelayanan Keamanan
Pelayanan Cleaning Service
Pelayanan Administrasi dan Manajemen
Pelayanan Farmasi

600.455.179

2.752.951

Pelayanan IPS
Pelayanan Laundr
Pelayanan Keamanan

134552
27465
656.414

Pelayanan Cleaning Service

5.117.438

Pelayanan Adimn dan Manaj

16.267.332

Pelayanan Farmasi

2031991

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh jumlah biaya terbesar dari 8 aktivitas penunjang (facility activity) adalah pelayanan administrasi dan manajemen sebesar Rp. 16.267.332; sedangkan jumlah biaya terkecil adalah pelayanan laundry sebesar Rp 27.465;.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembebanan biaya dari aktivitas penunjang (facility activity) pada unit produksi poli mata membutuhkan biaya tidak langsung pada unit pelayanan administrasi dan manajemen sebesar Rp. 16.267.332; dan pada unit pelayanan laundry sebesar Rp 27.465;.
Produk Pelayanan dan Total Waktu Primer
Berdasarkan pada hasil penelitian, terdapat 16 produk pelayanan yang dijual di poli mata RSD Balung
Kabupaten Jember. Jenis produk pelayanan di poli mata tersebut diantaranya adalah ekstraksi corpus alienum mata, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ chalazion, tonometri, funduscopy, fluorosence, slyt lamp, visus, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, angkat jahitan, anel test, resep kacamata, tes buta warna dan KIR kesehatan. Jumlah produk pelayanan yang memiliki kunjungan terbanyak adalah pemeriksaan slyt lamp dengan jumlah kunjungan pasien sebanyak 2.592 pasien.
Jenis produk pelayanan yang memiliki total waktu primer terbanyak adalah pada jenis tindakan ekstraksi corpus alienum, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ khalazion, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, angkat jahitan serta anel test yaitu sebanyak
17 menit, sedangkan jenis tindakan yang memiliki total waktu primer terkecil adalah pada jenis tindakan slyt

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

10

Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)...... lamp dan visus yaitu sebanyak 7 menit. Berikut ini adalah hasil rekapitulasi perhitungan total waktu primer per jenis tindakan di poli mata:
Tabel 4. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Total Waktu
Primer Per Jenis Tindakan Poli Mata Tahun 2012
Jenis Tindakan

Total Waktu Primer (menit)

Ekstraksi corpus alienum mata

17

Epilasi bulu mata

17

Incisi hordeolum/chalazion

17

Tonometri

9

Funduscopy

16

Fluorosence

9

Slyt lamp

7

Visus

7

Resep kacamata

9022

Tes buta warna

5079

KIR Kesehatan

5079

Perhitungan biaya tidak langsung terdiri dari adalah biaya depresiasi gedung, biaya depresiasi alat non medis, biaya gaji sumber daya manusia (SDM) non medis, biaya bahan habis pakai non medis, biaya umum (telepon, listrik dan air, internet), biaya perjalanan dinas pegawai dan biaya lain-lain
(pemeliharaan sarana listrik, makanan dan minuman).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh, sebesar Rp.
24.981.328;. Berikut ini adalah hasil rekapitulasi perhitungan biaya tidak langsung unit produksi poli mata tahun 2012:
Tabel 6. Rekapitulasi Total Biaya Tidak Langsung Unit
Produksi Poli Mata Tahun 2012

Irigasi mata

17

Ekstraksi granuloma

17

Ekstraksi ptyrigium

17

Biaya Depresiasi

Angkat jahitan

17

1. Gedung

6400000

Anel test

17

2. Alat Non Medis

4803300

Resep kacamata

16

Biaya Operasional

Biaya Tidak Langsung

Jumlah (Rp)

Tes buta warna

9

3. Gaji Tenaga Non Medis (Honorer)

9030000

KIR Kesehatan

9

4. BHP Non Medis

2708028

Biaya Langsung dan Tidak Langsung Unit
Produksi
Komponen biaya langsung terdiri dari biaya bahan, pegawai, dan alat medis per jenis tindakan.
Berdasarkan pada hasil perhitungan diperoleh total biaya langsung di poli mata terbesar adalah pada jenis tindakan ekstraksi granuloma dan ekstraksi ptyrigium sebesar Rp. 42.138; sedangkan total biaya langsung terkecil adalah pada jenis tindakan visus sebesar Rp.
3.950;. Berikut ini adalah hasil rekapitulasi total biaya langsung unit produksi:
Tabel 5. Rekapitulasi Total Biaya Langsung Unit
Produksi
Jenis Tindakan

Total Biaya Langsung (Rp)

Ekstraksi corpus alienum mata

19549

Epilasi bulu mata

13434

Incisi hordeolum/chalazion

20409

Tonometri

6842

Funduscopy

15080

Fluorosence

28946

Slyt lamp

3956

Visus

3950

Irigasi mata

35938

Ekstraksi granuloma

42138

Ekstraksi ptyrigium

42138

Jenis Tindakan

Total Biaya Langsung (Rp)

