Free Essay

Crude Palm Oil: Case Study

In:

Submitted By asri027
Words 7540
Pages 31
alm OilAnalisis Determinan Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia http://arfendios.blogspot.com/2013/08/analisis-determinan-ekspor-minyak_1.html PENDAHULUAN

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara suatu negara dengan negara lain baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya (Hady, 2001). Menurut Dornbusch, Fischer dan Startz (2008: 278) dan Sugiharini (2006) keadaan ini sering disebut dengan istilah globalisasi yaitu pergerakan ke suatu perekonomian global. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi.
Negara-negara melakukan perdagangan internasional dikarenakan dua alasan utama. Pertama, adanya perbedaan antara satu sama lain seperti kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan lain-lain. Kedua, adanya tujuan untuk mencapai skala ekonomis (economies of scale) dalam proses produksi. Kedua tujuan tersebut memicu untuk menghasilkan keuntungan (gains from trade) bagi kedua negara yang melakukan perdagangan (Krugman dan Obstfeld, 1993: 15). Keuntungan tersebut antara lain: (a) memperoleh berbagai produk yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, (b) memperluas pasar produk dalam negeri, (c) memperoleh transfer teknologi yang lebih moderen dari luar negeri dan (d) memperoleh keuntungan dari spesialisasi (Prajitno dan Saputra, 2012).
Secara umum, kegiatan perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya. Sedangkan impor adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari luar suatu negara yang masuk ke negara tersebut. Ekspor dan impor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara (Septiana, 2011). Tujuan utama suatu negara melakukan ekspor yaitu menghasilkan devisa untuk membiayai impor negara tersebut, karena ekspor suatu negara merupakan impor bagi negara lain (Sugiharini, 2006).
Setiap negara memiliki potensi yang berbeda-beda untuk menunjang kegiatan ekspor impornya. Potensi tersebut tergantung pada kondisi geografi dan iklim suatu negara, baik kegiatan ekspor impor di sektor migas atau non migas. Sektor non migas mencakup sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, dan lain-lain (Prajitno dan Saputra, 2012)
Indonesia dikenal sebagai negara aggraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang beranekaragam, terutama dari hasil sektor pertanian. Berperan sebagai sumber mata pencaharian, sumber utama pangan maupun sebagai penopang pembangunan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sinaga dan Hendarto, 2012).
Menurut statistik kelapa sawit Indonesia (2011) sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sebesar 6,15 persen pada tahun 2012 (BPS, 2012). Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.
Potensi salah satu subsektor pertanian yang cukup besar adalah perkebunan. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian yaitu sebesar 23,43 persen pada tahun 2012 (BPS, 2012). Oleh karena itu subsektor perkebunan mempunyai peran yang cukup strategis, baik dalam pembangunan ekonomi secara nasional maupun secara global dan berperan dalam penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, sumber devisa, pengentasan kemiskinan serta konservasi lingkungan (Mariati, 2009).
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai komoditi andalan ekspor non migas penghasil devisa negara di luar minyak dan gas (Agustian, 2002). Selain itu dengan meningkatnya permintaan minyak kelapa sawit (CPO) dunia dan harga minyak mentah dunia, menjadikan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai pilihan untuk bahan baku pembuatan bio energi bahan bakar alternatif atau bahan bakar nabati (biofuel) (Prajitno dan Saputra, 2012).
Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit kedua terbesar setelah Malaysia sampai pada tahun 2005. Di tahun 2006 hingga sekarang Indonesia menjadi negara produsen minyak sawit nomor satu di dunia (Wardani, 2008).
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia selama tujuh tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan sebesar 1,92 sampai dengan 9,05 persen per tahun. Pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 2,64 persen menjadi 8,77 juta hektar dan di tahun 2012 meningkat sebesar 1,92 persen menjadi 8,94 juta hektar. Selama periode 2006 sampai 2012 areal perkebunan kelapa sawit tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau merupakan provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas yaitu 1,78 juta hektar pada tahun 2010 atau 20,82 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia 1,78 juta hektar, pada tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau sebesar 1,79 juta hektar (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011).
Perkembangan produksi minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini sejalan dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit yaitu 1,79 sampai dengan 13,34 persen dari tahun 2006 hingga 2012 yang dihasilkan dari perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat. Pada tahun 2011 produksi minyak kelapa sawit (CPO) meningkat sebesar 1,79 persen menjadi 22,90 juta ton dan di tahun 2012 meningkat 2,50 persen menjadi 23,47 juta ton. Produksi minyak kelapa sawit (CPO) dengan kode Harmonized System 151110000 sebagian besar di ekspor ke mancanegara dan sebagian kecil dipasarkan di dalam negeri (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011).
Total ekspor minyak kelapa sawit (CPO) selama tujuh tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan sebesar 0,08 sampai dengan 18,44 persen. Namun pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 1,23 persen dan 3,61 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2011 total ekspor meningkat menjadi 17,88 juta ton dengan total nilai sebesar US$ 19,38 milyar (BPS, 2012).
Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Autralia, Amerika dan Eropa dengan pangsa pasar utama Asia (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2011). Pada tahun 2011, negara pengimpor terbesar minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia di Asia adalah India dan di Eropa adalah Belanda. Volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India mencapai 4,26 juta ton atau 50,54 persen dari total volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dengan nilai US$ 4,46 milyar. Sedangkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda mencapai 0,60 juta ton atau 7,16 persen dari total volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dengan nilai US$ 601,8 juta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012).
Perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit (CPO), baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Faktor utama pendorong kenaikan permintaan minyak kelapa sawit (CPO) adalah harga yang relatif rendah dibandingkan dengan harga kompetitornya seperti minyak kedelai, minyak biji matahari, minyak kacang tanah, minyak kapas dan minyak lobak. Sebagian besar negara pengimpor minyak kelapa sawit (CPO), tidak hanya memanfaatkannya sebagai bahan pangan atau bahan baku industri namun juga sebagai biodiesel, sumber energi alternatif minyak bumi (Abidin, 2008).
Variabel makroekonomi lain yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia adalah nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan investasi. Fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perdagangan internasional suatu negara melalui permintaan dan penawaran mata uang negara tersebut (Lipsey, Steiner dan Purvis, 1991: 379). Kurs riil (real exchange rate) merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua negara yang melakukan perdagangan (terms of trade) (Mankiw, 2006: 128). Pada saat nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, maka harga barang ekspor akan lebih murah atau kompetitif dibandingkan produk luar negeri, sehingga akan mendorong terjadinya peningkatan ekspor. Sebaliknya pada saat nilai tukar rupiah mengalami apresiasi, harga barang ekspor di luar negeri akan lebih mahal, sehingga permintaan ekspor akan menurun (Darwanto, 2007).
Investasi merupakan bagian yang sangat penting dalam perkembangan pembangunan perekonomian nasional, termasuk sektor pertaian. Dalam perspektif jangka pendek maupun jangka panjang ekonomi makro investasi akan meningkatkan stok kapital, penambahan stok kapital akan meningkatkan kapasitas produksi yang pada akhirnya akan rneningkatkan ekspor (Huda, 2006).
Berdasarkan deskripsi yang telah dituangkan diatas, dalam penelitian ini penulis meneliti ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya, karena India merupakan negara importir utama minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar Asia dan begitu juga halnya dengan negara Belanda yang merupakan negara importir utama di pasar Eropa.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan dan mengetahui seberapa besar pengaruh produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya.

