Free Essay

News Analysis

In:

Submitted By Stefhanus
Words 2106
Pages 9
Core Skills and Character : Analisa Berita
“Pernikahan Putri Keraton Yogyakarta”

Kelompok :
Angel Lolo Brigida (1213032)
Jeremi Gustav (1213008)
Sartika Bethanie Dumanauw (1213035)
Yosephine Ryana (1213013)

DEPARTEMEN SISTEM INFORMASI
INSTITUT TEKNOLOGI HARAPAN BANGSA
2013
Menganalisa Berita :
Berita 1 :
Pemimpin Tidak Berjarak dengan Rakyat
Solidaritas Spontan Masyarakat Yogyakarta Menunjukkan Demokratisasi

YOGYAKARTA, KOMPAS – Prosesi kirab pernikahan putri keempat Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hayu, dengan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro disambut ribuan warga Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyaksikan di sepanjang rute kirab, Rabu (23/10) pagi. Antusiasme warga ini menunjukkan kedekatan relasi antara pemimpin dan masyarakat di DI Yogyakarta.

Setelah Selasa menjalan iijab Kabul dan serangkaian tradisi pernikahan di dalam tembok keraton, kemarin, kedua mempelai bersama Sultan HB X dan Permaisuri GKR Hemas serta keluarga keraton meyapa warga dalam prosesi kirab menuju Bangsal Kepatihan tempat resepsi pernikahan. Prosesi kirab disambut sukacita ribuan warga. Sepanjang rute kirab dari keratin menuju Kepatihan, warga berdesak-desakan menonton. Meski panas terik, mereka tidak beringsut. Para pedagang di Jalan Malioboro pun menggelar pesta rakyat dengan menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman gratis untuk masyarakat. Budayawan dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, G Budi Subanar, mengatakan, antusiasme dan keterlibatan warga menyambut pernikahan putri Sultan HB X ini menunjukkan dekatnya relasi Sultan sebagai pemimpin dengan masyarakat. Subanar mengibaratkannya dengan sebutan manajemen karawitan, yaitu antara pemimpin musik dan pemusik melebur menjadi satu. “Pemimpin dalam karawitan itu adalah penabuh gendang. Dia menyatu dengan para pemusik yang lain dan bermain musik bersama-sama,” katanya. Itu berarti, pemimpin menyatu dan hadir di tengah masyarakat. Tak ada sekat antara pemimpin dan rakyat sehingga relasi pemimpin dengan rakyat terjalin kuat dan cair. Di situlah demokratisasi tumbuh. Maka tidak mengherankan apabila kemudian muncul partisipasi warga secara spontan turut mendukung dan menyemarakkan perhelatan pernikahan putri Sultan, antara lain dengan menyediakan makanan dan minuman gratis. “Tidak ada unsur feodalistik. Banyak orang terlibat dan memiliki solidaritas spontan itu menunjukkan demokratisasi,” kata Subanar. Model kepemimpinan karawitan itu, menurut Subanar, bisa dijadikan pelajaran bagi Indonesia. Sebab, di wilayah lain masih banyak pemimpin yang berjarak dengan masyarakatnya. Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito, mengatakan, sambutan warga menunjukkan kedekatan kultural warga dengan Sultan HB X. Sultan HB X sebagai pemimpin kultural dihormati dan memiliki legitimasi kuat di masyarakat. Memang, hal itu belum berkorelasi dalam relasi politik Sultan sebagai pemimpin formal dengan masyarakat. Namun, kedekatan secara kultural pemimpin dengan masyarakat bisa dijadikan pelajaran untuk membangun hubungan yang cair antara pemimpin formal dan masyarakat. Hal itu penting untuk membagun demokrasi. “Demokrasi itu ditunjukkan oleh kedekatan pemimpin dengan rakyat,” katanya.