Angkat jahitan

14960

Anel test

37143

5. Biaya Umum
6. Biaya Perjalanan Dinas
7. Biaya Lain-Lain

2.040.000

Jumlah Total BTL

2.040.000

Pembebanan Aktivitas Sekunder
Hasil perhitungan untuk melakukan pembebanan merupakan gabungan biaya pada aktivitas penunjang
(facility activity) dengan biaya yang terdapat dalam unit activity. Aktivitas, klasifikasi aktivitas, kategori aktivitas dan waktu merupakan hasil dari penggabungan aktivitas di poli mata yang sudah di identifikasi sebelumnya. Oleh sebab itu, hasil perolehan jumlah pasien dapat diidentifikasi dari penjumlahan kunjungan pasien berdasarkan unit activity. Hal tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan jumlah cost driver.
Perhitungan
biaya tidak langsung pada penggabungan aktivitas sekunder yaitu 1 sampai 8 adalah berasal dari hasil perhitungan pembebanan facility activity di masing-masing unit produksi. Maka, biaya tidak langsung tersebut diambil dari jumlah yang telah dihitung pada tabel pembebanan facility activity.
Langkah berikutnya adalah sekunder 9 sampai 13 merupakan jenis aktifitas yang dilakukan di unit produksi poli mata sehingga diperoleh hasil perhitungan biaya tidak langsung. Perhitungan biaya tidak langsung dari sekunder 9 sampai sekunder 13 diperoleh dengan cara jumlah cost driver dibagi dengan total cost driver dikalikan dengan biaya tidak langsung poli mata. Total biaya tidak langsung poli mata tersebut diperoleh dari hasil sebelumnya.

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)......
Langkah selanjutnya adalah menentukan alokasi sekunder ke primer dengan mengelompokkan aktivitas sekunder yang digunakan dalam aktivitas primer kemudian langkah selanjutnya adalah melakukan pembebanan biaya tidak langsung pada setiap aktivitas primer. Berdasarkan pada hasil perhitungan didapatkan, biaya terbesar adalah Rp. 16.267.332; pada sekunder 7 dan biaya terkecil terletak pada sekunder 11 dengan biaya sebesar Rp. 12.844;. Hal tersebut dilakukan karena proses pembebanan aktivitas sekunder ke primer merupakan hasil pembebanan dari sekunder 1 sampai 13 ke primer 1 sampai 21.
Biaya Tidak Langsung Aktivitas Primer
Perhitungan biaya tidak langsung pada aktivitas primer per pelayanan di poli mata dapat diperoleh dengan menjumlahkan total biaya yang dibebankan pada aktivitas primer, sehingga diperoleh total biaya tidak langsung per aktivitas primer. Berdasarkan pada hasil perhitungan yang telah dilakukan biaya terbesar adalah pada jenis tindakan slyt lamp yaitu primer 11 sebesar Rp. 11.192.639; dan biaya terkecil terletak pada tindakan incisi hordeolum/ khalazion, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, dan angkat jahitan yaitu primer 7, 14, 15, dan 16 sebesar Rp. 11.344;.
Langkah berikutnya adalah menghitung rate per aktivitas primer. Berdasarkan pada hasil perhitungan diperoleh rate per aktivitas primer terbesar adalah pada jenis tindakan funduscopy yaitu primer 9 dan irigasi mata yaitu primer 13 yaitu sebesar Rp. 14.394; dan terkecil pada resep kacamata sebesar Rp. 2.546; pada primer 19. Berikut ini adalah hasil rekapitulasi perhitungan total biaya tidak langsung per aktivitas primer dan rate per aktivitas primer poli mata tahun
2012:
Tabel 7. Rekapitulasi Perhitungan Total BTL Per
Aktivitas Primer dan Rate Per Aktivitas Primer Poli
Mata Tahun 2012
Aktivitas
Sekunder Ke-

Total BTL Per AKT
Primer (Rp)

Rate Per AKT Primer (Rp)

P1

9520252

2924

P2

244695

2879

P3

9.161.032

2920

P4

867386

7289

P5

853.533

12932

P6

452631

12932

P7

11334

11334

P8

2547707

7197

P9

1223475

14394

P10

141013

6410

P11

11192639

4318

P12

73714

3880

Aktivitas
Sekunder Ke-

Total BTL Per AKT
Primer (Rp)

Rate Per AKT Primer (Rp)

P13

187120

14394

P14

11334

11334

11

P15

11334

11334

P16

11334

11334

P17

1293

12932

P18

358942

12819

P19

71788

2564

P20

224339

6410

P21
Total

12819

6410

37191355

178940

Ket: P = primer
Unit Cost
Hasil perhitungan unit cost diperoleh dari hasil penjumlahan antara seluruh biaya tidak langsung aktivitas primer dan biaya langsung pada setiap produk pelayanan.
Berdasarkan
pada hasil perhitungan diperoleh hasil jenis tindakan ekstraksi corpus alienum mata sebesar Rp. 42.695; epilasi bulu mata sebesar Rp. 36.579; incisi hordeolum/ chalazion sebesar Rp. 41.956; tonometri sebesar Rp. 19.883; funduscopy sebesar Rp. 39.642; fluorosence sebesar
Rp. 41.200; slyt lamp sebesar Rp. 14.119; visus sebesar Rp. 13.674; irigasi mata Rp. 60.544; ekstraksi granuloma dan ekstraksi ptyrigium sebesar Rp.
63.685; angkat jahitan sebesar Rp. 36.507; anel test sebesar Rp. 60.288; resep kacamata sebesar Rp.
30.249; serta tes buta warna dan KIR kesehatan sebesar Rp. 17.332;.

