Free Essay

State and Society

In:

Submitted By mtrada
Words 3062
Pages 13
Material Review Week 10
Society and the State
Dalam iklim demokrasi menyajikan prinsip-prinsip mekanisme institusi politik atau sistem pemerintahan yang diwakilkan, yang mana, sosialisme lebih menekankan pada bagaimana masyarakat ditengah masyarakat terlebih dahulu. Maksudnya adalah, masyarakat yang satu kesatuan dan utuh mengelola semua urusannya seperti produksi, pekerjaan, pabrik, administrasi, konsumsi dan sebagainya secara bersama. Tetapi dalam mekanisme ini, ternyata menimbulkan masalah, yaitu masyarakat yang mengelola urusannya sendiri kerap melahirkan kaum-kaum borjuis, yang mana memang borjus ini merupakan bagian dari masyarakat yang lebih memiliki kekuatan ekonomi. Sementara masyarakat di dalam masyarakat ala sosialisme yang menuntut kesetaraan dalam masyarakat tanpa institusi poltik, juga tidak mau dirusak oleh borjuis-borjuis ini. Tetapi sosialisme kukuh tetap memandang institusi politik adalah instrumen yang meberikan ancaman pada kesetaraan. Dalam masalah ini, hanya terdapat 2 pilihan, pertama, konfrontasi langsung kelas-kelas pekerja dengan borjuis dan institusi politik, dan kedua, kelas pekerja harus mengusung kekuatan untuk dapat menjadi kekuatan politik. Haupt (1980) dalam Przeworski (2002) menyatakan, sosialisme adalah masyarakat yang sepakat untuk menggunakan hak-hak politik kelas pekerja terhadap kepentingan kelas borjuis dan ini merupakan dasar prinsip sosialisme yang paling fundamental. Sosialisme memandang bahwa pemilihan ala demokrasi yang merujuk pada sistem perwakilan insitusi merupakan wadah semata untuk agitasi dan propaganda terhadap suatu kelas atas kelas lain (Przeworski, .2002, 7).
Namun sejatinya dalam iklim demokrasi seperti itu kemungkinan dan peluang kelas-kelas pekerja untuk menggalang kekuatan sangatlah terbuka, misalnya dengan membentuk serikat atau partai buruh. Tetapi kemungkinannya 2 pilihan, antara buruh bersatu dan membentuk kekuatan baru, atau buruh dimobilisasi kekuatan tertentu untuk menggalang kekuatan politik tertentu, dan dalam demokrasi itu sangatlah relevan. Dalam 2 pilihan ini, keduanya dapat digunakan kelas pekerja untuk melawan kelas borjuis kapitalis, misalnya dengan berserikat, buruh dapat bersatu dan melakukan aksi menuntut kenaikan upah (Przworski, 2002, 12). Pola yang menarik adalah bagaimana para sosialis mau tidak mau harus ikut berdemokrasi, misalnya dengan ikut dalam pemilihan, yang mana para sosialis pasti memilih pemimpin yang mereka yakini dapat membawa masyarakat kearah sosialis dan membela kepentingan kelas pekerja. Proses electoral memang menjanjikan pemungutan suara sebagai aspirasi khalayak ramai demi menentukan pemimpin, untuk itu sosialis tetap harus ikut dalam pemilihan alias berdemokrasi demi kepentingan sosialisnya juga. Termasuk dengan membangun serikat-serikat dan partai buruh, itu merupakan mekanisme demokrasi.
Menurut Schumpeter (2006, 235), esensi dan nilai sosialisme merupakan nilai-nilai demokrasi pula. Perumpamanannya adalah antara kelas proletar (pekerja) dan borjuis, berdasarkan power borjuis berupa modal, mereka akan mengeksploitasi pekerja-pekerja dalam bentuk tenaga kerja atau buruh. Ini merupakan skema yang tidak asing dimana kapitalis memang memperkerjakan buruh dalam proses produksi. Selanjutnya ini selaras dengan bagaimana kelas pemilik modal politik yang bisa berbentuk seseorang dengan modal material yang besar, massa yang banyak, dan legitimasi yang kuat sebagai pemimpin, dapat sangat mungkin mengeksploitasi rakyat sebagai kelas yang ada dibawah kendalinya. Bentuk eksploitasi ini digambarkan paling buruk adalah bentuk diktator yang mengatur segala bentuk kebijakan publik atas kehendaknya, termasuk kebijakan ekonomi. Sementara itu, tentunya rakyat tidak bisa berbuat banyak layaknya pekerja dalam suatu pabrik yang hanya cukup pasrah dengan power si pemilik modal yang memberi upah.
Kondisi seperti Ini yang kemudian diklaim sebagai implikasi dari demokrasi oleh para sosialis. Modal politik yang dikuasai dan dimiliki seorang aktor, yang dalam demokrasi, terdapat kebebasan setiap individu untuk melakukan aktivitas politik, termasuk menggalang kekuatan politik atau modal politik. Apabila seorang aktor yang bebas tersebut benar-benar berhasil menggalang modal politik, maka akan berdampak pada skema diktator tersebut. Schumpeter (2006) menjelaskan, ini merupakan masalah dalam setting antara sosialisme dan demokrasi yang saling mengklaim satu sama lain. Sosialisme tentu merujuk pada pengalaman penindasan kelas pekerja atas kelas kapitalis, namun demokrasi mengizinkan semua kelas berkembang dan mendapat sesuai yang ia kerjakan, yang mana bagi kelas pekerja dalam rangka menuntut hak-haknya, harus melakukan gerakan-gerakan politik seperti beraliansi dalam serikat atau partai buruh. Tetapi sosialisme lebih pragmatis, hak-hak kelas pekerja diraih berdasarkan persamaan ha katas kepemilikan.