12 Kereta Keraton Proses kirab dengan 12 kereta keratin menuju Bangsal Kepatihan dimulai pukul 09.00. Kereta Notopuro yang ditumpangi GBPH Prabukusumo dan GBPH Cakraningrat memipin kirab. Kedua adik Sultan ini menjadi utusan Dalem (Sultan). Pada barisan kedua, GKB Hayu dan KPH Notonegoro naik kereta Kanjeng Kiai Jongwiyat yang ditarik empat kuda putih. Kereta terbuka tampa atap ini adalah kereta peninggalan Sultan HB VII. Kereta ini kemudian diikuti kereta Kiai Ambarukmo dan Kiai Rotobiru yang dinaiki orangtua pengantin pria, serta kereta Kiai Permili pengankut penari bedhaya manten. Sultan dan GKR Hemas naik kereta Kanjeng Kiai Wimono Putro. Disusul kereta-kereta lainnyayang ditumpangi putri-putri serta menantu Sultan, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam IX serta keluarga Paku Alam. GKR Hayu dan KPH Notonegoro selalu menebar senyum lebar sambil melambaikan tangan menyapa warga. Mempelai tampak anggun mengenakan busana Jangan Menir warna hijau tosca dengan riasan paes ageng Sultan dan GKR Hemas juga selalu tersenyum dan melambaikan tangan kepada warga. Saat Kiai Jongwiyat yang ditumpangi mempelai melintas, warga menyambutnya. Mereka memanggil-manggil Gusti Hayu sambil melambaikan tangan. Warga mengabadikan peristiwa sekali seumur hidup ini dengan kamera mereka. Sugito (46) dan Lastri (40), istrinya, bersama anak keempat mereka, Jatmiko (5), warga Sewon, Bantul, berangkat dari rumah pukul 06.30 demi menyaksikan kirab pernikahan agung terakhir keluarga Sultan HB X. Mereka bahkan membawa bekal nasi bungkus untuk sarapan sekaligus makan siang. “Semoga pengantinnya jadi keluarga sakinah,” ujar Lastri yang puas bisa berdiri menonton di barisan paling depan. Menyambut prosesi kirab, komunitas pedagan Malioboro menyediakan makanan dan minuman angkringan khas Yogyakarta, gratis untuk pesta rakyat. Pedagang yang jumlahnya sekitar 2.500 orang masing-masing iurang Rp.10.000,00. Paling tidak ada 50 angkringan (gerobak)yang menyajikan hiding khas, seperti nasi kucing, tempe medoan, tahu goreng, sate ayam, serta minuman the, jeruk dan jahe. Paling tidak ada 5.000 nasi kucing dan 5.000 aneka gorengan/makanan kecil yang disediakan pedagang. PKL Malioboro juga tak berjualan. “Ini nderek mangayubagyo (turut berbahagia) atas pernikahan putri Sultan,” ujar Wiwin (28), pedagang. Sajian menu angkringan khas rakyat itu pun ludes hanya dalam waktu setengah jam. “Langsung cepat habis, warga berebutan mengambilnya,” ujar Sutarjo (41), penjual makanan angkringan, yang menyediakan sekitar 150 aneka minuman yang dibungkus plastik serta puluhan nasi kucing dan gorengan. Di luar prosesi kirab, warga di lingkungan tembok keratin beberapa hari ini membantu persiapan pernikahan. “Capek banget, tapi senang bisa membantu,” kata Anik Sudaryadi (43), warga Suryoputran. (RWN/WEN)
Kompas, Kamis, 24 Oktober 2013
Halaman 1, dilanjutkan ke halaman 15 kolom 5-7
Berita 2 :
Rakyat Yogyakarta Pesta
Ikut Meriahkan Hajatan Raja

YOGYAKARTA,(PR).- Ribuan masyarakat kelas menengah ke bawah ramai-ramai melahap hidangan gratis tanpa menggunakan piring dan gelas di trotoar Jalan Malioboro, untuk ikut bergembira dalam hajatan raja mereka, Sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menikahkan putrinya.