Pembahasan
Berdasarkan pada hasil wawancara dan studi dokumentasi yang telah dilakukan, hasil identifikasi nama aktivitas penunjang (facility activity) yang dibebankan pada unit produksi poli mata di antaranya adalah pelayanan administrasi terpadu, pelayanan rekam medik, pelayanan IPS, pelayanan laundry, pelayanan keamanan, pelayanan cleaning service, pelayanan administrasi dan manajemen, dan pelayanan farmasi. Berdasarkan pada keadaan rumah sakit yang sebenarnya, terdapat unit aktivitas penunjang (facility activity) lainnya, yaitu instalasi gizi, instalasi CSSD, serta instalasi genset. Namun, pada kenyataannya instalasi gizi, instalasi CSSD, serta instalasi genset tidak dibebankan pada unit produksi poli mata. Jenis aktivitas penunjang (facility activity) tersebut tidak dibebankan pada unit produksi poli mata dikarenakan tidak mempengaruhi proses pelayanan atau produksi di poli mata RSD Balung Kabupaten
Jember. Namun, komponen biaya umum yaitu listrik dimasukkan seluruhnya pada perhitungan biaya tidak langsung. Hal tersebut didukung dengan adanya teori bahwa facility sustaining activity merupakan jenis aktivitas yang dikonsumsi oleh produk atau jasa berdasarkan fasilitas yang dinikmati oleh produk yang diproduksi [6].
Berdasarkan pada hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh total biaya tidak langsung di aktivitas penunjang (facility activity) yang memiliki

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)...... jumlah biaya terbesar adalah pada pelayanan administrasi dan manajemen yaitu sebesar Rp.
600.455.179;. Hasil tersebut didukung dengan adanya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Horman,
2012) dalam menghitung tarif jasa rawat inap, diperoleh hasil bahwa unit pelayanan administrasi umum memiliki pengeluaran biaya terbesar daripada unit aktivitas pelayanan penunjang lainnya, yaitu sebesar Rp. 116.236.971; per tahun.
Dengan adanya hasil penelitian terdahulu diatas, terlihat bahwa unit aktivitas penunjang (facility activity) di rumah sakit pada umumnya yang memiliki jumlah biaya terbesar adalah pada unit pelayanan administrasi dan manajemen. Hal tersebut terjadi karena banyaknya aktivitas yang menimbulkan adanya biaya dalam menunjang proses pelayanan untuk berbagai unit produksi di rumah sakit.
Berdasarkan pada hasil perhitungan pembebanan biaya di unit produksi poli mata yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa jumlah biaya terbesar dari 8 aktivitas penunjang (facility activity) adalah pada unit pelayanan administrasi dan manajemen yaitu sebesar
Rp. 16.267.332;. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada unit produksi poli mata membutuhkan biaya tidak langsung dari aktivitas penunjang (facility activity) sebesar Rp. 16.267.332; untuk mendukung proses produksi pelayanan. Pembebanan pada unit produksi poli mata tersebut, dipengaruhi oleh hasil perhitungan rate per cost driver pada aktivitas penunjang (facility activity) dan jumlah cost driver unit produksi poli mata.
Dengan adanya hasil perhitungan rate per cost driver di aktivitas penunjang (facility activity) dan jumlah cost driver di unit produksi poli mata akan berpengaruh pada besarnya pembebanan biaya pada masing-masing unit produksi. Semakin besar jumlah biaya pada rate per cost driver dan jumlah cost driver di unit produksi akan mempengaruhi besarnya pembebanan biaya di masing-masing aktivitas penunjang (facility activity) unit produksi.
Berdasarkan pada hasil wawancara dan studi dokumentasi yang telah dilakukan, terdapat 16 produk pelayanan yang dijual di poli mata RSD Balung
Kabupaten Jember. Jenis produk pelayanan di poli mata tersebut diantaranya adalah ekstraksi corpus alienum mata, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ chalazion, tonometri, funduscopy, fluorosence, slyt lamp, visus, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, angkat jahitan, anel test, resep kacamata, tes buta warna dan KIR kesehatan.
Berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten
Jember Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa
Umum, jenis produk pelayanan atau tindakan yang dijual pada unit produksi poli mata sudah sesuai dengan peraturan daerah tersebut.
Apabila terdapat jenis produk atau tindakan lain yang dijual dalam rangka mewujudkan peningkatan kebutuhan pelayanan di rumah sakit, RSD Balung
Kabupaten
Jember memiliki rencana untuk membangun eye centre, yaitu pusat pelayanan kesehatan mata seluruhnya, baik tindakan diagnostik sampai operatif. Jika eye centre sudah dibangun,

12

maka unit produksi poli mata akan masuk ke dalam unit eye centre.
Pada hasil identifikasi aktivitas, klasifikasi aktivitas, kategori aktivitas dan waktu pelaksanaan aktivitas, jenis tindakan ekstraksi corpus alienum, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ khalazion, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, angkat jahitan, dan anel test memiliki waktu primer terbanyak yaitu sebanyak 17 menit. Berdasarkan pada prosedur tetap di poli mata RSD Balung Kabupaten Jember dalam memberikan pelayanan per jenis tindakan, diperoleh bahwa jenis tindakan ekstraksi corpus alienum, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ khalazion, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, angkat jahitan, dan anel test memiliki waktu primer sebanyak 10 menit untuk melaksanakan tindakan pemeriksaan langsung kepada pasien. Hal tersebut menyebabkan timbulnya biaya berdasarkan konsumsi aktivitas, karena aktivitas primer merupakan jenis aktivitas langsung yang berhubungan dengan pasien. Semakin besar jumlah aktivitas primer yang dikonsumsi oleh jenis tindakan atau produk pelayanan, akan menyebabkan jumlah biaya yang akan dibebankan ke unit produksi semakin besar.
Berdasarkan dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh total biaya langsung yang memiliki biaya terbesar adalah pada jenis tindakan ekstraksi granuloma dan ekstraksi ptyrigium yaitu sebesar Rp. 42.138; sedangkan tindakan terkecil terletak pada jenis tindakan visus sebesar Rp. 3.950;.
Komponen biaya langsung tersebut terdiri dari biaya bahan medis, biaya pegawai, dan biaya alat medis di unit produksi. Biaya langsung produk atau jasa merupakan biaya yang dapat dibebankan secara langsung ke produk atau jasa. Biaya ini dibebankan sebagai cost produk atau jasa melalui aktivitas yang menghasilkan produk atau jasa yang bersangkutan
[6].Dengan adanya teori tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa, konsumsi biaya langsung per jenis tindakan di poli mata akan mempengaruhi perhitungan unit cost per produk pelayanan sehingga dibutuhkan analisis kebutuhan biaya langsung yang tepat per jenis tindakan dan hasil perhitungan unit cost per jenis tindakan akan lebih akurat.
Berdasarkan hasil perhitungan biaya tidak langsung di unit produksi poli mata, diperoleh total biaya tidak langsung adalah sebesar Rp. 24.981.328;. Komponen biaya tersebut terdiri dari biaya depresiasi seperti depresiasi gedung poli mata dan alat non medis, dan biaya operasional seperti biaya gaji sumber daya manusia (SDM) non medis, bahan habis pakai (BHP) non medis, biaya umum (telepon, air, listrik, internet), biaya perjalanan dinas, dan biaya lain-lain seperti makanan dan minuman. Biaya tidak langsung produk atau jasa merupakan biaya yang tidak dapat dibebankan secara langsung ke produk atau jasa [6].
Hasil perolehan biaya tidak langsung merupakan hasil penjumlahan biaya depresiasi dan biaya operasional.
Berdasarkan pada teori tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar jumlah biaya depresiasi dan operasional maka akan mempengaruhi total biaya tidak langsung unit produksi poli mata