Di sisi lain, Schumpeter menambahkan (2006, p250-252), demokrasi merupakan filosofi tentang metode pengumpulan dan penyusunan pendapat-pendapat secara institusional untuk menempuh sebuah keputusan, yaitu keputusan yang memumpuni kebaikan bersama. Kebaikan bersama adalah keputusan terbaik yang mewakili keinginan tiap-tiap individu. Namun kebaikan bersama ini diklaim sangat tidak dapat didefinisikan, terutama apabila dalam suatu keputusan terdapat pihak-pihak yang dikorbankan. Karena memang kebaikan bersama bukan dilihat dari ‘baik’ atau ‘buruk, dan ‘benar’ atau ‘salah’. Contoh sederhananya adalah suatu keadaan insidentil 5 orang terjebak dalam gurun pasir. Untuk bertahan hidup tentu mereka butuh makanan, maka mengorbankan 1 orang untuk ‘dimakan’ adalah relevan dan merupakan kebaikan bersama. Jika tidak dilakukan maka 5 orang akan mati kelaparan, untuk itu lebih baik mengorbankan 1 orang demi keselamatan banyak orang. Jika kita bayangkan suatu keadaan insidentil tersebut adalah negara yang berjumlah penduduk 200 juta orang, untuk memenuhi kepentingan sebanyak itu tentu tidak bisa melibatkan seluruh pihak 200 juta tersebut. Maka inilah dasar demokrasi yang mengutamakan perwakilan dalam pemerintahan, agar kepentingan seluruh rakyat dapat dikanalisasi dan menghindari inefisiensi di pemerintahan. Cukup beberapa orang saja yang dipercaya sebagai wakil rakyat dalam menjalankan pemerintahan. Tentunya orang-orang tersebut yang dijadikan sebagai perwakilan, meraih kursinya berdasarkan pola kebebasan berpolitik. Maka untuk itu, siapa saja berpeluang untuk menjadi orang-orang tersebut. Yang tentunya akan mengurusi urusan umum seluruh rakyat, dalam rangka kebaikan bersama.
Kebabasan seorang individu untuk menggalang kekuatan baik secara ekonomi maupun politik, berkaitan dengan prinsip-prinsip property right. Secara umum Nozick dalam Naverson (2001, 68) membagi tiga prinsip property yaitu : 1. initial acquisition, yaitu kepemilikan atas sesuatu secara akuisisi, yang mana sebelumnya barang tersebut tidak dimilik olehnya, 2. transfer, yaitu memindahtangankan suatu hak kepemilikan atas suatu property, 3. rectification, hak kepemilikan untuk mendapatkan barang yang telah hilang karena terbukti dicuri atau dirampok’.
Kontektualisasi terhadap prinsip dasar kepemilikan pribadi ini jika diterapkan pada suatu sumber daya, misalnya sebidang tanah yang mengandung batu bara. Maka kepemilikan tanah tersebut akan jatuh pada orang yang memiliki power yang mampu mengakuisisi tanah tersebut., misalnya power secara modal, yang mana orang tersebut memiliki cukup dana untuk membeli dan mengelola batu bara dari tanah tersebut. Namun dilemma yang terjadi dalam kasus demikian adalah pada keadilan dan kesetaraan seperti yang diyakini sosialisme. Tanah berikut sumber daya yang dikandungnya sudah sepatutnya digunakan untuk kesejahteraan bersama, bukan atas kepemilikan pribadi, yang memang didasari oleh tingkat modal yang tinggi.
Hal Inilah yang kemudian menjadi dilemma khususnya bagi negara-negara berkembang, yang mana di satu sisi, negara tersebut menjanjikan kesejahteraan berazaskan demokrasi. Namun di sisi lain, kebebasan ala demokrasi tidak dapat menghalangi para-para pemodal untuk beraksi di pasar, sementara itu negara berkembang tentu sedang sibuk-sibuknya mengurus kesejahteraan rakyat. Dampak dari dilemma tersebut bisa dirasakan di Indonesia, yang mana demokrasi yang dianut mengizinkan suatu kebebasan berpolitik, misalnya berkelompok dan berorganisasi. Tetapi tidak sepenuhnya membuka keran demokrasi ekonomi, yaitu dengan bunyi salah satu pasal di konstitusinya; ‘kekayaan dan sumber daya alam adalah milik negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat’. Tentunya ini merupakan salah satu bentuk sosialisme, namun dalam pandangan saya, ini merupakan dilemma yang terjadi khususnya bagi Indonesia yang memang negara berkembang. Tidak bisa serta merta melepaskan begitu saja demokrasi ekonomi untuk melenggangkan para kapitalis merauk sumber daya alam Indonesia.