Berbagai hidangan rakyat tersebut disuguhkan ratusan pedagang makanan angkringan, yang umumnya dikemas dengan kertas atau daun, mulai dari nasi kucing, bakso dibungkus plastik, dll. segera ludes sebelum tontonan utama, pengantin menuju pelaminan di Bangsal Kepatihan, Rabu (23/10/2013). Namun, pesta rakyat yang diwarnai perebutan makanan gratisan itu tidak disiarkan langsung televisi maupun streaming milik Keraton Yogyakarta. Ini terjadi saat kereta Kanjeng Kiai Jongwiyat yang dinaiki GKR Hayu – KPH Notonegoro dan 11 kereta lainnya melintas di Malioboro pukul 09.20 selama 45 menit. Bagong, pedagang angkringan yang menyajikan 50 bungkus nasi plus lauk-pauk, 150 plastik minuman dibandrol panitia Rp. 450.000,00. Sementara Parjiman mengemas 200 mangkok bakso yang setiap mangkoknya berharga Rp. 5000,00. Makanan yang mereka jual dilahap penonton kirab sebelum pukul 09.00 WIB. Makanan tersebut sengaja dibagikan gratis kepada kerumunan orang-orang tersebut karena ada sejumlah sponsor yang membayari. “Tampaknya para penonton sudah lapar, saya biarkan mereka makan. Kalau bakso dihidangkan dengan mangkok, baksonya habis, mangkoknya tidak pulang,” kata Parjiman, sambil mengatakan, kondisi serupa pernah terjadi pada pernikahan GKR Bendara dan KPH Yudanegara, tahun silam. Selama kirab berlangsung, toko-toko di kawasan pusat bisnis dan pariwisata Yogyakarta ditutup. Para karyawan toko telah hadir saat kirab berlangsung, ikut menonton di depan toko tempat mereka bekerja. Seusai melihat putri dan menantu sang raja mereka, para tamu dari golongan masyarakat kelas bawah yang sebelumnya pesta kebun di sepanjang Malioboro beranjak pulang. Sementara para tamu kelas lebih atas di Bangsal Kepatihan mulai pesta, di mana semua tamu berbalut jas, batik, ataupun pakaian pesta. Dalam nuansa tradisi Jawa tersebut, para tamu di bangsal mendapat hidangan spesial berupa tarian bedhaya manten (evolusi individu hingga masuk rumah tangga) dan tarian lawung ageng (perjuangan keras prajurit/lelaki). Sambil menikmati kedua menu special, tamu-tamu melahap hidangan, dan semua aktivitas mereka disiarkan televise local, nasional, dan streaming milik Keraton Yogyakarta, sampai pestanya usai pukul 13.00. (A-84)
Pikiran Rakyat, Kamis, 24 Oktober 2013
Halaman 9 kolom 1-2
Hasil Analisa Berita :

Kelompok kami menganalisa berita Kompas (berita 1) sebagai topik analisa utama, sedangkan berita dari Pikiran Rakyat (berita 2) kami gunakan sebagai pembanding tingkat objektivitas berita dalam cara penyampaiannya.

1. Topik Berita :
Berita yang dipaparkan di atas merupakan berita mengenai pesta yang diselenggarakan rakyat Yogyakarta dalam rangka merayakan hari pernikahan putri keempat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hayu, dengan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro pada hari Rabu, 23 Oktober 2013 yang lalu.

2. Objek Berita :
Objek yang dituju dari berita ini adalah seluruh masyarakat dan pemerintah Indonesia, karena di dalamnya terdapat beberapa opini dari pengamat kejadian yang membahas dan memberi masukan mengenai kepemimpinan dan respon solidaritas masyarakat yang dianggap baik dan perlu dicontoh oleh seluruh masyarakat Indonesia.

3. Pesan dan latar belakang :
Pesan yang ingin disampaikan oleh penulis berita adalah respon masyarakat Yogyakarta menyambut pernikahan Pemimpin Adat mereka, walaupun bukan pemimpin resmi pemerintahan, namun hal ini dianggap menarik karena menunjukkan solidaritas dan rasa hormat yang tinggi masyarakat Yogyakarta. Latar belakang penulis sedikit banyak membanggakan respon masyarakat Yogyakarta, sekaligus ingin menanamkan respon yang baik terhadap pemimpin terhadap pembaca.