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)...... sehingga akan mempengaruhi perhitungan pembebanan aktivitas sekunder ke primer.
Berdasarkan pada hasil perhitungan yang telah dilakukan, pembebanan aktivitas sekunder ke aktivitas primer terbesar terletak pada sekunder 7 yaitu pelayanan administrasi dan manajemen sebesar Rp.
16.267.332; sedangkan biaya terkecil terletak pada sekunder 11 yaitu persiapan alat selama 5 menit sebesar Rp. 12.844;. Berdasarkan pada keadaan di rumah sakit, pelayanan administrasi dan manajemen merupakan unit pelayanan yang membutuhkan berbagai kebutuhan dalam proses peningkatan pelayanan di berbagai unit produksi, sehingga pelayanan administrasi dan manajemen yang merupakan aktivitas sekunder yaitu jenis aktivitas yang berkaitan dengan unit produksi membutuhkan konsumsi biaya terbanyak daripada unit pelayanan lainnya. Berdasarkan pada hasil perhitungan yang telah dilakukan, total biaya tidak langsung per aktivitas primer terbesar adalah pada jenis tindakan slyt lamp yaitu primer 11 sebesar Rp.11.192.639; dan jenis tindakan terkecil terletak incisi hordeolum/ khalazion, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium dan angkat jahitan yaitu primer primer 7, 14, 15, dan 16 sebesar
Rp. 11.334;. Sedangkan untuk perhitungan rate per aktivitas primer, diperoleh hasil rate per aktivitas primer terbesar adalah pada jenis tindakan funduscopy yaitu primer 9 dan irigasi mata yaitu primer 13 yaitu sebesar Rp. 14.394; dan terkecil pada resep kacamata sebesar Rp. 2.546; pada primer 19. Hal tersebut terjadi karena, konsumsi biaya dari alokasi aktivitas sekunder ke primer membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga mempengaruhi total biaya tidak langsung per aktivitas primer. Penggerak biaya untuk aktivitas tersebut digunakan untuk membebankan biaya yang ada pada aktivitas sekunder ke aktivitas primer yang memakai output-nya [6].
Berdasarkan teori diatas, maka perhitungan biaya tidak langsung pada aktivitas primer per produk pelayanan di poli mata sudah sesuai, karena alokasi biaya didasarkan pada konsumsi biaya berdasarkan aktivitas, yaitu semakin besar jumlah aktivitas sekunder yang dikonsumsi oleh suatu produk pelayanan, maka akan mempengaruhi total biaya tidak langsung per aktivitas primer dan semakin besar jumlah pasien pada produk pelayanan karena merupakan pembagi total biaya tidak langsung per aktivitas primer akan mempengaruhi semakin kecilnya rate per aktivitas primer yang akan digunakan dalam perhitungan biaya satuan (unit cost) dengan metode activity based costing (ABC).
Berdasarkan pada hasil perhitungan biaya satuan
(unit cost) dengan metode activity based costing
(ABC) yaitu hasil penjumlahan antara seluruh biaya tidak langsung aktivitas primer dan biaya langsung pada setiap produk pelayanan, diperoleh unit cost pada jenis tindakan ekstraksi corpus alienum mata sebesar Rp. 42.695; epilasi bulu mata sebesar Rp.
36.579; incisi hordeolum/ chalazion sebesar Rp.
41.956; tonometri sebesar Rp. 19.883; funduscopy sebesar Rp. 39.642; fluorosence sebesar Rp. 41.200;