METODELOGI PENELITIAN

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan merupakan data sekunder menurut model deret waktu (time series) berupa data tahunan selama 20 tahun yaitu dari tahun 1992 sampai 2011. Data tersebut bersumber dari publikasi, laporan dan dokumen lain yang dapat dipertanggungjawabkan yang diperoleh dari lembaga dan instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Indonesia, Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), Bank Indonesia (BI), World Development Indicator (WDI), United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD). Untuk melengkapi olahan data sekunder, informasi-informasi yang berkaitan juga dikumpulkan melalui berbagai literatur dan artikel yang diunduh melalui media internet yang dapat menunjang penelitian ini.
Model ekonometrika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS), yaitu suatu model yang menjelaskan dan mengevaluasi hubungan atau pengaruh antara suatu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen (Gujarati, 1995). Proses pengolahan data penelitian ini dengan menggunakan program software SPSS version 16.0. Penggunaan model ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana produksi CPO, harga CPO, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi dalam mempengaruhi ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut, menurut Mariati (2009), Abidin (2008) dan Huda (2006) model fungsi persamaan yang akan digunakan untuk mengetahui ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia yaitu:
Fungsi umum:
Yij = f (X1i, X2ij, X3ij, X4i)
Fungsi Cobb-Douglas, menurut Soekartawi (2003) dalam Mariati (2009) mempunyai persamaan sebagai berikut:
Yij = β0 . .. .
Dari hubungan fungsional tersebut diformulasikan dalam persamaan regresi linear berganda. Dalam bentuk persamaan logaritma menjadi:
Log Yij = β0 + β1 Log X1i + β2 Log X2ij + β3 Log X3ij + β4 Log X4i + e dimana: i : Negara Indonesia j : 1, 2, 3. Negara mitra dagang: (1) India, (2) Belanda dan (3) lainnya
Yij : Ekspor CPO Indonesia ke negara mitra dagang: India, Belanda dan lainnya (Ton)
X1i : Produksi CPO nasional Indonesia (Ton)
X2ij : Harga CPO nasional Indonesia ke negara mitra dagang: India, Belanda dan lainnya (US$/Ton)
X3ij : Kurs riil rupiah terhadap dollar Indonesia ke negara mitra dagang: India, Belanda dan lainnya (Rp/US$)
X4i : Investasi PMA Indonesia sektor pertanian (US$) β0 : Konstanta (intersept) atau nilai Y jika X1 = X2= X3 = X4 = 0 β1, β2, β3, β4 : Koefisien regresi linear berganda e : Faktor pengganggu (error term)
Untuk mengukur kebenaran model analisis regresi digunakan koefisien determinasi atau R2, yaitu mengukur bagian atau persentase total variasi Y yang dijelaskan oleh model regresi. Untuk menguji hipotesis secara simultan menggunakan uji F dan secara parsial mengguunakan uji T, serta uji peyimpangan asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedatisitas dan uji autokorelasi.
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya adalah jumlah volume minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia (Ton), tanpa produk olahannya yang diekspor ke negara India, Belanda dan lainnya pada tahun 1992 sampai 2011.
2. Produksi CPO nasional adalah jumlah total produksi minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia (Ton) yang dihasilkan oleh perkebunan sawit Indonesia meliputi Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
3. Harga CPO nasional adalah jumlah harga minyak kelapa sawit CPO nasional Indonesia (US$/Ton), yang merupakan perbandingan nilai ekspor dan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya.
4. Kurs riil rupiah terhadap dollar adalah jumlah unit mata uang domestik (rupiah) untuk memperoleh 1 unit mata uang asing (dollar AS) (Rp/US$). Kurs riil merupakan data perkalian antara nilai tukar nominal dengan rasio IHK dalam negeri (Indonesia) terhadap IHK luar negeri (India, Belanda dan Lainnya) dalam satuan US$.
5. Investasi adalah jumlah realisasi penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian (US$), dalam hal ini menggunakan jumlah realisasi investasi PMA di subsektor tanaman pangan dan perkebunan, berdasarkan laporan kegiatan penanaman modal (LKPM).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij) dan investasi (X4i) terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya (Yij), diketahui dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1
Hasil Estimasi Ordinary Least Square (OLS)
Ekspor CPO Indonesia ke Negara India, Belanda dan Lainnya

Nilai | Negara Tujuan | | India | Belanda | Lainnya | | Koefisien | T-test | Koefisien | T-test | Koefisien | T-test | | Regresi | | Regresi | | Regresi | | β0 | -5,477 | -2,758 | 5,711 | 5,935 | 2,530 | 2,214 | β1 | 2,057* | 4,482 | 0,984* | 9,624 | 1,800* | 12,306 | β2 | -1,215* | -5,865 | -0,363* | -2,603 | -0,323* | -2,052 | β3 | 1,686* | 2,673 | -0,617* | -2,810 | -0,539* | -1,879 | β4 | -0,134 | -0,833 | -0,184* | -4,209 | -0,089 | -1,532 | T-tabel | | 1,753 | | 1,753 | | 1,753 | R2 | | 0,93 | | 0,89 | | 0,96 | Adj. R2 | | 0,92 | | 0,87 | | 0,95 | F-test | | 53,00 | | 31,56 | | 94,77 | F-tabel | | 3,06 | | 3,06 | | 3,06 | D-W | | 1,79 | | 2,42 | | 1,67 | | |

*Signifikan pada tingkat α = 5 persen Sumber: Hasil diolah dengan SPSS 16.0

Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas
Pada penelitian ini untuk mendeteksi uji normalitas dengan melihat penyebaran data pada garis diagonal grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual dan uji One Sample Kolmogorof-Smirnov. Dari analisis grafik hasil uji normalitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya, dapat dilihat bahwa penyebaran data (titik-titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi distribusi normal. Selain analisis grafik, uji normalitas juga dapat dilihat melalui uji One Sample Kolmogorof-Smirnov, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi Asym. Sig. (2-tailed) lebih besar dari α = 0,05, maka residual terdistribusi dengan normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas ini digunakan untuk mendeteksi apakah antara variabel independen yang digunakan mempunyai kolinearitas yang tinggi atau tidak. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas ini dapat diselidiki dengan melihat angka Tolerance (TOL) dan Variance Inflation factor (VIF). Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat nilai TOL dan VIF masing-masing variabel independen. Dimana nilai TOL untuk semua variabel independen besar dari 0,10 dan nilai VIF untuk semua variabel independen juga kecil dari 10. Hal ini sesuai dengan syarat tidak terjadinya multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedatisitas
Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk memastikan dalam model regresi terjadi kesamaan varian (homoskedatisitas) dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedatisitas dalam penelitian ini adalah dengan melihat grafik Scatter plot antara nilai prediksi ZPRED dengan residual SRESID dan uji korelasi Spearman. Untuk melihat ada tidaknya heteroskedatisitas dalam penelitian ini dapat dilihat melalui grafik hasil uji heteroskedatisitas ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dengan pola yang tidak jelas baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedatisitas pada model regresi dan model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel dependen berdasarkan masukan variabel independen.
Serta uji heteroskeatisitas dapat juga dilihat dari uji korelasi Spearman. Berdasarkan hasil ouput dapat diketahui bahwa korelasi keempat variabel dengan Unstandardized Residual nilai signifikansinya lebih besar dari α = 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak ada heteroskedatisitas.
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji ini dilakukan karena sampel yang digunakan untuk observasi merupakan data time series. Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunkan uji Durbin-Watson (D-W test).
Dari hasil estimasi diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,79 (India), 2,42 (Belanda) dan 1,67 (Lainnya). Sedangkan dari tabel Durbin-Watson untuk sampel 20 (n = 20) dengan variabel indpenden 4 (k = 4), maka diperoleh dL = 0,90 dan dU = 1,83, dapat diketahui bahwa nilai Durbin-Watson (D-W) ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India dan lainnya terletak di daerah d < 4 - dU, yaitu 1,79 dan 1,67 < 2,17. Sedangkan nilai Durbin-Watson (D-W) ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda terletak di daerah d > dU, yaitu 2,42 > 1,83. Hal ini berarti nilai D-W terdapat dalam daerah tidak ada autokorelasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada model regresi.
Berdasarkan Tabel 1 diatas, maka dapat diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
1. Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India