4. Pembuktian kebenaran pesan :
Pesan yang disampaikan memang benar adanya, jika dilihat dari sudut pandang kejadian. Secara tertulis dan tervisualisasi dalam berita di televisi, sudah tidak dapat dipungkiri bahwa memang telah dilaksanakan pernikahan antara Gusti Kanjeng Ratu Hayu dengan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro. Namun, jika dilihat dari sudut pandang penulis dan penilaian yang dipaparkan di dalam berita, tampak ada beberapa hal yang tidak objektif dan masih berupa kemungkinan. Diantaranya adalah beberapa pernyataan yang oleh kelompok kami dicetak miring dan diberi warna merah :

* Antusiasme warga ini menunjukkan kedekatan relasi antara pemimpin dan masyarakat di DI Yogyakarta (berita 1, brs.4, pr.1)
Komentar : Apakah benar bahwa antusiasme warga semata-mata karena kedekatan relasi? Sebab melihat kenyataan, sudah sangat jarang respon baik masyarakat terhadap pemimpinnya mengatas namakan motivasi yang murni, misalnya, bisa saja mereka yang datang hanya sekadar ingin menonton, atau ingin mendapatkan makanan gratis (poin 4 dalam list), atau kemungkinan terburuknya, dibayar, seperti oleh media, pihak keraton, dsb.yang memiliki kepentingan tertentu.

* antusiasme dan keterlibatan warga menyambut pernikahan putri Sultan HB X ini menunjukkan dekatnya relasi Sultan sebagai pemimpin dengan masyarakat
Komentar : Mungkin sebenarnya dalam hal ini antusias dari warga yang terlibat dalam menyambut pernikahan pemimpinnya, dikarenakan putri yang akan menikah itu adalah pemimpin dan seseorang yang memiliki jabatan. Dan sepertinya warga hanya ikut meramaikan acara ini sebab mereka ingin menghargai orang yang memiliki jabatan di lingkungannya. Dan ada kemungkinan sebagian dari mereka sebenarnya memaksakan diri karena sebagai kewajiban hati nurani.

* Tidak ada unsur feodalistik. Banyak orang terlibat dan memiliki solidaritas spontan itu menunjukkan demokratisasi
Komentar : Apa benar dalam acara tersebut tidak ada unsur feodalistik? Apa keterlibatan orang-orang tersebut menunjukan bahwa adanya demokrasi? Kenyataannya, masih terlihat di negara kita banyak sekali warga yang tidak bisa mengerti apa dan bagaimana demokrasi itu. Khususnya antara pemimpin dan warganya, masih sangat terlihat bahwa demokratisasi di negara kita belum terbentuk dengan baik, keegoisan warga terhadap pemimpinnya atau sebaliknya keegoisan pemimpin terhadap warganya, itu menandakan bahwa belum terlalu terbentuknya sistem demokratisasi di negara kita ini.

* Menyambut prosesi kirab, komunitas pedagan Malioboro menyediakan makanan dan minuman angkringan khas Yogyakarta, gratis untuk pesta rakyat.
Komentar : Apakah benar makanan dan minuman secara gratis dijajakan kepada rakyat yang hadir? Karena pada kenyataannya, ketulusan memberi di kalangan masyarakat sudah sangat jarang, apalagi (mohon maaf) bersumber dari masyarakat kalangan pedagang angkringan yang notabenenya kurang mampu. Kami mencoba melihat dari sudut pandang harian Pikiran Rakyat, di dalamnya terdapat kalimat berikut ini : Makanan tersebut sengaja dibagikan gratis kepada kerumunan orang-orang tersebut karena ada sejumlah sponsor yang membayari. Secara tidak langsung, kalimat ini telah membantah konteks ‘gratis’ pada pernyataan pertama. Ternyata, tidak benar-benar gratis, tetapi ada sponsor yang membayari.

* Sajian menu angkringan khas rakyat itu pun ludes hanya dalam waktu setengah jam. “Langsung cepat habis, warga berebutan mengambilnya,”
Komentar : Apakah benar sajian menu angkringan khas rakyat itu ludes hanya dalam waktu setengah jam? dan Apakah sajian tersebut hanya dihabiskan oleh warga kelas menengah kebawah saja? Karena dilihat dari kenyataan, warga yang dimaksud disini adalah warga kelas menengah kebawah, yang ingin kami sampaikan bahwa apa semua sajian itu diambil atau dinikmati oleh kalangan menengah kebawah saja? Siapa tau, dikerumunan warga tersebut tersisip kalangan-kalangan menengah ke atas yang ikut berebut makanan. Jadi dalam konteks ini warga kelas menengah kebawah selalu dicap sebagai orang-orang yang tidak teratur dan tidak sabar, padahal mungkin saja di dalam kerumunan warga yang mengambil makanan ada beberapa atau banyak warga kelas menengah atas yang ikut-ikutan berebut sajian tersebut.