13

slyt lamp sebesar Rp. 14.119; visus sebesar Rp.
13.674; irigasi mata Rp. 60.544; ekstraksi granuloma dan ekstraksi ptyrigium sebesar Rp. 63.685; angkat jahitan sebesar Rp. 36.507; anel test sebesar Rp.
60.288; resep kacamata sebesar Rp. 30.249; serta tes buta warna dan KIR kesehatan sebesar Rp. 17.332;.
Namun, jika dibandingkan dengan tarif yang diterapkan di RSD Balung Kabupaten Jember sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor
4 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum, nilai tarif jenis tindakan ekstraksi corpus alienum mata sebesar
Rp. 65.000; epilasi bulu mata sebesar Rp. 65.000; incisi hordeolum/ chalazion sebesar Rp. 65.000; tonometri sebesar Rp. 20.000; funduscopy sebesar
Rp. 20.000; fluorosence sebesar Rp. 20.000; slyt lamp sebesar Rp. 20.000; visus sebesar Rp. 20.000; irigasi mata sebesar Rp. 65.000; ekstraksi granuloma dan ekstraksi ptyrigium sebesar Rp. 65.000; angkat jahitan sebesar Rp. 20.000; anel test sebesar Rp. 27.500; resep kacamata sebesar Rp. 20.000; tes buta warna dan KIR kesehatan sebesar Rp. 20.000;.
Berdasarkan hasil diatas, terlihat bahwa perolehan unit cost dibawah tarif adalah pada jenis tindakan ekstraksi corpus alienum mata, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ chalazion, tonometri, slyt lamp, visus, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, tes buta warna dan KIR kesehatan sedangkan jenis tindakan dengan unit cost diatas tarif adalah funduscopy, fluorosence, angkat jahitan, anel test, dan resep kacamata. Dengan adanya hasil diatas, maka diperlukan tinjauan ulang mengenai penetapan tarif di poli mata RSD Balung Kabupaten Jember. Hal tersebut disebabkan karena kebutuhan akan komponen biaya di setiap produk pelayanan semakin tahun akan semakin meningkat sehingga pelaksanaan perhitungan unit cost dengan metode activity based costing (ABC) dalam mengevaluasi penetapan tarif sangat diperlukan.

Simpulan dan Saran
Nama aktivitas penunjang (facility activity) di RSD
Balung Kabupaten Jember diantaranya adalah pelayanan administrasi terpadu, pelayanan rekam medik, pelayanan IPS, pelayanan laundry, pelayanan keamanan, pelayanan cleaning service, pelayanan administrasi dan manajemen dan pelayanan farmasi.
Jumlah produk atau jenis pelayanan di poli mata
RSD Balung Kabupaten Jember yang dijual sebanyak
16 tindakan. Berdasarkan hasil perhitungan unit cost per jenis tindakan diperoleh ekstraksi corpus alienum mata sebesar Rp. 42.695; epilasi bulu mata sebesar
Rp. 36.579; incisi hordeolum/ chalazion sebesar Rp.
41.956; tonometri sebesar Rp. 19.883; funduscopy sebesar Rp. 39.642; fluorosence sebesar Rp. 41.200; slyt lamp sebesar Rp. 14.119; visus sebesar Rp.
13.674; irigasi mata Rp. 60.544; ekstraksi granuloma dan ekstraksi ptyrigium sebesar Rp. 63.685; angkat jahitan sebesar Rp. 36.507; anel test sebesar Rp.
60.288; resep kacamata sebesar Rp. 30.249; serta tes buta warna dan KIR kesehatan sebesar Rp. 17.332;.

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

Sugiyarti et al, Analisis Biaya Satuan (Unit Cost) Dengan Metode Activity Based Costing (ABC)......
Jenis tindakan yang memiliki unit cost diatas tarif adalah funduscopy, fluorosence, angkat jahitan, anel test, dan resep kacamata. Sedangkan jenis tindakan dengan unit cost di bawah tarif adalah pada jenis tindakan ekstraksi corpus alienum mata, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ chalazion, tonometri, slyt lamp, visus, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, tes buta warna dan KIR kesehatan.
Dengan adanya hasil perhitungan unit cost dengan menggunakan metode activity based costing (ABC) di poli mata RSD Balung Kabupaten Jember, diperoleh jenis tindakan yang memiliki unit cost diatas tarif adalah funduscopy, fluorosence, angkat jahitan, anel test, dan resep kacamata. Sedangkan jenis tindakan dengan unit cost di bawah tarif adalah pada jenis tindakan ekstraksi corpus alienum mata, epilasi bulu mata, incisi hordeolum/ chalazion, tonometri, slyt lamp, visus, irigasi mata, ekstraksi granuloma, ekstraksi ptyrigium, tes buta warna dan KIR kesehatan. Namun, jenis tindakan yang memiliki selisih unit cost dengan tarif yang ditetapkan sangat besar adalah pada jenis tindakan anel test.
Berdasarkan hasil perhitungan unit cost dengan menggunakan metode activity based costing (ABC), pihak manajemen rumah sakit memerlukan perhitungan dengan metode activity based costing
(ABC), untuk mendapatkan unit cost yang lebih akurat yang digunakan sebagai landasan dasar dalam melakukan evaluasi tarif terutama di unit produksi lainnya sehingga rumah sakit dapat untuk melakukan activity based management karena value added dan non value added activity telah dilakukan identifikasi.
Selain
itu, pihak manajemen membutuhkan perhitungan biaya penyusutan terhadap aset yang dimiliki. Daftar Pustaka
[1]

[2]
[3]

[4]

[5]
[6]
[7]

Agastya dan Arifa'i. Unit Cost dan Tarif Rumah
Sakit (Metode Analisis dan Cara Penghitungan
Limited Edition. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada; Tanpa Tahun.
Krisna A. Akuntansi Manajemen Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu; 2006.
Wahyudi E. Buku Ajar Metodologi Penelitian.
Jember: Program Studi Administrasi Niaga,
Jurusan Ilmu Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember; 2009.
Horman G. Penerapan Activity Based Costing
Pada Tarif Jasa Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah di Makassar.
[Internet]. Makassar:
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas
Hasanuddin
Available
from: http://activity-based-costing/file?file=digital.pdf Simamora H. Akuntansi Manajemen. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat; 1999.
Mulyadi. Activity Based Cost System Edisi 6:
Sistem Informasi Biaya unutk Pengurangan
Biaya. Yogyakarta: UPP AMP YKPN; 2003.
Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 4
Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol 1, (no. 1), September 2013