Menurut Narverson (2001:6) Libertarianisme berbeda dengan kebebasan kehendak individu karena dalam pandangan atau doktrin ini bahwa pentimbangan rasional menjadi sangat penting khususnya dalam aspek politik seperti kebebasan individu dan yang disebut ‘kebebasan yang sah’ adalah disetiap kebebasan ada pembatasan, hal ini mampu dijelaskan secara logika yaitu disetiap hak seseorang ada hak orang lain yang harus dihormati seperti ketika kita ingin melakukan sesuatu namun apa yang kita lakukan melanggar hak orang lain maka kita harus menahan diri. Selain itu, menurut Narverson (2001:6) Libertarianisme merupakan bentuk dari liberalism, pandangan ini membela kepemilikan swasta dan para pendukung kiri sering mengeluarkan sindiran yaitu “sayap kanan” karena pandangan libertarian berkedok kebebasan untuk mempertahankan kepermilikan pribadi. Sementara dalam hal keputusan politik, perspektif liberal tidak melihat kualitas melainkan kuantitas, hal ini telihat dalam konsepnya yaitu tidak melihat keputusan politik dengan tujuan untuk kehidupan lebih baik sebagaimana walfare state melainkan apa yang memberi nilai pada hidup.
Selain itu mengacu pada Dworkin dalam Nerverson (2001:7) melihat dalam prespektif liberal, tidak ada individu memiliki pilihan atau otoritas yang lebih, hanya kelas elite yang memiliki pilihan dan otoritas yang lebih. Hal ini terlihat ketika pendirian bank sentral AS the Fed tahun 1913, yang dimotori oleh para konglomerat yang ingin melakukan penguasaan terhadap ekonomi seperti John Rockfeller, JP Morgan dll, mereka memiliki otoritas lebih didalam setiap penbuatan keputusan, padahal menurut Dworkin dalam dalam prespektif liberal melihat semua orang sama pentingnya. Sementara itu, menurut Nerverson (2001:8) melihat bagaimana dikotomi antara masyarakat atau Negara, meskipun keduanya memiliki kesamaan, namun terlihat perbedaan pandangan antara prespektif liberal dan konservatif, pandangan konservatif melihat Negara atau masyarakat, sangat luas, sementara pandangan liberal melihat Negara dan masyarakat sebagai individu. Disini Nerverson (2001:9) juga mencoba mengidentifikasi individu yang berpandangan liberal, meurutnya Thomas Nagel telah menjelaskan dalam tulisannya yang berjudul “Konflik Moral dan Legitimasi Politik” bahwa individu sebagai ‘nilai hitung’ namun tidak ada yang dapat menghitungnya, disini dicontohkan bahwa pengemis termiskin pun memiliki hak sama untuk dihormati orang terkaya.
Pandangan libertarian ini juga beranggapan bahwa setiap orang, siapapun dirinya, adalah pemilik yang sah dari tubuhnya dan tidak ada orang lain yang dapat mengintervensi tubuhnya karena kepemilikan tubuhnya adalah sepenuhnya milik si individu tersebut (Naverson, 2001: 73). Pandangan libertarian ini menilai bahwa setiap aksi yang menyentuh aspek kehidupan individu harus dilakukan atas dasar kesadaran dari individu tersebut (Naverson, 2001: 6). Dari perpektif ini, dapat kita lihat bahwa pandangan libertarian menolak segala bentuk intervensi dari pihak luar yang dilakukan tanpa persetujuannya atas kehidupan yang dijalaninya. Dengan kata lain, pandangan libertarian sangat menentang segala bentuk intervensi negara dalam setiap kehidupan masyarakat. Singapura termasuk salah satu negara yang memiliki paham libertarian dalam kehidupan bermasyarakatnya. Singapura merupakan salah satu negara yang memiliki rate pajak penghasilan terendah di dunia. Hal ini sesuai dengan pemikiran libertarian yang menyetujui adanya pemotongan pajak individu. Menurut pandangan libertarian, pemotongan pajak ini akan membantu memindahkan dana dari tangan pemerintah yang dianggap boros ke tangan investor dan masyarakat privat untuk kemudian disimpan dimana kenaikan dari tingkat simpanan mereka akan dapat membantu proses pemulihan pasca resesi (Peden, 1975: 1). Pemotongan pajak ini dianggap dapat memberikan efek yang menguntungkan baik secara moral maupun secara ekonomi (Peden, 1975: 1).
Sehingga pandangan libertarian juga mementingkan adanya pilihan individu. Sebab pandangan ini sangat mementingkan kebebasan individu maka kebebasan individu dalam memilih apa yang dia inginkan dalam hidupnya juga tidak boleh diintervensi oleh pihak-pihak luar termasuk negara. Memilih menjadi hak mendasar setiap individu dalam pandangan ini, karena itu negara tidak boleh mencampuri setiap pilihan masyarakatnya baik itu pilihan secara politik, ekonomi maupun pilihan sosial. Indonesia jelas bukan merupakan negara yang menganut paham libertarianisme ini karena campur tangan negara dalam setiap sendi kehidupan masyarakat terbilang sangat besar. Meskipun tidak secara eksplisit mengatur setiap kegiatan masyarakat, namun kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah secara implisit merupakan suatu bentuk pengaturan terhadap setiap kegiatan masyarakat. Sebagai contoh, rencana kebijakan pemerintah mengenai anti pornografi dan pornoaksi. Meskipun RUU ini akhirnya belum disahkan, namun di dalam RUU ini secara implisit mengatur mengenai apa yang boleh ditonton oleh masyarakat, ataupun apa yang boleh dikenakan oleh masyarakat. Menurut pandangan libertarian, hal-hal seperti ini semestinya tidak memerlukan campur tangan pemerintah karena setiap individu memiliki haknya secara bebas untuk memilih apa yang ingin ia tonton dan apa yang ingin dikenakan. Dengan mengatur kegiatan individu, berarti pemerintah telah melanggar batas kebebasan individu. Selain itu, rate pajak penghasilan di Indonesia juga cukup tinggi. Hal ini sangat bertentangan dengan paham libertarian yang menginginkan pemotongan pajak penghasilan.