5. Keefektifan pesan :
Efektif merujuk pada proses yang lebih mementingkan tercapainya tujuan daripada prosesnya (doing the right things). Jika dinilai dari cara penyampaian berita, pesan yang ingin disampaikan memang tercapai, pembaca awam seperti kelompok kami pun dapat mengerti apa yang dimaksud oleh penulis. Intinya, tujuan berita tercapai dan tepat sasaran. Dari awal paragraf pun, penulis sudah masuk dalam inti berita : “Prosesi kirab pernikahan putri keempat Sulta Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hayu, dengan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro disambut ribuan warga Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyaksikan di sepanjang rute kirab, Rabu (23/10) pagi. “

6. Sudut pandang seni :
Berita ini mengandung unsur seni, karena di dalamnya diliput bagaimana perayaan pernikahan Putri dan Pangeran secara adat istiadat Yogyakarta, bagaimana mereka menggunakan kereta keraton dan pakaian adat yang sudah jarang digunakan saat ini. Seni yang kami komentari di sini adalah seni dari aplikasi adat istiadat dan pesta pernikahannya.

Similar Documents

Premium Essay

The New Deal Dbq Analysis

...After the prosperous Roarin’ 20s, America went through a deplorable era of unemployment, food shortages, and debt. But once FDR got elected, he implemented his New Deal programs to help America get back on track. FDR’s New Deal stopped America’s economic downfall, relieved hundreds of Americans, reformed many policies, and consequently expanded government power. FDR sought to respond to the banking system during his First 100 Days. Banks essentially gave everyone loans and didn't care if they didn't get paid. When this was going on, banks were giving out people's loans to other people and not getting those loans back. This is called bank runs. This resulted in your money being lost. He created the Emergency Banking Act that shut down banks...

Words: 1109 - Pages: 5

Premium Essay

New Deal Dbq Analysis

...office during the nation's most catastrophic and debilitating economic depression, FDR put together an elaborate series of federal programs called the New Deal to aide the US and to commence national recovery. The new economic and social programs created millions of jobs to any capable individual from men to children. Also the New Deal helped stabilize the country's economy and generate confidence for the once hopeless sufferers of the Great Depression. Roosevelt's Administrations and New Deal programs provided jobs, resources, and confidence to millions which ultimately lead to the reconstruction of the U.S economy and...

Words: 677 - Pages: 3

Free Essay

Analysis "The New Colossus" Emma Lazarus

...English homework: analysis/essay “The New Colossus“ by Emma Lazarus In the following text I am going to analyse the poem “The New Colossus” by Emma Lazarus written in 1883, which is attached to the pedestal of “ The Statue of Liberty” . Furthermore, the question of why the poem was chosen is going to be answered. Because of its 14 verses the poem is an Italian sonnet , it is separated in two stanzas, the first one contains eight verses and the second includes six verses. The first stanza is written in an embracing rhyme which can be considered as welcoming people. It is about the statue itself. It is compared to the “Colossus of Rhodos”, which is different from the statue, if one thinks of the “Colossus of Rhodos” one is connecting it with dominating power (ll.1) The Statue of Liberty is called “ Mother of Exiles” which shows that she is welcoming immigrants and that anyone can find his or her home in America.(ll.6) She is also welcoming everyone, not only the immigrants, the homecomers as well, that is shown by the alliteration worls-wide welcome in line 7.She is placed in the harbor of New York City, where many immigrants come to, she is also turned to the world and not to America, that shows that America is happy to welcome these immigrants. The second stanza is written in a cross-rhyme, that shows that the topics is changing, Emma Lazarus is not writing about the statue itself anymore, she is describing the intention of the statue. She writes about what the...

Words: 444 - Pages: 2

Premium Essay

News From The Front Analysis

...News From The Front The Hamilton Club was first open in 1987 as a gentlemen’s club. Garret A. Hobart, former attorney who became the vice president of the United States, was one of the founding members. Today, the Hamilton club building is a part of Passaic County Community College. It is a place where school children can tour and others to see the art exhibit. The News From The Front can be easily examined by using the four steps critique which are description, analyze, interpret and judgment. News from the Front was painted in 1881 by an artist name Aurelio Zingoni. The painting was actually made of oil paint that gave it a realistic look. There’s an elderly couple that seemed to be ready to have dinner by the fresh food on the table, but...