14

Similar Documents

Premium Essay

The Impact of Healthcare Reforms on Hospital Costing Systems

...The Impact of Healthcare reforms on Hospital Costing Systems The costing systems implemented in hospitals has been the same for a while now. It’s worked and has been easily allocated based off of averages from previous years. Now as times change so will the costing systems for hospitals in order to get the most beneficial cost-reductions to them as well as improve on efficiency. This article looks into how accountants for hospitals can redesign, reposition, and re-implement costing ideas to allocate on a per-unit of care basis (Selivanoff, 2011). We’ll take a look at two ways for accountants to prepare for these reforms and five steps to adjusting the costing systems in place. In the hospital costing system accountants want to measure costs during a patients stay to determine how much resources are being used. The one way accounting departments are improving efficiency is deter away from the average costs for their resources. Rather than allocating a hundred dollars for this test and a hundred dollars for this procedure they want to implement an “on-the-fly” care plan. Which measures truly how much a patient is costing them to get the optimized cost-reduced methods. It allows them to take a deeper look into inventory and assign costs to each resource so that patients really pay for what they used and hospitals have a clear costing method that’s equal for every person. This method is effective but is highly stressful for the accounting department to record at first...

Words: 1331 - Pages: 6

Premium Essay

Accounting

...Ashley American InterContinental University Unit 3 Discussion Board Managerial Accounting ACCT310-1205B-06 January 27, 2013 Job order costing is used in situations where there are different products that are being produced each period. According to accounting for to management (2000), the costs are traced to the jobs and then the cost of the jobs that are divided by the number of the units in the job that are arrive at the cost per unit (para. 1). The type of industry that uses this type of system are places like the Hospitals, laws firms, movie studios, advertising and accounting firms. All of these industries deal with procedure and providing a type of service. The companies have to focus on more than one good and it can become a complex job when it comes to job order costing system. But it is also a way to the business organized and knows what area is helping them out in the long run. Manufacturing costs can be in three broad categories which are direct materials, direct labor and manufacturing overhead. Process costing methods are used for mass productions. It is a way to analyze the net cost of a manufacturing. Figuring out how much it would cost to fill the goods and how material is needed to keep them stocked. Soda, cereal, toilet paper, gasoline are some items where the process costing system occur. This system is mainly where homogenous items are being manufactured. According to Vitez (2003), It saves time and management money. But its how management accountants...

Words: 491 - Pages: 2

Premium Essay

Jim Gogek Inadequate Nurse Staffing Levels

...Due to the problem of inadequate nurse staffing levels it has lead hospitals to experience complications in their budgets. This problem all begins with hospitals not making any money because there aren’t enough patients to care for. In the article “How The Nursing Shortage Affects Patient Care and Healthcare Services” provided by Nurse Grid explains how new registered nurse graduates find it difficult to get a full time nursing job due to hospital's budget restrictions. These restrictions don’t allow hospitals to meet their full potential because it prevents them from expanding any type of research that is being done by physicians, considering medical research requires lots of money. Again in Jim Gogek’s article “Inadequate Staffing Harms Quality...

Words: 278 - Pages: 2

Premium Essay

Activity Based Costing Model

...and his team failed to take seasonality into consideration. Two weeks in January are surely not representative of an entire year, especially in terms of patient volume; thus annualizing two weeks data is an obvious error. I would expect the patient volume to be lower than average in January as it is not a peak of cold/flu season and patients prefer to have their annual checkups during warmer seasons (mind you the hospital is in Massachusetts). This hunch is confirmed by analysis of the data in Exhibit 8: if we take values for Physician Visits/Year, combined NP – Patient & Employee Visits/Year and Intern/Resident Visits/Year and convert them to Visits/Day (taking into account that there are 8 Physicians, 1 Nurse Practitioner and 13 Interns/Residents at the clinic) we will get values of 5.3, 5.7 and 1.0 Visits/Provider/Day, which are very low (48 work weeks/year and 5 days/week work schedule assumed). Therefore, either PCU is overstaffed or more representative time span should be taken. Another factor that Oakley’s team overlooked is the fact that the teaching hospitals receive direct and indirect Graduate Medical Education payments from Medicare that partially compensate for residency education costs and for higher patient care costs due to presence of teaching programs. According to Donald A. Young et al, the authors of “Medicare and the American Health Care System: Report to the Congress” (June 1997, ISBN: 9780788146763), in fiscal year 1995, the average “per resident” Medicare...

Words: 577 - Pages: 3

Premium Essay

Healthcare Finace- You Decide Paper

...My plan is to bring the hospital‘s AR Days back in line. This plan will need cooperation from the Medical Staff, the clinical departments, Health Information Management, Business Office and many others. Before I write my plan, I will need: a List of transactions with dates and maturity; information on our debtors as well as any information we collected on them. My writtenn report will be given to the board of directors. With approval we will have this implemented with four weeks. This plan will require everyone within the accounts receivable area in the hospital is responsible for making sure that all demographic and billing information is complete as possible.  It starts in the registration area. The registration area is generally where every patient begins their journey through the hospitals computer system.  It is very important for our employees to take the time to collect as much information as they can from the patient when the patient first presents for service.  For the AR plan to work we will need to work with the Human resource and business office manager to implement a training session for all employees that work in admission especially the employees that work in the evenings. The training session should including education on what questions to ask. What documentation to ask patients for and more. How to make photocopies. After the original training, supplemental online training course should be implemented. Employees will be required to complete online tutorials...