Modal Sosial menurut James Coleman (1988:98) dapat dijelaskan melalui fungsinya, namun tidak berdiri di satu entitas melainkan di beberapa entitas seperti struktur social, fasilitas dan actor, modal social dapat menfasilitasi berbagai kegiatan dan menjadi sangat bermanfaat bagi orang lain, selain itu menurut Coleman modal social harus produktif seperti halnya modal dan modal social berkaitan dengan struktur hubungan antara satu actor dengan actor lainnya, di Indonesia contohnya, dalam masyarakat jawa timur, pesantren merupakan modal seseorang yang ingin bermasyrakat, karena mayoritas warganya yang merupakan nahdiyin dan menjadi alumni pesantren dapat dikatakan jaminan / garansi seseorang dari segi moral, maka pada saat menjelang pemilu, para politisi selalu bersafari ke pesantren di jawa timur, karena pesantern di Jawa Timur memiliki basis masa yang solid. Selain itu juga dapat dilihat pada suatu perusahaan jika tidak terdapat kepercayaan diantara para pekerjanya, maka akan para pekerja tidak akan dapat bekerja secara optimal karena masing-masing orang akan saling mencurigai satu dengan yang lainnya sehingga mereka akan cenderung menyelesaikan pekerjaan mereka sendiri tanpa ada pembagian kerja karena adanya rasa tidak percaya jika pekerja yang lainnya akan dapat bekerja lebih baik daripada dirinya. Contoh lainnya adalah toko online. Jika tidak ada kepercayaan antara penjual dan pembeli, maka toko online ini tidak akan mendapatkan pembeli sehingga secara otomatis tidak akan mendapatkan penghasilan. Dengan adanya kepercayaan antara pembeli dengan penjual online ini maka akan membuat penjual online mendapatkan penghasilan dan akan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Modal sosial ini juga akan lebih mudah didapatkan di negara yang masyarakatnya homogen dibandingkan dengan negara yang masyarakatnya heterogen (Coleman, 1988: 99).
Lebih lanjut, Modal social ini tumbuh melalui perubahan hubungan antar individu yang memfasilitasi munculnya aksi (Coleman, 1988: 100). Dengan kata lain, modal sosial ini didapat dari hubungan antar individu yang menghasilkan suatu tindakan. Tidak seperti modal secara fisik ataupun modal berupa sumber daya manusia, modal sosial ini tidak dapat terlihat dan sulit untuk diukur karena hanya terdapat dalam hubungan setiap individu (Coleman, 1988: 100). Modal secara fisik tersebut maksudnya adalah modal yang muncul atau tercipta dari adanya perubahan dalam material untuk membentuk suatu alat yang dapat digunakan untuk berproduksi (Coleman, 1988: 100). Contoh modal secara fisik ini adalah mesin jahit. Sementara modal berupa sumber daya manusia adalah modal yang muncul atau tercipta akibat adanya perubahan dalam individu itu sendiri yang membawa kemampuan dan kapabilitas sehingga membuat individu ini dapat melakukan suatu kegiatan dengan cara-cara yang baru (Coleman, 1988: 100).
Namun baik modal secara fisik maupun modal berupa sumber daya manusia dapat dilihat dan dirasakan keberadaannya, modal sosial lebih susah untuk dirasakan keberadaanya karena sifatnya yang abstrak. Tetapi, sama seperti modal secara fisik maupun modal berupa sumber daya manusia, modal sosial ini juga dapat menghasilkan suatu kegiatan yang produktif (Coleman, 1988: 101). Suatu kelompok yang di dalamnya terdapat kepercayaan yang besar dan berkelanjutan akan dapat menghasilkan yang lebih banyak dibandingkan dengan kelompok yang di dalamnya tidak memiliki kepercayaan (Coleman, 1988: 101)
Hal ini masuk akal karena seorang individu tentu akan lebih mudah meningkatkan kualitas hubungannya dengan individu lain yang memiliki latar belakang yang mirip dengannya. Misalnya, seorang individu pasti akan lebih mempercayai rekan satu sekolah atau rekan yang sebangsa dengannya dibandingkan dengan individu lain yang tidak satu sekolah maupun tidak satu bangsa dengannya. Seperti yang terjadi di Jepang dimana parlemen di Jepang lebih banyak berasal dari Universitas Tokyo yang mereka memang telah dilatih untuk menjadi anggota parlemen. Kesamaan almamater ini menjadikan setiap individu menjadi lebih percaya kepada satu dan lainnya dan dengan begitu modal sosial yang mereka miliki juga lebih besar.