Words: 463 - Pages: 2

Premium Essay

New Orleans Advertisements Analysis

...Elizabeth Reiter Mrs. Elizabeth S. Tyme ENGL 1101 – VV 8 December 2014 New Orleans New Orleans, Louisiana was founded, during the eighteenth century, as a city of great culture. Since then, it has incorporated the many cultures of its early settlers. Each year, tourists flock to the city with the wish to experience its diversity. Due to receiving so many tourists, advertisers have to use different forms of imagery to capture specific audiences. In the case of New Orleans, visitors are exposed to various forms of promotion. Along with the use of different imageries, articles also include certain emotional appeals. When combined these imageries and appeals persuade audiences to visit certain places and festivities. For New Orleans, these advertisements are used to promote culture, the arts, and countless festivals....

Words: 1210 - Pages: 5

Free Essay

New York Times Analysis

...Christopher Sanderson, Jennifer Clemente, Andres Delgado FIN6590 PMBA New York Times Bail Out Analysis In January 2009, Carlos Slim Hula decided to offer what he believed to be a generous deal to a cash strapped New York Times. With a $400M debt facility looming in May, the New York Times has been exploring various positions to increase or bolster its cash reserves to either restructure or refinance the debt facility. The offer from Carlos Slim was for $250M in cash, repayable at 14% annual interest rate coupon, and an attached warrant that would allow him to exercise a buyout of 16 million shares of stock. The question comes down to whether this was a calculated, debt based investment of Carlos Slim’s money, or whether he has other motives for providing the media company the money, which is part of an industry currently struggling. The first thing that must be stated is that Carlos Slim already has an investment of 6.9% in NYT stock, a deal that had lost 50% of its value already. If he exercised his warrants for class “A” shares of New York Times stock, it would give him nearly 17% of currently available stock. This stock would be different than the class “B” stock, which has a majority share by the current New York Times owners, the Sulzberger family. (Kafka, 2009) However, he would still be the second largest shareholder in the company. This puts a spin on the “bailout” Carlos is offering. He could be attempting to boost his own shares for a selloff. He could...

Words: 1831 - Pages: 8

Premium Essay

Brave New World Analysis

...Aldous Huxley wrote the novel the Brave New World in the year 1931 and later published it in the year 1932. The plot of the novel, set in the year AD 2540(which is actually 632 AF- after Ford) in London, deals with developments in reproductive technology, sleep-learning, psychological manipulation and classical conditioning which changes the society profoundly. Chapter-1: It is the year AF 632 ( 632 years after Henry Ford first invented the T-model of the famous Ford car), in the Central London Hatchery and Conditioning Centre, where the Director of this prestigious institute is giving a tour of the factory to a group of students which produces human beings and develops them so that they carry out their predestined roles in the World State....

Words: 712 - Pages: 3

Premium Essay

Brave New World Rhetorical Analysis

...Claim 1 In Brave New World, the culture is a lot more open to sex and relationship than today's culture. Sharing multiple partners is considered the norm and being alone/having one partner is considered odd. Analysis 1 The openness is engrained as part of their culture and is viewed as a regular pleasurable. This establishes the culture of and the way the children are engineered from the very beginning. Claim 2 The strong narrative developed with Bernard Marx shows how he will be important. The story develops a narrative around this character shows how he will be important in the future of the story. The first paragraph around Bernard shows he is unique from the other alpha +’s Analysis The specific alienation shown towards Bernard sets...

Words: 276 - Pages: 2

Premium Essay

Macur's Rhetorical Analysis: The New York Times

...Americans are constantly surfing the web through computers and even cell phones, and are consistently bombarded with ‘news’ and eye catching articles. However, do these articles always meet the standards of rhetorical content as they should? An article should not only be interesting for the reader, but it should also be credible and well written. One writer for The New York Times, Juliet Macur, wrote an article about the bullying that is taking place in the NFL, and how corporations should pull their money from the football industry to rebel against the culture it presents. She begins her article by reminiscing a famous football commercial and presenting the topic at hand: bullying in the NFL. She then goes on to explain her main point of how the NFL thrives off of the money from large corporations. Without this money, the NFL would not be able to function the way they currently do. She...