Words: 670 - Pages: 3

Premium Essay

Reading Assignment #1

...Reading Assignment # 1 5/20/13 The problem in this case is the U.S. health care industry is the world’s most inefficient information enterprise. An electronic medical record system would save a lot of money in health care, and it would generally be easier on staff and doctor to access information. Electronic records would possibly reduce error and improve care, create less paperwork, and provide quicker service. The difficulties in building electronic medical record systems include it costing $30,000 to $50,000 per doctor. This would cause an issue for medical practices with fewer than four doctors. Also, training a doctor would take up to 20 hours of his or her time. There would be many obstacles that health providers, IT developers, and insurance companies would need to overcome before this system could be used nationally. Not digitalizing medical records would impact patients. Patients already using this system reduced their hospital admission by 25 percent and the length of their hospital stays by 20 percent. VistA improves patient quality of care. It insures that correct dosages are given and going to the correct patient. As mentioned before, this system would greatly reduce human error. One issue with electronic medical records is the sharing of records between different systems. Some systems may not be able to report the same data to one another. Another problem is there could be a conflict of interest for the insurance companies involved. There are both pros and cons...

Words: 333 - Pages: 2

Premium Essay

Breached Rights

...Breached Rights at the Stafford hospital During the video I watched throughout people’s time at the Stafford hospital, it was clear certain rights had been breached in relation to service users’ care. In the case study one, I was a able to make a conclusion on a few rights that were breached; right to quality care, hygienic environment, respect, information, safety, dignity, socialisation etc… All of these rights should always be enforced throughout any setting to ensure service users feel positive within the environment. Keeping people safe helps people to feel comfortable in the setting and helps them to feel less insecure about the environment they’re in. It may also to help an aggressive attitude towards staff, if clients feel calm in their setting. However, in the Strafford hospital, this was the other way round. Staff was aggressive and spiteful towards members of the public who visited the hospital. The right to a clean environment, this right was breached when in the video, there was dirty left over sanitary equipment in the toilets, swabs, needles etc.. All leading to a very unhygienic environment for clients to be sat in – possibly leading to further problems within the hospital in relation to infection/disease. In the case study 2, what was seen, throughout the video, saw a number of things that lead to a disruption of the rights required where appropriate care to patients. Things I pointed out previously like; dressings on the floor, needles lying around, rejection...

Words: 1774 - Pages: 8

Premium Essay

Nursing Theory

...At St. Mary’s Hospital there is a need for dedicated admission staff. Several reasons why are: 1. Improve Patient flow 2. Improve Patient satisfaction 3. Increase safety 4. Monitor Flow of visitors Patients currently enter hospital and are either registered at the business office, or directed to another area of the hospital and registered, depending on their business. The current system does not create a controlled environment and causes unnecessary steps for an efficient admission process. Unit Coordinators are currently the main admitters of Emergency Department and Inpatient admits, and because of the multiple interruptions of the Coordinator, mistakes are being made that are costly to the hospital. See problems: Problem: 1. Mistakes are being made on admissions due to not having a designated admit clerk. Mistakes on admissions that affects other departments include using two admit numbers, incorrect times on admits and discharges, incorrect insurance data collection, and missed Insurance verification, which could all be greatly reduced or eliminated with a regularly scheduled admission clerk. Nursing Staff admit patients after the front business office closes, Unit Coordinators are trained with this task; however coverage by the Unit Coordinator begins at 0630 and ends at 2300. After 2300 nurses admit patients but are not proficient at the process, because they have multiple other responsibilities. It has been stated...

Words: 1084 - Pages: 5

Premium Essay

Management Information Systems

...answer. Many factors are presenting difficulties in building these electronic records. Some people factors include patients feel as though there will be no confidentiality in the online system, Organization factors include smaller medical practices not being able to afford the cost of the online database as well as the time commitment involved. Technological factors include not yet discovering a way to be able to share information from nurses to doctors as well as other care providers. 3. What is the business, political, and social impact of not digitizing medical records (for individual physicians, hospitals, insurers, patients, and the US Government)? Not digitizing medical records for physicians it makes their job harder because the now have to go through tons of paperwork to see if the patient had experienced these symptoms before and what was previously done to treat them. Hospitals are being faced with penalties for not updating their systems that can include the reduction of their Medicare and Medicade. Insurers are losing the option of immediate processing for claims, while patients are more at risk without the online medical records; they are being put through redundant testing that can be harmful for them. The U.S government is wasting $80 billion a year by not having these online records. 4. What are the business and...

Words: 463 - Pages: 2

Premium Essay

Africa: Malaria Care Improves with Cash

...Africa: Malaria Care Improves With Cash http://allafrica.com/stories/201304250118.html A question had been nagging at Ghanaian researcher Alexander Nartey. Since Ghana’s government had made health insurance available to the country’s poor to ease the burden of health care, why were so many people still paying cash, including those seeking basic treatment for malaria? The Ghanaian government in 2003 introduced its National Health Insurance Scheme (NHIS), which Nartey called a “pro-poor policy” to help those less likely to be able to pay for health care. The British charity Oxfam in a 2011 report found a number of problems with the scheme, calling it “severely flawed”, but Nartey was focusing on one key question: why weren’t more poor using it when the premium was less than U.S.$10 per year? With the support of the Dodowa Health Research Centre in Ghana, Nartey set out to find the answer. Because of his research, the American Society of Tropical Medicine and Hygiene (ASTMH) included him in its Young Investigator Awards last year, giving him international recognition by his peers and a $250 cash award. What Nartey discovered was what he said was a problem within Ghana’s health system - namely a delay in care. Those who used health insurance generally waited longer to receive treatment - standing in line or sitting on a bench until their turn came - but if they paid out of pocket they were treated much quicker. This, Nartey said, particularly made a difference when people were...