Log Yij1 = -5,477 + 2,057 Log X1i - 1,215 Log X2ij1 + 1,686 Log X3ij1 - 0,134 Log X4i
Dimana:
β0 = -5,477 artinya jumlah volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India (Yij1) adalah sebesar 5.477 ton, jika diasumsikan produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij1), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij1) dan investasi (X4i) kostan. β1 = 2,057 artinya setiap 1 persen kenaikan produksi CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 2,06 persen, atau apabila produksi CPO nasional meningkat sebesar 1.000 ton per tahun maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India akan meningkat sebesar 2.057 ton, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. β2 = -1,215 artinya setiap 1 persen penurunan harga CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 1,22 persen, atau apabila harga CPO nasional turun sebesar US$ 1 per ton, maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India akan naik sebesar 1.215 ton dan sebaliknya dengan asumsi variabel lainnya tetap. β3 = 1,686 artinya setiap 1 persen kenaikan kurs riil akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 1,69 persen, atau apabila terjadi peningkatan kurs riil atau nilai tukar sebesar Rp 1/US$, maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebesar 1.686 ton dengan asumsi variabel lainnya tetap. β4 = -0,134

Untuk melihat dan menganalisa seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat melalui koefisien determinasi R-squared (R2). Dari hasil perhitungan regresi pada tingkat kepercayaan 95 persen (level of significance 5 persen) berdasarkan Tabel 1 diperoleh nilai R2 adalah sebesar 0,93. Hal ini berarti bahwa 93 persen naik turunnya ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India sebagian besar dipengaruhi oleh produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi, sedangkan sisanya sebesar 7 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan di dalam model. Nilai R2 sebesar 0,93 tersebut merupakan nilai yang mendekati angka 1 yaitu terletak antara 0 < 0,93 < 1, hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan erat antara variabel dependen dengan variabel independen.
Untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan maka dilakukan uji statistik F (F-test). Nilai uji statistik F yang diperoleh dari pengujian secara empiris pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah sebesar 53,00 sedangkan F-tabel dihitung dengan cara df1 = k – 1, dan df2 = n – k, dimana k adalah jumlah variabel dependen dan variabel independen, sedangkan n adalah jumlah data sehingga didapatkan nilai F-tabel (4, 15) sebesar 3,06. Hal ini berarti bahwa nilai F-test > F-tabel (53,00 > 3,06) dan bisa dinyatakan bahwa secara statistik produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India.
Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilakukan uji statistik t. Uji signifikan secara parsial masing-masing variabel independen dilihat dari besarnya signifikan t setiap variabel independenya. Tingkat signifikan yang digunakan adalah taraf 5 persen. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara t-test dengan t-tabel. T-tabel dapat dihitung dengan cara df1 = α, sedangkan df2 = n – k, dimana α adalah tingkat signifikan, k adalah jumlah variabel dependen dan variabel independen, sedangkan n adalah jumlah data sehingga didapatkan nilai T-tabel (0,05, 15) sebesar 1,753.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel produksi CPO nasional adalah 4,482 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (4,482 > 1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa produksi CPO nasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia ke India mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel harga CPO nasional adalah -5,865 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-5,865 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa harga CPO dunia memiliki pengaruh negatif dan signifikan atau memiliki pengaruh yang nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India dan sesuai dengan hipotesis.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel kurs riil adalah 2,673 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (2,673 > 1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa kurs riil memiliki pengaruh yang nyata secara positif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel investasi adalah -0,833 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test > -T-tabel (-0,833 > -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa investasi memiliki pengaruh negatif dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India.

2. Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke Belanda

Log Yij2 = 5,711 + 0,984 Log X1i - 0,363 Log X2ij2 - 0,617 Log X3ij2 - 0,184 Log X4i
Dimana:
β0 = 5,711 artinya jumlah volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda (Yij2) adalah sebesar 5.711 ton, jika diasumsikan produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij2), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij2) dan investasi (X4i) kostan. β1 = 0,984 artinya setiap 1 persen kenaikan produksi CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,98 persen dengan asumsi, atau apabila produksi CPO nasional meningkat sebesar 1.000 ton per tahun maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda akan meningkat sebesar 984 ton, dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan. β2 = -0,363 artinya setiap 1 persen penurunan harga CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,36 persen, atau apabila harga CPO nasional turun sebesar US$ 1 per ton, maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India akan naik sebesar 363 ton dan sebaliknya dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan. β3 = -0,617 artinya setiap 1 persen penurunan kurs riil akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,62 persen, atau apabila terjadi penurunan kurs riil atau nilai tukar sebesar Rp 1/US$, maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 617 ton dengan asumsi variabel lainnya tetap. β4 = -0,184 artinya setiap 1 persen kenaikan investasi akan menyebabkan terjadinya penurunan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebesar 0,18 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap.

Dari hasil perhitungan estimasi diperoleh nilai koefisien determinasi R-squared (R2) adalah sebesar 0,89. Hal ini berarti bahwa 89 persen naik turunnya ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda sebagian besar dipengaruhi oleh produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi, sedangkan sisanya sebesar 11 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di luar model dari penelitian ini. Nilai R2 sebesar 0,89 tersebut merupakan nilai yang mendekati angka 1 yaitu terletak antara 0 < 0,89 < 1, hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan erat antara variabel dependen dengan variabel independen.
Nilai uji statistik F yang diperoleh dari pengujian secara empiris adalah sebesar 31,56 sedangkan F-tabel (4, 15) sebesar 3,06. Hal ini berarti bahwa nilai F-test > F-tabel (31,56 > 3,06) dan bisa dinyatakan bahwa produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel produksi CPO nasional adalah 9,624 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (9,624 > 1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa produksi CPO nasional memiliki pengaruh positif dan signifikan atau memiliki pengaruh yang nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda. Hal ini secara statistik sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia ke Belanda mempunyai hubungan yang positif.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel harga CPO nasional adalah -2,603 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-2,603 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa harga CPO dunia memiliki pengaruh negatif dan memiliki pengaruh yang nyata terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda dan sesuai dengan hipotesis.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel kurs riil adalah -2,810 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-2,810 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa kurs riil memiliki pengaruh yang nyata secara negatif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kurs riil dan ekspor CPO Indonesia ke Belanda mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel investasi adalah -4,209 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-4,209 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa investasi memiliki pengaruh negatif dan siginfikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda.

3. Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke Negara Lainnya

Log Yij3 = 2,530 + 1,800 Log X1i - 0,323 Log X2ij3 - 0,539 Log X3ij3 - 0,089 Log X4i
Dimana:
β0 = 2,530 artinya jumlah volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya (Yij3) adalah sebesar 2.530 ton, jika diasumsikan produksi CPO nasional (X1i), harga CPO nasional (X2ij3), kurs riil rupiah terhadap dollar (X3ij3) dan investasi (X4i) kostan. β1 = 1,800 artinya setiap 1 persen kenaikan produksi CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 1,80 perse, atau apabila produksi CPO nasional meningkat sebesar 1.000 ton per tahun maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya akan meningkat sebesar 1.800 ton, dengan asumsi variabel lainnya dianggap tetap. β2 = -0,323 artinya setiap 1 persen penurunan harga CPO nasional akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 0,32 persen, atau apabila harga CPO nasional turun sebesar US$ 1 per ton, maka volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya akan naik sebesar 323 ton dan sebaliknya dengan asumsi variabel lainnya tetap. β3 = -0,539 artinya setiap 1 persen penurunan kurs riil akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 0,54 persen, atau apabila terjadi penurunan kurs riil atau nilai tukar sebesar Rp 1/US$, maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya sebesar 539 ton dengan asumsi variabel lainnya tetap. β4 = -0,089

Nilai koefisien determinasi R-squared (R2) adalah sebesar 0,96. Hal ini berarti bahwa 96 persen naik turunnya ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negera lainnya sebagian besar dipengaruhi oleh produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi, sedangkan sisanya sebesar 4 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan di dalam model. Nilai R2 sebesar 0,96 tersebut merupakan nilai yang mendekati angka 1 yaitu terletak antara 0 < 0,96 < 1, hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan erat antara variabel dependen dengan variabel independen.
Nilai uji statistik F yang diperoleh dari pengujian secara empiris adalah sebesar 94,77 sedangkan nilai F-tabel (4, 15) sebesar 3,06. Hal ini berarti bahwa nilai F-test > F-tabel (94,77 > 3,06) dan bisa dinyatakan bahwa produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara importir lainnya.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel produksi CPO nasional adalah 12,306 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar 1,753 sehingga T-test > T-tabel (12,306 > 1,753). Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia ke negara lainnya mempunyai hubungan yang positif dan signifikan secara statistik.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel harga CPO nasional adalah -2,052 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-2,052 < -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa harga CPO dunia memiliki pengaruh negatif dan signifikan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara lainnya dan sesuai dengan hipotesis.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel kurs riil adalah -1,879 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test < -T-tabel (-1,879 < -1,753). Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa kurs riil dan ekspor CPO Indonesia ke negara lainnya mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan.
Nilai T-test yang diperoleh dari variabel investasi adalah -1,532 sedangkan nilai T-tabel (0,05, 15) adalah sebesar -1,753 sehingga -T-test > -T-tabel (-1,532 > -1,753). Hasil ini menunjukkan bahwa investasi memiliki pengaruh negatif dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara importir lainnya.
Pengaruh Produksi CPO Nasional terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Berdasarkan hasil empiris secara statistik pada tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifikan antara variabel produksi CPO nasional dengan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya, yaitu jika produksi CPO nasional meningkat maka akan meningkatkan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan lainnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariati (2009) mengenai pengaruh produksi nasional, konsumsi dunia dan harga dunia terhadap ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifikan antara produksi CPO nasional dan ekspor CPO Indonesia, sehingga jika produksi CPO nasional meningkat maka akan diikuti juga oleh peningkatan ekspor CPO Indonesia. Selanjutnya penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Sugiarsana dan Indrajaya (2012) yang menganalisis tentang pengaruh jumlah produksi, harga dan investasi terhadap volume ekspor tembaga Indonesia tahun 1995 sampai 2010. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifikan antara produksi tembaga dan volume ekspor tembaga Indonesia.
Sebagai salah satu produsen utama minyak sawit dunia sejak tahun 2006, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk terus berperan dalam pasar dunia (Mariati, 2009). Peningkatan volume eskpor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia tidak terlepas dari peningkatan jumlah produksi yang dikarenakan semakin bertambahnya luas lahan areal perkebunan kelapa sawit Indonesia, peralatan yang maju serta meningkatnya kebutuhan akan produk itu sendiri. Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit tersebut juga tidak terlepas dari kebijakan sektoral terkait untuk memacu pertumbuhan produksi dan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara tujuan ekspor utama seperti ke India dan Belanda seperti kebijakan kemudahan memperoleh kredit yang berkaitan dengan iklim investasi pada perkebunan kelapa sawit.
Pengaruh Harga CPO Nasional terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Secara statistik berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan negatif dan signifikan antara harga CPO nasional dengan eskpor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia, baik itu ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang berarti apabila harga CPO nasional menurun maka permintaan akan volume ekspor CPO Indonesia akan meningkat ke negara India, Belanda dan lainnya dan sebaliknya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2008) mengenai analisis ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang negatif dan signifikan antara harga CPO nasional dan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarsana dan Indrajaya (2012) yang menganalisis tentang pengaruh jumlah produksi, harga dan investasi terhadap volume ekspor tembaga Indonesia tahun 1995 sampai 2010. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa terdapatnya hubungan yang negatif antara harga tembaga dan volume ekspor tembaga Indonesia.
Selanjutnya menurut penelitian Hadi (2009) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan, menyatakan bahwa variabel harga pisang dan mangga Indonesia memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap aliran perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel tersebut menjadi pertimbangan bagi negara pengimpor dalam menentukan volume pisang dan mangga yang akan diimpor dari Indonesia. Jika harga pisang dan mangga Indonesia tinggi, maka volume pisang dan mangga yang diperdagangkan ke negara tersebut akan semakin kecil dan sebaliknya.
Peningkatan volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia tersebut secara langsung dipengaruhi oleh tingginya permintaan akan minyak kelapa sawit (CPO) dunia dari berbagai negara importir utama seperti India dan Belanda selama periode tahun 1992 sampai 2011, serta negara importir utama lainnya seperti negara Cina, Malaysia yang menjadi importir utama dari tahun 2002 sampai 2011 (BPS, 2012). Peningkatan permintaan tersebut terjadi karena minyak kelapa sawit merupakan salah satu minyak nabati yang menjadi primadona dalam industri oleokimia dengan harga yang relatif rendah (Abidin, 2008). Sebagian besar negara yang mengimpor CPO, tidak hanya memanfaatkannya sebagai bahan pangan atau bahan baku industri namun mereka juga memanfaatkan CPO sebagai biodiesel, sumber energi alternatif minyak bumi (Mariati, 2009).
Pengaruh Kurs Riil terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Berdasarkan hasil empiris secara statistik menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang positif dan signifiikan antara kurs riil terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India. Sedangkan hasil regresi ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda dan negara lainnya, menunjukkan bahwa kurs riil memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda dan lainnya.
Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs riil atau disebut dengan terms of trade yaitu harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil akan mempengaruhi ekspor CPO Indonesia. Menurut Cote (1994) dan Ekananda (2004) fluktuasi nilai tukar memiliki pengaruh yang tidak pasti terhadap ekspor dan hasil penelitian yang sangat beragam, bisa berpengaruh secara positif maupun negatif. Perbedaan tersebut disebabkan oleh karena adanya usaha-usaha untuk menghindari resiko nilai tukar dan metodelogi yang diterapkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Abidin (2008) yang menganalisis tentang analisis ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Dari hasil penelitiannya ditemukan secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kurs riil atau nilai tukar dan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. Menurut Sitorus (2009) dalam penelitiannya tentang peningkatan ekspor CPO dan kakao di bawah pengaruh liberalisasi perdagangan (suatu pendekatan model gravitasi), menyatakan bahwa terdapatnya hubungan yang positif antara variabel nilai tukar terhadap volume eskpor CPO. Semakin tinggi nilai tukar negara pengekspor terhadap negara pengimpor maka akan terjadi peningkatan permintaan CPO dari negara pengimpor.
Disamping itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Huda (2006) yang menganalisis tentang beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor non migas Indonesia ke Jepang tahun 1992 hingga 2005. Dari hasil uji empiris yang ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kurs dan eskpor non migas Indonesia ke Jepang. Menurut Darwanto (2007) jika terjadi depresiasi terhadap nilai mata uang, maka harga barang Indonesia akan lebih murah sehingga permintaan untuk ekspor Indonesia oleh negara-negara importir akan meningkat, dan sebaliknya.
Selajuntya menurut Sarwedi (2010) dalam penelitiannya tentang analisis determinan perubahan penawaran barang ekspor Indonesia menunjukkan bahwa variabel perubahan nilai tukar dalam jangka pendek memiliki pengaruh positif dan signifikan sedangkan dalam jangka panjang memiliki pengaruh negatif. Penurunan nilai tukar mata uang domestik (depresiasi) akan mendorong ekspor dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang penurunan nilai tukar (depresiasi) justru akan menurunkan perubahan ekspor.
Selajutnya, hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Khairunnisa (2009) dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa nilai tukar mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri sehingga berdampak positif terhadap peningkatan ekspor Indonesia dan sebaliknya terapresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar menyebabkan menurunnya ekspor Indonesia karena barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri.
Pengaruh Investasi terhadap Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia ke India, Belanda dan Lainnya
Berdasarkan hasil empiris secara statistik pada tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan yang negatif dan tidak memiliki pengaruh secara nyata antara variabel investasi dengan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India dan lainnya. Sedangkan hasil empiris ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda menunjukkan bahwa variabel investasi memiliki pengaruh yang nyata secara negatif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke Belanda.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarsana dan Indrajaya (2012) yang menganalisis tentang pengaruh jumlah produksi, harga dan investasi terhadap volume ekspor tembaga Indonesia tahun 1995 sampai 2010. Dari hasil uji empiris ditemukan bahwa secara parsial investasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap volume ekspor tembaga Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak fokusnya investasi terhadap sektor tersebut dan karena kurangnya keamanan yang menjamin investasi yang di lakukan di dalam negeri sehingga investor luar negeri lebih berhati-hati dalam melakukan invetasi di Indonesia.
Selajutnya hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Taye (2009) dalam menganalis determinan ekspor di Ethiopia yang menunjukan bahwa investasi asing langsung (FDI) tidak signifikan terhadap ekspor. Hal ini dipengaruhi oleh motif dari FDI itu sendiri. Jika dibalik motif FDI itu untuk memperluas pasar domestik maka pengaruh investasi asing langsung tidak akan mungkin berkontribusi untuk pertumbuhan ekspor. Di sisi lain, jika FDI digunakan untuk memperluas pasar luar negeri maka pengaruh investasi asing akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor. Apabila melihat konribusi FDI di Indonesia ternyata FDI di Indonesia lebih banyak digunakan untuk pengembangan sektor dalam negeri seperti pengembangan restoran dan hotel, sektor transportasi, pengudangan dan komunikasi, sektor listrik, gas dan air.
Serta hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sarwedi (2010) tentang analisis determinan perubahan penawaran barang ekspor Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penanaman modal asing (PMA) dalam jangka pendek tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan ekspor.
Hubungan negatif dan tidak berpengaruh secara nyata antara investasi Indonesia di sektor pertanian terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia karena tidak terealisasinya investasi penanaman modal asing (PMA) sektor pertanian pada subsektor tanaman pangan dan perkebunan secara kondunsif.
Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) dan Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi (2011) faktor penghambat investasi sektor pertanian antara lain birokrasi yang tidak ramah investor, prosedur yang tidak transparan, dan tenggang waktu yang tidak pasti sehingga menciptakan ekonomi biaya tinggi, status lahan yang tidak jelas, infrastruktur yang kurang memadai, dan masalah potensi, peluang, prospek dan prosedur investasi yang kurang memadai. Serta juga didorong oleh investasi luar negeri lebih banyak dialokasikan ke sektor sekunder dan tersier dibandingkan pada sektor primer, dengan proporsi lebih dari 50 persen.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi CPO nasional, harga CPO nasional, kurs riil rupiah terhadap dollar dan investasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya. Namun secara parsial hanya variabel produksi CPO nasional berpengaruh signifikan secara positif dan harga CPO nasional berpengaruh signifikan secara negatif terhadap ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India, Belanda dan lainnya.
Secara statistik variabel kurs rupiah terhadap dollar mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke India, dan memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap ekspor CPO Indonesia Belanda dan negara lainnya. Hal ini dapat berarti bahwa apabila kurs mengalami depresiasi, maka akan meningkatkan permintaan terhadap produk dalam negeri. Variabel investasi secara statistik tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke negara India dan lainnya. Sedangkan ke Belanda variabel investasi memiliki pengaruh nyata secara negatif.
Saran
Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Dengan peran yang cukup besar Indonesia diharapkan harus dapat meningkatkan kualitas minyak kelapa sawit (CPO) yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh negara-negara importir di pasar internasional, sehingga terhindar dari propaganda atau isu-isu negatif dari negara-negara kompetitor. Serta peningkatan kualitas tersebut juga akan berpengaruh terhadap peningkatan harga dari minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia itu sendiri.
Hasil penelitian menuunjukkan bahwa nilai kurs memiliki pengaruh terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia, yang akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia sehingga diiperlukan koordinasi kebijakan moneter yang lebih kondusif agar kinerja ekspor Indonesia dapat meningkat lebih baik.
Dalam upaya menarik para investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia, pemerintah diharapkan memberikan kemudahan dalam prosedur penanaman modal yang telah ditetapkan, guna menciptakan iklim penanaman modal yang lebih baik sehingga dapat merangsang minat para investor.
Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk menambahkan variabel lain yang lebih relevan terkait dengan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dan menganalisis berdasarkan negara tujuan utama ekspor lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit (CPO) Indonesia. Jurnal Aplikasi Manajemen (6) 2.