Words: 921 - Pages: 4

Premium Essay

Bernard A Brave New World Analysis

...A Brave New World by Aldous Huxley is a dystopian novel of the early 1930s, gives a new definition to a functioning society. Throughout this novel, characters are not allowed to have an individual thought process, as they thought it could be dangerous to society. As you read, Bernard is the only character born in the "New World" that does not fit within societal norms, no matter what he tries to do. In the book, you can see that Bernard is not the only socially outcast person, as John the Savage, Linda's son, is too. Literary perspectives such as social class, gender, and feminist that are main supplements to this story. This dystopian society is separate from the outside lands or known as "savage lands." The "new world" is based on conditioning...

Words: 403 - Pages: 2

Premium Essay

Brave New World Rhetorical Analysis

...“Words can be like X-rays if you use them properly -- they’ll go through anything. You read and you’re pierced.” - Aldous Huxley, Brave New World. Throughout the works of Brave New World, Aldous Huxley slowly transformed all of the themes in a way that explained each character and situation that happened. The tones of the book also helped transform what he was trying to portray in his writings such as miserableness which Bernard felt every day. The most prominent theme that was shown in the book was the internal struggle some of the characters had with having freedom with their inner selves and not being trapped in the confinement of the world they were living in. Internal freedom and self-confinement were something that was unheard of to many...

Words: 652 - Pages: 3

Premium Essay

Brave New World Rhetorical Analysis

...In the opening paragraph of Brave New World, Aldous Huxley conveys a coldly scientific detachment in his use of capitalization, syntax, and detail. The paragraph begins with two fragments, and the word “SQUAT” which conveys, like the fragments, something clipped, squelched, or subdued. What is squelched seems to be the humanity and individuality of human beings. The capitalization of words like “CENTRAL,” “CONDITIONING,” “CENTER,” and “STABILITY,” following a reference to the “World State,” connote a homogeny, conformity, and uniformity that seem to be devoid of human variety. In a like manner, the use of capitalization standardizes the language. Huxley’s word choice also contributes to the lack of human warmth and feeling conveyed in...

Words: 276 - Pages: 2

Premium Essay

We And Brave New World Analysis

...Reading the two novels, We and Brave New World, the reader is educated about the possible future of our society. Both book’s idea of a perfect utopia may sound a little extreme, however. Looking at today’s society, it is possible. We already have shock therapy for psychiatric patients, so using it for babies could possibly happen. Between reading We and Brave New World, I can see what rules are beneficial to its citizens and what is not. In the novel We, by Yevgeny Zamyatin, the main goal was to almost to dehumanize everyone. The One State officials had direct control over the city: making privacy no longer, destroying any emotions one might feel, and drilling into everyone’s mind that praising the Benefactor is the right thing to do. If...

Words: 758 - Pages: 4

Premium Essay

Brave New World Chapter Analysis

...Nallely Aguilar Ms. Rogers 18 April 2017 Honors World Literature Brave New World By Aldous Huxley "The principle of mass production at last applied to biology"( chapter 1). In this scene the Director of Hatcheries is leading a group of students on a tour of the facility. The Hatchery biologically mass-produces its citizens to populate the area of Western Europe . The tour starts off in the Fertilizing Room, where eggs donated by women are kept in test tubes until fertilized and divided into five castes—Alpha, Beta, Gamma, Delta, and Epsilon. This quote symbolizes that the narrator takes on a satiric tone, as he gives the description of the lower three castes after the Director explains the advantages of the Bokanovsky Process. I feel...

Words: 1494 - Pages: 6

Premium Essay

Brave New World Allusion Analysis

...Aldous Huxley, the author of Brave New World, uses allusion to demonstrate that people will go to extreme measures to protect their loved ones. As Lenina and Henry tour the reservation, they witness a rather appalling religious ritual where an eighteen year old boy, only covered by “a white Cotten breach cloth,” is whipped until he collapses. According to John, he does so “For the sake of the pueblo–to make the rain come and the corn grow. And to please Pookong and Jesus” (125). The boy is an allusion or reference to Jesus of Christianity during the scourging of the pillars in his crucifixion. The boy, who also physically resembles Jesus in his nakedness, withstands being whipped seven times before he collapses. The boy endures extreme agony...

Words: 269 - Pages: 2