Words: 715 - Pages: 3

Premium Essay

Duke University Children's Hopsital Case Study

...Duke University's Children's Hospital (DCH) is a pediatric hospital that is located on Duke University Hospital’s fifth floor. DCH is a 134-bed facility with 800 employees who care for patients in neonatal ICU, pediatric ICU, pediatric emergency room, intermediate care unit, bone-marrow transplant unit, subspecialty clinic, and outreach clinic (Meliones, 2000). The annual operating loss of DCH grew from a high $4 million in 1992 to a staggering $11 million in 1996, forcing hospital administrators to cut-down resources. This move made some caregivers feel that the clinical care quality at DCH had deteriorated. Complaints from parents were on the rise, dissatisfied doctors considered sending their patients to other hospitals, and some frustrated staff members eventually quit. As important as DCH’s institutional mission was to promote the community’s health, so important it was to not lose focus from the big picture during a difficult time. The specific goal of clinicians is to restore the health of their patients; however, cost is not something that they want on their minds. Hospital administrators on the other hand have their specific goal to control the rapidly growing healthcare costs. Cost-cutting in such testing conditions traumatized patients, frustrated clinicians, and crippled the mission of DCH. The decision to remove a respirator therapist who worked in the night shift, for instance, affected not only the patient and her parents, but also the insurance company,...

Words: 1513 - Pages: 7

Premium Essay

Mgmt305 Unit 1

...organization, and technology factors are responsible for the difficulties in building electronic medical record systems? Explain your answer. Influences of the group leads to the structure phase of problems within the electric medical record system that can possibly entail expenses. Doctors who are located locally as well as more micro hospitals might assume that it will become more costly over a short period. Because of the price range of thirty to fifty thousand dollars, smaller offices may not be able to implement this system. Viewing the technical aspect of the system might cause possible alignment difficulties when attempting to produce a single service. 3. What is the business, political, and social impact of not digitizing medical records (for individual physicians, hospitals, insurers, patients, and the U.S. government)? By keeping a hard copy or paper copy of medical records this may possibly limit information that may be required at another medical location. By not adhering to transferring over to the new system this opens a medical facility up to penalties rendered by the government. The cost of penalties may even result in costing more than it would to just upgrade to the new system. 4. What are the business and social benefits of digitizing medical recordkeeping? The most beneficial factor of the new system would be having the ability to look up information of a patient any time from any location. This could allow for more efficient and even faster diagnoses...

Words: 393 - Pages: 2

Premium Essay

Fall Prevention Research Paper

...intervention strategies. In: Boltz M, Capezuti E, Fulmer T, Zwicker D, editor(s). Evidence-based geriatric nursing protocols for best practice. 4th ed. New York (NY): Springer Publishing Company; 2012. p. 268-97. Sterling, D. A, O’Connor, J. A., and Bonadies, J. Geriatric Falls: Injury Severity is High and Disproportionate to Mechanism. The Journal of TRAUMA Injury, Infection, and Critical Care. Volume 50 ² Number 1. Vu. M.Q, Weintraub.N, and Rubenstein. L.Z, (2004). Falls in the nursing home: are they preventable? Journal of PubMed J Am Med Dir Assoc, 2004 Nov-Dec; 5(6): 401-6. Wong, C.A., Recktenwald, A. J., Jones, M.L., Waterman, B. M., Bollini, M. L., Dunagan, C.(2014). The Cost of Serious Fall-Related Injuries at Three Midwestern Hospitals. The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, Volume 37, Issue 2, pp...

Words: 1108 - Pages: 5

Premium Essay

Financial Effects of Patient Misdiagnosis

...or receive delayed diagnoses every year (Clark, 2015). According to Cerrato (2013) diagnostic errors account for 40,000 to 80,000 hospital deaths a year in the United States and each misdiagnosis claim averages around $386,849. Patient misdiagnosis lead to patient harm and higher costs. A misdiagnosis case may involve a wrong diagnosis, a missed diagnosis, a delayed diagnosis, or a failure to recognize complications that change or aggravate an existing condition. Sometimes a doctor diagnoses one condition correctly but misdiagnoses another condition or fails to realize that there is a second diagnosis that needs to be made this healthcare issue negatively affect hospitals and medical offices financially. The financial management staff in the health industry have to carefully monitor, analyze, and calculate the budgets and monetary claims for multiple departments. Whether the business is a nonprofit organization or a for profit organization, the impacts would still be the same. Giving out wrong diagnoses to patients lead to medical malpractice suits, affect the quality of care, increases the cost of care and affects Medicaid and Medicare. All of the above impacts can cause an organization to have a bad reputation and possibly lose their accessibility to Medicaid and Medicare patients. Every effect causes a financial problem. A doctor and hospital can be held liable when misdiagnosis lead to serious injuries or delays treatment for life threatening diseases. Proper diagnoses...

Words: 574 - Pages: 3

Premium Essay

Financial Management Simulation

...What cost cutting options were chosen? Explain why those were chosen. The cost cutting options chosen were reducing Agency staff and changing the skill mix. Reducing the agency staff will reduce cost, and save on premiums paid directly to contracted agencies. The cost for contracted staff is nearly double of the employees. Changing the Skill mix was also recommended by hiring unlicensed personnel such as nursing assistants and patient care technicians. Training time for unlicensed personnel is much less than licensed personnel. In addition unlicensed personnel such as nursing assistants will be able to assist nurses with easy tasks such as feeding, changing, bathing, and moving patients. This will enable the RN to utilize his or her time more effectively for direct patient care. Which cost cutting loan option was chosen? Explain why. Loan option two was initially chosen to repay the loan. This option was chosen because of the low interest rate at 9.0%, which would allow Elijah Heart Center (EHC) to have more funds initially. The only set back is the loan had a prepayment limitation of six months which would allow interest to accrue and add to the principle loan amount. After further investigation, it became clear that loan option one was the better choice because the funds could be paid sooner therefore accruing less interest. Which strategies for equipment acquisition were chosen? Explain why. The strategies chosen for equipment acquisitions...

Words: 1342 - Pages: 6