Agustian, A dan P. U. Hadi. 2002. Analisis Dinamika Ekspor dan Keunggulan Komparatif Minyak Kelapa Sawit (CPO) Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Indonesia. Berbagai Edisi.

Cote, A. 1994. Exchange Rate Volatility and Trade a Survey. International Department Bank of Canada.

Darwanto. 2007. Kejutan Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap Inflasi, Pertumbuhan Output dan Pertumbuhan Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang 12 (1): 15 – 25.

Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi dan Ditjen PPHP. 2011. Data Investasi PMA dan PMDN. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Dornbusch, R., S. Fischer and R. Startz. 2008. Makro Ekonomi Edisi Kesepuluh. PT Media Global Edukasi. Jakarta.

Ekananda, M. 2004. Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar pada Ekspor Komoditi Manufaktur di Indonesia: Penerapan Estimasi dengan Menggunakan Distribusi lag Poissons pada Persamaaan Non Linear Seemingly Unrelated Regression. Bulitin Ekonomi Moneter dan Perbankan.

Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hadi, I. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Aliran Perdagangan Pisang dan Mangga Indonesia ke Negara Tujuan. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Huda, S. 2006. Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Non Migas Indonesia ke Jepang. Jurnal Penelitian Imu-ilmu Ekonomi 6 (2): 117 – 124.
Khairunnisa, Septi (2009). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Krugman, P. R and M. Obstfeld. 1993. Ekonomi Internasional: Teori Kebijakan Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lipsey, R. G., D. D. Purvis, P.N. Courant, and P. O. Steiner. 1997. Pengantar Makroekonomi Jilid 2. Binarupa Aksara. Jakarta.