Sementara itu demokrasi menurut Scumpeter (2006: 250) pengaturan kelembagaan hingga mencapai pembuatan kebijakan politik dengan mempertimbangkan kepentingan umum melalui pemilihan yang dilakukan oleh individu yang berkumpul dalam rangka menentukan kehendaknya. Dalam pembuatan kebijakan mucul yang namanya Common good (kebaikan bersama) merupakan petunjuk dan arahan pembuat kebijakan melaui argument yang rasional.
Sosial demokrasi menurut Damanhuri (2010:49) mengacu pada yang dikembangkan di swedia, pertama luasnya peran Negara yang pada gilirannya menciptakan pajak yang sangat agresif, hasil pajak didistribusikan dalam bentuk jaminan terhadap penganggura, jaminan pendapatan minimum buruh, jaminan kesehatan, pendidikan dan kepastian kerja. Sementara itu yang kedua, menurut Damanhuri (2010:49-50) pentingnya kekuatan pekerja sebagai kekuatan politik dalam rangka melakukan negosiasi untuk kesejahteraan pekerja, ketiga pentingnya gerakan koperasi, diperkuat pula operasi finansial melalui berkembangnya bank, koperasi dan tabungan dengan tipe dan jumlah yang begitu banyak, hubungan yang erat antara serikat pekerja dengan operasi finansial dari gerakan koperasi, hal ini akan membentuk formasi ekonomi dalam struktur perekonomian. Selain itu Damanhuri (2010:49-50) perkembangan system social demokrasi ini, sangat dipengaruhi oleh partai dan program social demokrasi, memperbaiki kinerja distribusi pendapatan.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Rothbarth (1975:01) menjelaskan mengenai “ masyarakat tanpa Negara ” yaitu sebuah masyarakat anarkis, hal ini dilatar belakangi oleh, pertama Negara yang menyediakan pertahanan dan layanan perlindungan seperti pengadilan, polisi, bahkan hukum, penulis mengajurkan untuk mengembalikan Negara ke masyarakat, namun tidak menganjurkan menjadi anarkis atau benar-benar tanpa Negara. Sementara itu menurut Rothbarth (1975:01) mencoba mendifinisikan Negara sebagai institusi yang salah, mangapa? Karena Negara memperoleh pajak melalui pemaksaan secara fisik terhadap pendapatan perusahaan, monopoli penyediaan layanan pertahanan ( polisi dan pengadilan ) di wilayah territorial tertentu cenderung dipaksakan. Selain itu menurut, Rothbarth ( 1975:01 ) mendefinisikan masyarakat yang mengingikan tanpa Negara, akibat masyarakat anarkis perlakuan Negara yang menggunakan hukum untuk agresi koesif terhadap harta orang lain, hal ini terlihat dalam masyarakat anarkis menginginkan menggantikan fungsi Negara disini, yaitu pengambilalihan hak milik pribadi melalui perpajakan, dan pengecualiannya penyediaan layanan pertahanan di wilayahnya.
Selain itu Rothbarth ( 1975:01 ) kesewenang-wenangan Negara terlihat dari ketika Negara menggunakan paksaan fisik, dan menggunakan monopolinya untuk mengelola jasa pertahanan Selama yuridiksi territorial, pandangan anarkis melihat bahwa layanan terhbut seharusnya dapat dipasok oleh swasta, atau lembaga non Negara yang memang menyediakan layanan tersebut, hal ini terlihat keterbatasan kemampuan polisi, khususnya dalam hal kuantitas membuat organisasi/lembaga pengamanan swasta berkembang pesat khususnya jasa pengamanan atau security, seperti ISS dan Chartis yang berkembang yang memiliki franchise diberbagai Negara, sementara itu dikatakan Rothbarth ( 1975:01 ) hal ini dimaksudkan untuk menentang Negara, dengan adanya layanan ini membuktikan bahwa Negara bukan satu-satunya yang mampu memonopoli penyediaan pelayanan keamanan seperti polisi, pengadilan, arbitrase, percetakan uang, layanan pos, jalan dan jalan raya.
Menurut Rothbarth ( 1975:01 ) mencoba menjelaskan logika para anarkis yaitu ketika individu atau organisasi yang memperoleh pendapatan secara sukarela dengan melaui menjual barang dan jasa kepada konsumen di pasar secara sukarela, kedua melalui hadiah atau donor sukarela dari donor yang lain sementara mereka memperoleh paksaan Negara melalui paksaan fisik khususnya Negara yang memperoleh memiliki kemampuan memaksa untuk memperoleh pendapatan melalui pajak, hal ini dapat dicontohkan ketika sebuah perusahaan seperti perusahaan pengamanan dari PT. ISS tidak dapat memaksa kita menggunakan jasanya, atau menghentikan layanan mereka, dalam perusahaan mereka berpegang penuh pada profesionalitas seperti aturan mengenai pembayaran, jika melewati aturan yang disepakati maka pelayanan dihentikan, perjanjian pun dilakukan secara sukarela, dan sebaiknya Negara memaksa kita menggunakan polisi yang mampu memonopoli keamanan mewajibkan pihak keamanan swasta memiliki ijin kepada Negara sebagai imbalannya warga harus membayar pajak kepada Negara, namun pelayanan tidak seoptimal jika merekrut keamanan swasta.

