Case Study

MERRILL LYNCH IN JAPAN

Case Fact

1980 Merril Lynch memulai bisnis private client dan menjadi perusahaan asing pertama yang masuk ke pasar investasi klien jepang.
1997-1998 terjadi perubahan regulasi di Jepang, yaitu relaksasi kontrol devisa dan reksa dana.

Melakukan joint venture (aliansi) dengan Sanwa Bank untuk menjual produk reksa dana kepada konsumen melalui 400 cabang yang dimiliki
Sanwa.

Terjadi kebangkrutan perusahaan Yamaichi securities yang menjadikan
Merril pada tahun 1997 mengambil alih dan memperoleh 33 kantor cabang yang dimiliki Yamaichi

Problem

Krisis pada tahun 2001-2002 menjadi faktor utama pertimbangan Merril Lynch apakah harus tetap melanjutkan usaha bisnisnya dan memasuki pasar private klien di Jepang.

Recommendation

Sebaiknya Merril Lynch melanjutkan kembali bisnisnya di Jepang, faktor krisis yang terjadi pada tahun 2001-2002 adalah faktor dari ekonomi makro yang tak bisa dikendalikan dan dihindari, namun dapat disiasati penanggulangannya dengan melakukan PHK dan penutupan lokasi ritel guna mengurangi beban biaya yang dimiliki, penutupan tersebut tentunya tidak berpengaruh pada kepemilikan asset karena semua asset dikuasai oleh perusahaan Induk.

Hal yang paling mendasar mengenai pertimbangan bagi Merril untuk melanjutkan bisnis dan kembali memasuki private klien adalah karena adanya pembaharuan regulasi bisnis di Jepang yang telah membuat keuntungan bagi investor asing dalam melakukan bisnisnya (menjual produk-produk jasa keuangan). Selain itu masih sedikitnya perusahaan pesaing di Jepang menjadikan Merril akan memiliki posisi yang kuat untuk memperoleh peningkatan pasar. Dengan didukung oleh jaringan pemasaran yang telah dimiliki dari penguasaan 33 kantor cabang Yamaichi dan dukungan pemerintah Jepang, maka ke depan Marril Lynch akan memiliki jaringan ritel yang signifikan dan berpengaruh pada kemajuan perusahaan.