Mankiw, N. G. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta

Mariati, R. 2009. Pengaruh Produksi Nasional, Konsumsi Dunia dan Harga Dunia Terhadap Ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Perdagangan 6 (1): 30-35.

Markusen, J. R., J. R. Melvin., W. H. Kaempfer and K. E. Maskus. 1990. International Trade: Theory and Evidence. Mc Graw – Hill, Inc. New York.

Prajitno, B dan N. D. Saputra. 2012. Analisis Mengenai Ekspor Kelapa Sawit Atas Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat di Indonesia Tahun 2006 – 2010. Jurnal Perekonomian Indonesia.

Sarwedi. 2010. Analisis Determinan Perubahan Penawaran Barang Ekspor Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Fakultas Ekonomi. Universitas Jember.
Septiana, R. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Impor Indonesia Dari Cina Tahun 1998 - 2009. Skripsi. Jurusan IESP FE. Universitas Diponegoro. Semarang.

Sinaga, D. M dan M. Hendarto. 2012. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Sumatra Utara. Diponegoro Journal of Economics 1(1).

Sitorus, M. 2009. Peningkatan Ekspor CPO dan Kakao di Bawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model Gravitasi). Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisa Cobb Douglass. Raja Grafindo Persada. Yogyakarta.

Sugiarsana, M dan I. G. B. Indrajaya. 2012. Analisis Pengaruh Jumlah Produksi, Harga dan Investasi Terhadap Volume Ekspor Tembaga Indonesia Tahun 1995-2010. Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana 2 (1): 10 – 19.

Sugiharini. 2006. Kontribusi Perdagangan Internasional Bagi Pembangunan Bangsa. Jurnal Ekonomi Modernisasi 2 (1).
Taye, Y. T. 2009. Determinants Of Ethiophia’s Export Performance: A Gravity Model Analysis. Trade and Development Discussion Paper No. 01. BKP Development Research and Consulting.
Wardani, W. K. 2008. Dampak Kebijakan Perdagangan di Sektor Industri CPO terhadap Keseimbangan Pasar Minyak Goreng Sawit Dalam Negeri. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Similar Documents

Free Essay

Pirates

...1.0 INTRODUCTION Oilene Refineries’ management was unhappy with the quality of crude palm oil (CPO) delivered by Palm Haul Sdn Bhd (PHSB), their transporter. The contract will expire within the month. Oilene Refineries will have to analyse the scenario and make a decision whether to renew the contract with PHSB or find other solutions. 1.1 GENERAL INFORMATION –Crude Palm Oil (CPO) transportation * Approximately 1,500 tankers transporting CPO from the mills (where palm kernels are harvested) to the refineries (where palm kernels are processed for CPO extraction) in the peninsular and East Malaysia. * Palm oil estates operated by MNC have their own mills while smallholders send their palm kernels to co-operative mills for processing. * Once the CPO is extracted, it is then sold to refineries where it is refined for local consumption or export. These refineries are concentrated in areas where palm oil cultivation is a major activity. * The refineries commonly OUTSOURCE the transportation of CPO to transport companies. The transport companies are responsible to deliver consignments of CPO from the mills to the refineries. * The tankers have to be modified to carry CPO. * Approximately 17.73 million metric tonnes are moved yearly from the mills to the refineries by the tankers operated by transport companies. * Gross profit margins: 35%-45% * Administrative overheads are low. Net profit can be made if operated efficiently. * Achilles’Heel...

Words: 6418 - Pages: 26

Premium Essay

Interest Rates and Export Tax on Cpo Export

...and Fiscal Policies) THE INFLUENCES OF BI RATES AND EXPORT TAXES ON INDONESIAN PALM OIL INDUSTRY Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc., Ph.D. by: Nanang Suko Sadono 13/361118/PEK/19272 Batch 63 International MAGISTER OF MANAGEMENT UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014 THE INFLUENCES OF BI RATES AND EXPORT TAXES ON INDONESIAN PALM OIL INDUSTRY 1. INTRODUCTION Indonesia is the biggest producer of Crude Palm Oil (CPO) in the world which produced more than 25 million tons in 2012 and more than 200 trillion rupiahs in foreign exchange. The development of this industry, therefore, is important for the development of economy in Indonesia, as one tool to deal with problems faced such as poverty. This industry is also crucial in supporting the government in anticipating crisis of energy in the future due to the decreasing number of gas and oil over time. The increasing needs of renewable energy as the substitute of petroleum has also driven the demand of pam oil in international market. This high demand has led the price of palm oil in international market become higher. The high international price then persuade domestic producers to market their products to other countries, and this is a logic consequence since the companies as business entities always want to maximize their profit. The problem arise when all companies are forgetting the domestic market. Cooking oil, which is the end product of CPO, can be said as one of the most important goods in...

Words: 6563 - Pages: 27

Free Essay

Business and Management

...3 1.3 Unilever Indonesia Foundation 3 1.4 Overview of Dove Products 4 1.5 Environmental Record 5 CHAPTER 2 CASE STUDY: UNILEVER VS GREENPEACE 7 2.1 Indonesia Palm Oil Plantation 7 2.2 Unilever Palm Oil Suppliers 11 2.3 Environment Destruction Caused by Palm Oil Plantations 14 2.3.1 Deforestation 15 2.3.2 Destruction of Orang Utan Habitat 17 2.4 The Impact to Unilever 18 CHAPTER 3 CASE ANALYSIS 19 3.1 Ethical Theory 19 3.1.1 The Stockholder Theory 19 3.1.2 The Stakeholder Theory 20 3.1.3 The Social Contract Theory 20 3.2 Triple Bottom Line 21 3.2.1 People 21 3.2.2 Planet 22 3.2.3 Profit 22 3.3 Environmental Issues of Business Ethics 22 3.3.1 Business and Ecology 23 3.3.2 The Ethics of Environmental Protection 24 3.3.3 Who Should Pay the Cost of Environmental Damage 24 3.3.4 Regulation 24 3.3.5 The Value of Nature 24 3.4 Ethical Issues 25 3.4.1 Environment Destruction 26 3.4.2 Violating the RSPOs Principles 28 3.4.3 Unilever Failure of Screening its Suppliers’ Code of Conduct 30 3.4.4 Government Neglect of the Environment Issue 30 CHAPTER 4 CONCLUSION AND RECOMMENDATION 32 APPENDIX 1 Climate and Biodiversity Impacts of Unilever Palm Oil Suppliers in Kalimantan 35 APPENDIX 2 Dove Onslaugt(er) Video Capture 36 APPENDIX 3 Picture of People Support on the Greenpeace Campaign 37 Bibliography 38 WHAT LIES BENEATH THE BEAUTY An ethical case of Dove against Greenpeace in Indonesia...

Words: 11225 - Pages: 45

Free Essay

Handicrafts of Bangladesh

...33 Int. J Sup. Chain. Mgt Vol. 1, No. 1, June 2012 Impact of Government Law on Edible Oil Supply Chain in Bangladesh Perspective Reaz Ameen Choudhury#1, Meghla Clara Costa*2 #1 Department of Management, American International University Bangladesh, Dhaka, Bangladesh 1 reaz@aiub.edu *2 Department of Electrical and Electronic Engineering, American International University Bangladesh, Dhaka, Bangladesh 2 clara15@aiub.edu Abstract-This descriptive study is not intended as a detailed analysis; its aim is to present an overall view of the impact of a government law regarding edible oil marketing and distribution in Bangladesh. Social, economic, environmental and sustainability issues are not covered in this report. All the data of this report is collected from secondary source. This study is going to deliver contribution to the new investors who are going to invest in this industry, existing industries for legal compliance and process improvement. The academics can use this report for analyzing market scenario and Bangladesh government authorities can use it partially for monitoring market and decision making purpose. Keywords- Edible oil, Supply Bangladesh, Strategic, Tactical. Chain, Government Law, 1. Introduction A supply chain consists of all parties involved, directly or indirectly, in fulfilling a customer request. The supply chain not only includes the manufacturer and suppliers, but also transporters, warehouses, retailers...