Similar Documents

Premium Essay

How Policing Is in the Society of the United States

...in U.S. Society Response How policing is in the society of the United States The relationship that the government and the law enforcement agencies, policing in society share is that the government makes up the laws. That people in society have to go by, to protect them and others from criminal acts that take place in the communities and the United States. Then they share the laws they made up to law enforcement agencies so when he or she is policing they are knowledgeable, of the new and old laws that they will uses in the field. They will understand how to use them correctly so they can protect people in society, and the country in know how to use it right to be fair with the law in society and U.S. as well. Which is stated by Gary Cordner, and Kathryn Scarborough on the site of www.hsaj.org that says" It was understood that federal laws, state laws, secrecy provisions, and security clearances all affect what can be shared in different situations. Also, it was presumed that most local police had longstanding communication channels with state and federal law enforcement (whether effective or ineffective), but not with intelligence agencies or the military."The relationship between the government, local, and state law enforcement agencies is very good within the community and United States with policing. Its helping them keep the criminal activity in the community, and United States away and bringing down the crime rate in the United States and society...

Words: 313 - Pages: 2

Premium Essay

Pakistani Women: Religion, State and Society

...PAKISTANI WOMEN: RELIGION, STATE AND SOCIETY Much has been written in the international press in recent years concerning the difficulties facing Pakistani women today. Islam itself stresses that women have significant freedoms and rights and the Pakistani constitution guarantees equal treatment for all of its citizens. Pakistan has signed many United Nations treaties guaranteeing the equality and fair treatment of women. But the reality is very different. Most women in Pakistan face a hostile male-dominated environment where they have little or no choice in their lives and face the prospect of harsh violence directed against them. Some international journalists have written that Pakistan is one of the most dangerous places anywhere for women. The reason for this tragedy is that archaic tribal customs and attitudes remain a dominant force in many areas of the country. Pakistan was expressly created as an Islamic state, but many Pakistanis have not followed Islamic teachings concerning the treatment of women. The teachings of Islam provide full protection and security for women, but many Pakistani women are suppressed and victimized by their own family members. Although there are clear provisions both in Islam and in the 1973 Pakistani constitution to provide respect, safety and equal rights for women, Pakistan remains a male-dominated society where women still struggle to achieve their basic rights. Male officials in Pakistan can point to the nation’s constitution...

Words: 6868 - Pages: 28

Premium Essay

State Structures In Native American Society

...thinkers and the Native American Societies This essay is trying to seek elements of answer to the question of the absence of state structures in Native American societies in the writing of Lafitau, Jefferson and Locke. It will also deal with the advantages that the Europeans colonists gained from this disorganization. Joseph François Lafitau, a very famous French Jesuit priest made a big contribution in the elements we today have about the period of the American colonization. He is still known today, as the father of anthropology. Lafitau in his famous book Customs of the American Indians compared with the Customs of Primitive Times published in 1724 made a deep study of the customs of the Iroquois (a tribe from North...

Words: 693 - Pages: 3

Premium Essay

Explain How the Role of Women in Us Society Changed in the 1920s

...Explain how the role of women in US society changed in the 1920s In the 1920s, the roles of US women changed in many different ways. At the start of the decade, women did not have the same rights as men and it was thought that their only jobs in life were to cook, clean and to please their husband. However, more and more women began to get jobs as the war had left the country’s men in a bad state and the women who had worked throughout the war didn’t want to go back to doing nothing. This meant that they began to earn their own money and for the first time women could become more independent from their husbands. Some women took brought the independency from men to a whole new level. Women called ‘Flappers’ did not marry at a young age (although generally did marry in later life) and supported themselves. They did many things which were looked down upon in that era such as: sex before marriage, smoked and drank in public places and wore short revealing clothes. Despite the fact that flappers helped to change western attitudes to women, there was some criticism surrounding them because there was still a strong conservative element in the American society. Therefore I think that ultimately without the flapper movement women would not have been thought of as being able to take care of themselves but through the flappers choices, 1920s society was proved to that women were just as capable to work for a living and be social just like the...

Words: 265 - Pages: 2

Premium Essay

Society in the United States an Ever Changing World

...Society in the United States an Ever Changing World ETH/125 08/26/2012 Society in the United States an Ever Changing World In the United States we have the ability to come across many different people and be able to learn from one another. In earlier times, we have been able to see how different some people were treated than others, but we are now able to live among one another and try to live peacefully. This is a cycle that will continue to happen as people become more and more tolerable to the differences we all have to bring to the table. This will only become easier with time as we all learn to accept the differences that we bring to the table. The benefits to living in a diverse community and society are that people are able to learn about other cultures and possibly be able to pick up one or more things from one another. When people are not familiar with other cultures or even places around the world they may feel a bit out of place and afraid when they do come to meet them, but this can all be avoided by being a bit more open minded and learn from others. Learning from a Diverse Society I have been taught the idea that everyone is equal, but I have finally found the meaning behind the saying. There had been some confusion in my eyes on whether or not everyone was the same, but in the end I find that we are all the same with different upbringings and possibly different culture. I...

Words: 1538 - Pages: 7

Free Essay

Essay on Exploration of American Society

...Matthew Schultz Professor Lupinacci English 101 CRN 30819 3/26/2013 Critical Response 5 Exploration of American Society There are many viewpoints when looking at a society. Most of our judgments given on a society are based off of our own values. This is the case for analyzing the reading for this prompt. After reading the selection, I felt that is was more of an exploration of society along with a critique of American society because of occupation/opportunity, and association. In the story, it talks about how the Chang family came to acquire ownership of a pancake house. The business was very profitable according to the text, causing the Chang family to be up high in the middle class or even upper class of American society. This came to be an occupation for the family. To me this is an exploration of American society because the story is being described from an owner of a restaurant’s point of view. From the father’s perspective, he is practicing what any business owner would practice today. For example, the one section talked about how some of the workers are unsatisfied with their working conditions, consequently he fires them or they leave their job. This is how America works today. If an employee is not performing up to standards, he/she is let go. This can be seen as a critique as well because the owner of the pancake house was asking his employees to perform outlandish requests. One needs to look at the other side as well. If someone is unhappy with their...