Words: 3564 - Pages: 15

Free Essay

Business Environment: Palm Oil in Indonesia

...Assignment Submitted to: Prof. M.K Awasthi Table of Contents Introduction 2 History of Palm Oil 2 History of Palm Oil in Malaysia 2 Importance of Palm Oil in the World 3 Analysis of Economic Environment 5 Supply-Side Environment 5 Demand Side Environment 7 Palm Oil Economy in Malaysia 7 Key Inferences 8 Analysis of Political, Legal & Institutional Environment 8 FELDA, FELCRA & RISDA 9 Government Policies 9 Analysis of Social & Environmental Impact 11 Analysis of Technological Environment 12 Skills & Knowledge Development 12 Research & Development 12 Overview of Business Environment & Conclusions 13 Introduction History of Palm Oil The oil palm tree (Elaeis Guineensis Jacq.) is said to have originated in West Africa, somewhere between Angola and Senegal. The earliest archaeological evidence of palm oil has been found in an Egyptian Tomb in Abydos. These two facts point to two inferences. One, that palm oil production was happening even 5000 years ago. Secondly, as no palm oil was produced in Egypt, this means that Palm Oil trading also was prevalent at that time. Thus, Palm Oil has been used by mankind since historical times. A basic description of the palm oil extraction process is shown below: (Source: Malaysian Oil Palm Publication Annual Report 2011) History of Palm Oil in Malaysia Palm Oil was introduced in Malaysia by in 1910 by Scotsman William Sime and English banker Henry Darby as a plantation...

Words: 2079 - Pages: 9

Free Essay

Term Case: Palm Oil Piracy

...ACC 4291 INTEGRATED CASE STUDY TERM CASE THE PIRATES OF THE SILVERLAND (PALM OIL PIRACY) NAME: RAJA SITI AFIQAH BINTI RAJA AZMI MATRIC NO: 0826174 LECTURER: PROF. SHAMSUL NAHAR SECTION: 2 DATE SUBMITTED: 26th NOVEMBER 2012 SUMMARY OF THE CASE Established in 2002 in Taiping, Perak, Palm Haul Sdn Bhd (PHSB) was a small and medium sized enterprise in the Crude Palm Oil (CPO) transportation business. PHSB was managed by En. Rossly, the Chief Executive Officer which is also the son-in-law of PHSB’s founder, Datuk S. Najeed. Like the other transport companies involved in the business, PHSB also faced problems with its drivers embroiling in oil piracy. Transport companies are naturally will held the responsibility for such thefts as they usually take place under their watch and these companies are bound to compensate the refineries for such losses. The culprits involved frequently tanker drivers, depot operators and transporters. One of the major customer of PHSB, Oilene Refineries (Oilene) complaint about the quality of the CPO delivered by PHSB and its later impact on Oilene’s failure to fulfil their customer orders. This is because of the practice of siphoning CPO and adulterating the consignment with water, used oil or sludge was so uncontrolled that a number of PHSB’s customers have threatened to change their custom to other more reliable transport companies. Besides that, profits for the first quarter of 2009 had drastically decrease compared to the same...

Words: 1324 - Pages: 6

Premium Essay

Pirates of the Silverland (Palm Oil Piracy)

...CASE STUDY : PIRATES OF THE SILVERLAND (PALM OIL PIRACY) Company’s Introduction Palm Haul Sdn. Bhd. (PHSB) was a family-owned small and medium sized enterprise in the crude palm oil (CPO) transportation business located in Taiping, Perak. Established in 2002, it had about 200 employees which most of them were tanker drivers. On the average, PHSB transported 3000 tonnes of CPO from palm oil mills to the respective refineries that purchased the oil from oil palm plantation companies and cooperative mills. The company actually facing alarming problem with the quality of consignments to the refineries where the CPO either delivered short or contaminated with water or sludge. Statement of the problems Oilene refineries as one of PHSB’s major customer seriously affected by the bad consignments as they had to shut down the plant to clean out the sludge almost on a weekly basis and this was affecting their delivery timelines as well as the quality of the oil they produced. On top of that, there had been many occasions where the consignment delivered did not tally with amounts listed on the delivery orders. Oilene management had to decide whether to renew contract with PHSB which is due in June or to hire other CPO transportation company such as Tiger Oils Transporter which reported a more reliable transporter. Recommendations for Oilene 1. Contaminated CPO To overcome the problem caused by contaminated consignments that shutdown the eventually shutdown the whole production...

Words: 709 - Pages: 3

Premium Essay

Important Concepts and Effects of a Commodity Price Change in the Market.

...Oil palm plantation business models As of early 2011, oil palm plantations covered 7.8 million ha in Indonesia, out of which 6.1 million ha were productive plantations under harvest (Slette and Wiyono 2011). In 2010, these plantations produced 22 million tons of CPO and the production increased further to 23.6 million tons by the end of 2011. Most plantations, as well as CPO production, are located in Sumatra and Kalimantan (Indonesian part of Borneo). Between 1997 and 2006, 400,000 ha of oil palm plantations were established annually. Between 2007 and 2010, the size of annual establishment of oil palm plantations declined to 350,000 ha (Slette and Wiyono 2011). As new land available for plantations becomes more limited, annual development of plantation is expected to continue its gradual decline. However, over the next few years, land concessions already allocated for oil palm and not yet developed are sufficiently large to allow plantation estates to continue growing.  There are three main types of business models for oil palm cultivation in Indonesia: private large-scale plantations and two types of smallholder models, i.e., nucleus estate smallholders, or NES, and independent smallholders. Smallholders manage nearly half of the overall plantation area; unfortunately government statistics do not distinguish between different types of smallholders. It is believed that smallholder operations have contributed significantly to the expansion of oil palm estates in recent...

Words: 1637 - Pages: 7

Premium Essay

Crude Oil Demand

...PART I: CASE DESCRIPTION 1.1 INTRODUCTION Crude oil is a mineral oil. It is a mixture of hydrocarbons of natural origin and associated impurities, such as Sulphur according to Energy International Agency. Further explained, under normal surface temperatures and pressure, crude oil is exists in the form of liquid. It has highly variable physical characteristics such as density. Saudi Arabia, Russia, United States, China, and Canada are the top five oil producer countries (2013). As the producer, the countries are daily extracting sum of crude oil barrels through the process of drilling from their reserves. The top five oil consumer countries are United States, China, Japan, India, and Russia (2013). The consumptions are due to the aggressive economy advancement and the fast-paced growth of related industries. It is estimated that due to the current rate of consumption, the worldwide reserves will become depleted by 2040. Forecasted by the International Energy Agency Oil Market Report, more than 93 million barrels of oil and liquid fuels are demanded daily worldwide. Annually, the production is being works out for more than 34 billion barrels. Demand for oil is consistently growing globally. Referring to the basic economics, total output of the crude oil reached its peak and the price of it will gradually rise with the demand. Depletion of oil will result in the falling rate of the production. The prices of oil will rise at a bigger scale. The exploration on the new reserves...