Words: 564 - Pages: 3

Premium Essay

The Longest Memory

...is depicted as the central character of Fred D’auguir novel, the longest memory, the author uses multiple narrators to confront his main concerns upon American society during the slavery era. D’auguir uses the perspectives of multiple narrators to allow his readers to aknowledge the realities involved with slavery and to have a further understanding of the competency for evil that exists in society. D’Aguair has used Whitechapel and his recollections of the past to encapsulate the brutality and cold-heartedness of slavery. His narrative focuses on the phrase ‘…eyes that see without seeing’ to give the reader a cue of the extent to which society enforces its beliefs within people and its effects. Whitechapels response “eyes that see all, mouth that has said nothing but kept silence” indicates that over his lived long time he has finally realized the truth about his enslavement and the extent to which he has been dehumanized which is emphasised in a disgusted tone …”there is blood on my conscience…I don’t want to see any more” and subsequently “I answer to dog”. Whitechapels impression that “a slave can live a good , long life if he worked hard” in order to reciprocate” fairness and kindness from the master” provides reason that white chapel had been misslead all his life due to false hope from the society that surrounds him as he is not treated in the same way where he witnesses the whipping of his own adopted son chapel. Not only has D’auguir used the term ‘seeing’...

Words: 538 - Pages: 3

Free Essay

Exploring the Consumer Society

...Jacob Tatum English 1302 – XW4 April 19, 2014 Professor Lee Exploring the Consumer Society: The Urge to Splurge I grew up in a middle-class neighborhood in McKinney, Tx. The high school I went to, McKinney High School, had students in attendance whose parents were on government assistance, students whose parents were in the top 10% of the top 1% financially and everywhere in between. Consider this, if you took a group of randomly selected students from my high school and your goal was to estimate their household income based upon the value of their possessions (phone, clothes, jewelry, shoes, etc...) you'd most likely get it all wrong. This is because it doesn't matter where you come from, how much money you have, or what you look like; you're a customer, you're a consumer. We live in a society today and I went to a high school where people are judged based upon their possessions and what they can acquire. It doesn't matter how you acquired it, as long as you've got it. I think that judging people based off of what they own is a huge mistake. I think it's unfortunate we are constantly purchasing things because of a brand or a logo, but at the same time I don't practice what I'm preaching. It's interesting to me that as I begin to think about it, I don't think any of the nice things I own are bringing me happiness right now, they have only provided some form of instant gratification. If someone asked me what I have to be happy about, I'd provide the cliché answer along the...

Words: 2005 - Pages: 9

Free Essay

Bowie State University

...BOWIE STATE UNIVERSITY Historically black colleges and universities (HBCUs) are institutions of higher education in the United States that were established before 1964 with the intention of serving the African American community. They have always allowed admission to students of all races. There are 107 historically black colleges and universities (HBCUs) in the United States, including public and private institutions, community, four-year institutions, medical and law schools. Most were created in the aftermath of the American Civil War and are in the former slave states, although a few notable exceptions exist. Bowie State University is the oldest historically black university (HBCU) in Maryland. The present-day public university, located in suburban Bowie, Maryland, was founded by the Baltimore Association for the Moral and Educational Improvement of Colored People in 1865. Then known as the Baltimore Normal School, the institution’s goal was to train African Americans to become teachers. The Board of Education provided funding and assumed control of the school in 1908. The school relocated to Prince George’s County and received the name Maryland Normal School in 1914. The first four-year programs began in 1935 and the institution became a state college in 1963. The first graduate degree was in 1970 but Bowie State did not receive university status until 1988, when it became one of the first members of the just-established University System of Maryland. The school’s first doctoral...

Words: 810 - Pages: 4

Free Essay

Puppy Mills

...Heidi Mann Mrs. Bredeson English ІV 9 January 2013 Puppy Mills There are a countless number of problems facing our society today. People place them into different groups according to how important they believe the topic is. At the top of some peoples list would be topics like obesity, hunger, and pollution, but what about the topic of puppy mills. Do people realize how big of a problem puppy mills are? I don’t think they do. Even though puppy mills are not at the top of everyone’s world problems list they are a big problem facing our society today. Most people have an idea about what a puppy mill is, but they don’t know to exact definition of what a puppy mill is and what takes place there. A puppy mill is an inhumane, dog-breeding facility where the health of all the dogs is disregarded in order to have fewer expenses and have a higher profit. What does that really mean though? It means that the dogs are kept in cages their whole life, feed and watered the bare minimum, and never get vet or any medical treatment for anything. According to McHugh-Smith, president and CEO of the Humane Society of the Pikes Peak Region, “Lots of times the animals aren’t properly vaccinated, are unhealthy, are too young, or are out in the sun all day” (Stephans). When dogs are kept in cages outside all day to fend for themselves in whatever weather they can get sick, get overheated, or even die from the heat or cold, but we have to ask our selves is it better to keep them caged in a dark...