Words: 2698 - Pages: 11

Premium Essay

Vastalux Energy

...Malaysia Stock Picks Malaysia stock picks site has been developed to give first hand information with regard to share trading opportunities available for investors who do not like go through lengthy research reports, calculations,etc but to have a clear idea about stocks that have future up side potential.Our service is just not for day traders but for the investors who wish to see their money growing in the long run.Our main objective is to provide information relating to trading under one roof. This Blog Malaysia Stock Picks: How to spot a good IPO and a bad IPO in ... 11 May 2012 I can't help but to mention one classic example of Vastalux Energy Bhd. In 2008, Vastalux stocks were undersubscribed and since its listing the share price hasn't climbed any higher than its IPO price and is currently facing ... http://malaysiastockpicks.blogspot.com/ 1 11 May 2012 How to spot a good IPO and a bad IPO in Malaysia Here is a guide to spot a good Initial Public Offering (IPO) and a bad IPO in Malaysia. Whether you are looking to subscribe for flipping for first-day gains or to hold for the long run, understanding why companies go for IPO is equally as crucial as looking for pertinent points that will increase your chances of striking a good deal and avoiding a bad one. Why Companies go for IPO? All companies listed on the stock exchange have one common interest in mind – to raise funds. Initial Public Offerings is the company’s first time raising funds selling its stock to the public...

Words: 4656 - Pages: 19

Free Essay

Oil Palm

...ScienceDirect Energy journal homepage: www.elsevier.com/locate/energy Oil palm biomass as a sustainable energy source: A Malaysian case study S.H. Shuit, K.T. Tan, K.T. Lee*, A.H. Kamaruddin School of Chemical Engineering, Universiti Sains Malaysia, Engineering Campus, Seri Ampangan, 14300 Nibong Tebal, Pulau Pinang, Malaysia a r t i c l e i n f o a b s t r a c t Article history: Received 24 October 2008 Received in revised form 13 May 2009 Accepted 14 May 2009 Available online 13 June 2009 It has been widely accepted worldwide that global warming is by far the greatest threat and challenge in the new millennium. In order to stop global warming and to promote sustainable development, renewable energy is a perfect solution to achieve both targets. Presently million hectares of land in Malaysia is occupied with oil palm plantation generating huge quantities of biomass. In this context, biomass from oil palm industries appears to be a very promising alternative as a source of raw materials including renewable energy in Malaysia. Thus, this paper aims to present current scenario of biomass in Malaysia covering issues on availability and sustainability of feedstock as well as current and possible utilization of oil palm biomass. This paper will also discuss feasibility of some biomass conversion technologies and some ongoing projects in Malaysia related to utilization of oil palm biomass as a source of renewable energy. Based on the findings presented...

Words: 10699 - Pages: 43

Premium Essay

Yasuni National Park: Environmental Analysis

...ecosystem and the multitude of its functions from a global perspective the approach to placing an exact value has been varied. In general, studies attempts to add up the direct and indirect values of the ecosystem. Direct values include the market price, such as extractive activities such as drilling, logging and fishing, while indirect values could include flood prevention, water filtration, and CO2 retention and reduction. Direct values are easy to place; but when it comes to indirect values, researchers must derive them from associated market prices or substitute costs, such as property values and the cost of building a water filtration plant respectively (Batker, Kocian, & de la Torre, 2007). Ultimately, both direct and indirect values may be used separately or together to find the monetary value of a specific function of an ecosystem. Examples include storm and flood protection, water quality and supply, atmospheric pollutant removal, waste treatment, pest control, pollination, and recreational value (Batker, Kocian, & de la Torre, 2007). The list is endless, and it really depends on from whose perspective these functions are valued. Engineers calculates the value of infrastructure and machinery, business leaders negotiate with revenues and profits of sales, and...

Words: 930 - Pages: 4

Free Essay

Sagezza

...Issue 2 30.4.10 Jyoti nivas college sagezza FINANCE INSIDE THIS ISSUE: Finance Marketing Human resource management 2 3 4,5 Reliance discovers more oil in Cambay basin Energy major Reliance Industries has discovered more oil on India's western coast, raising the potential of the exploratory blocks it has been drilling, India's biggest conglomerate whose businesses span petrochemicals, refining, oil and gas exploration and retail said the current flow was at 300 barrels of oil per day (bopd)at the onland exploratory block in the Cambay basin in Gujarat state. The potential commercial interest of the discovery is being evaluated through more data gathering and analysis, it said in a statement. "The discovery is significant as this play fairway is expected to open more oil pool areas leading to better hydrocarbon potential within the block," it said. Reliance holds 100 per cent participating interest in the block, and three earlier discoveries had a flow rate of 500 bopd. The company has so far drilled 14 exploratory wells in the block that covers an area of 635 square kilometres. Last year Reliance, controlled by billionaire Mukesh Ambani, started pumping gas from its block in the vast Krishna Godavari (KG) basin off India's east coast, where it made the country's largest gas find. environment technology Economy politics sports 6 7 8 9 10 entertainment medifacts Campus 11 12 13 RBI OK with teaser home loan rates Teaser home loan rates, which are in the...

Words: 4751 - Pages: 20

Premium Essay

Oil Handbook

...The Palm Oil Financing Handbook Practical guidance on responsible financing and investing in the palm oil sector © 2008 WWF International. All rights reserved. Any representation in full or in part of this publication must mention the title and credit the above-mentioned publisher as the copyright owner. The authors gratefully acknowledge the assistance of colleagues within WWF and other organizations in the preparation of this document. We would also like to thank Aswin Riva and Kisho Kumar for their technical advice, as well as Joel Posters (ABN Amro), Samantha Lacey (CIS), Maria Anne Van Dijk (Fortis), Simon Harris and Amol Titus (HSBC), Catherine Cassagne (IFC), Leonie Schreve (ING), Aninditta Savitry (Rabobank), Standard Chartered and Teoh Cheng Hai for their invaluable peer review comments on an earlier draft of this document. Design by Nina Narvsten (www.amazingearth.info). Production of this handbook has benefited from technical support by Profundo (profundo@profundo.nl). Profundo is an economic research consultancy specialized in the analysis of financiers, suppliers and clients of companies and policy options to stimulate them to operate in a socially responsible way. This publication also benefits from funding support to Profundo from Doen Foundation ( The Netherlands) This publication is made possible by the generous support of the American people through the United States Agency for International Development (USAID). The contents are the responsibility of WWF and...

Words: 27736 - Pages: 111

Premium Essay

Sustainability Report on Shell

...wants them to do and there is other that goes above and beyond what it expected of them. In my opinion Shell Gas is one of the manufactures that is trying to do the most that they can to help protect the environment. Some of the things that Shell is doing to go green is using less energy, less water, prevent spills, and protect the environmentally sensitive areas. After the BP deepwater horizon explosion in 2011, Shell has been researching what they can do to make sure that this doesn’t happen again. After this spill happened Shell had worries about how their deep water drilling could be affected by this explosion. This explosion had caused Shell to lose between 40,000 and 80,000 gallons of oil. Along with this it made Shell look bad in the gas and oil industry by the loss of all the oil and the harm that was done to the ocean waters and the animals that depend on that water. Shell is now reinforcing a culture where safety is the core value. They are also making sure that all employees understand this value and making sure that every employee understands their role in making Shell a safer place to work. As a part of Shell’s research they have engaged in a six billion dollar program to improve the safety of their wells, pipelines, and other upstream facilities. Along with the safety of their workers Shell is also looking out for the wellbeing of the communities that they are working. Shell is building new waste water facilities to reuse household waste water. By Shell doing...

Words: 915 - Pages: 4