Words: 1534 - Pages: 7

Free Essay

Animal Shelters

...Chandler Gore Writing 121 Sean Crouch 6 December 2013 Euthanasia in Animal Shelters Animal shelters were non-existent until the late 1800’s but now every year in the United States six to eight million dogs and cats enter animal shelters and three to four million of them are euthanized. Of all the animals that enter animal shelters, only 15.8 percent of dogs and two percent of cats get reunited with their owner. Unnecessary deaths of animals occur because their population is growing rapidly due to breeders and illegal puppy mills. Also, the public doesn’t understand the importance of sterilizing their pets by spaying or neutering them. Most animal shelters have become more humane about the way they euthanize the animals at their shelter, but there are still hundreds of shelters that use inhumane ways to euthanize animals such as electrocution and decompression. Buying an animal from a shelter instead of from a breeder will decrease the population of the animals, which will result in less animals getting euthanized. Some people might argue that animal shelters are a staple for our economy because they can keep the rates of animals under control. Animal shelters do house hundreds of animals at once, and only keep the ones that they think are best fit for adoption and euthanize sick and injured animals. Without animal shelters, there would be a lot of unnecessary pain and illness of animals on the street. Shelters are a place where people can bring their pet if it...

Words: 1235 - Pages: 5

Premium Essay

Bentley and Ziegler State That Dar-Al-Islam Became Probably “the Most Prosperous and Cosmopolitan Society in the Postclassical World

...World History I – Final Question #1 #1 Bentley and Ziegler state that dar-al-Islam became probably “the most prosperous and cosmopolitan society in the postclassical world.” What does this statement mean? What evidence is there for this statement? Do you agree or disagree, and why? Prosperity of Dar-al-Islam Islam itself was transformed over time as the Islamic armies extended the boundaries of the empire beyond the borders of Arabia. Each territory conquered was influenced by the Islamic religion and politics. This enlarged sense of community and grand the scale of the Islamic Empire came to be known as Dar-al-Islam or the “house of Islam” referring to all lands under Islamic rule. Although the Muslims took over conquered territories they did not alter the social structures of the previous empires and many were allowed to continue to practicing their religions as well. The Local Muslim governors were appointed and continued rely on established governments and economic systems. This system of governing promoted the fusion between the conquered societies and the Islamic religion and its politics. Take the Sasanid Dynasty for example, Muslims left in charge adopted the Persian techniques of government and finance (p.260). These transformations were not only political and economic but cultural as well. The blending of policies and technologies throughout the empire increased all facets of the Islamic economies such as overland and maritime trade as well as banking (p.270)...

Words: 523 - Pages: 3

Premium Essay

Importance of Information and Communication Technologies (Icts) in Making a Heathy Information Society: a Case Study of Ethiope East Local Government Area of Delta State, Nigeria

...and Practice 2008 ISSN 1522-0222 Importance of Information and Communication Technologies (ICTs) in Making a Heathy Information Society: A Case Study of Ethiope East Local Government Area of Delta State, Nigeria Monday Obaidjevwe Ogbomo Esoswo Francisca Ogbomo Department of Library and Information Science Delta State University Abraka, Nigeria Introduction There is widespread research interest in information and communication technologies (ICTs). According to Crede & Mansell (1998), ICTs are crucially important for sustainable development in developing countries. Thioune (2003) notes that for the past two decades most developed countries have witnessed significant changes that can be traced to ICTs. These multi-dimensional changes have been observed in almost all aspects of life: economics, education, communication, and travel. In a technologydriven society, getting information quickly is important for both sender and receiver. ICTs have made it possible to quickly find and distribute information. Thoiune (2003) indicates that many initiatives have taken at the international level to support Africa's efforts to develop a communication infrastructure and. These efforts are designed to enable African countries, including Nigeria, to find faster ways to achieve durable and sustainable development. Helmut (1998), cited by Akpore (1999), states that of the technological changes that have influenced our lives in recent years, information technology (IT) has had the greatest impact...

Words: 3240 - Pages: 13

Free Essay

Essay

...Yahoo.news.com.   International society (vs. int'l system):  both are side by side however, states can be members of the international system but not the same international society.  In an international society, Hedley Bull stated that states share a certain common interest that can lead to a common set of rules.  For Bull any type of society needs to have rules about restraints on the use of force, about the sanctity of agreements, and about property rights. Without elements of these three there would be no society.  International society involves mutual obligations between states and the international system considers contact and interactions between states. States can be part of the same international system but not part of international society o   Example: Persians and the Greeks o   Example: Ottoman Empire and Turkey Domestic pre-conditions for society exist and cooperate is: 1.     Placing constraints on violence 2.     Respect for property 3.     Ensuring agreements International Pre-conditions for International society to exist and cooperate is: 1.     Placing limitations and rules on the use of force a state can use 2.     Respect of borders and territories 3.     Agreements being becomes translated into Treaties Institutions of International Society: 1) balance of power: its IR’s main concern.  The English school says that we should think of if as state of affairs. A state cannot force its will on another state. It’s the classical working served to...

Words: 1207 - Pages: 5

Premium Essay

Aldous Huxley's Brave New World

...Contemporary Context As the dominant intelligent being on earth, the human society has evolved to increasingly sophisticated yet convenience-oriented faction of the earth’s population. The various challenges that faced ancient man have been decimated significantly by the modern progresses. These developments are somewhere along the estimations of Huxley in his book “Brave New World” despite its futuristic setting, 600 years from now. The similarity of his fictional society to the current world is worryingly accurate, let alone the concerns that he claims to plague the society at the time. Furthermore, the increasingly liberal nature of the modern society is akin to that of the future described by Huxley,...

Words: 1387 - Pages: 6