The Wallace Group

Permasalahan yang ditemukan oleh Frances Rampar berdasarkan hasil wawancara dengan top executives dari The Wallace Group adalah sebagai berikut :
Hal Wallace mengendalikan perusahaan berdasarkan keinginannya yang berdampak pada ketidakefektifan kinerja perusahaan.
Board of Director tidak menjalankan tugasnya dengan efektif, yaitu tidak menentukan strategi, tujuan perusahaan, visi, dan misi dengan jelas, sehingga bisnis unit bekerja untuk kepentingan bisnis unitnya masing-masing.
Design struktur organisasi yang tidak jelas, yaitu tidak ada pemisahan tugas yang jelas dengan masing-masing manajemen juga belum menerapkan employee empowerment.
Kekurangan karyawan yang berpotensi, terutama di bagian engineering, yang diakibatkan penetapan gaji yang terlalu rendah, job specs yang terlalu tinggi, ataupun sistem perekrutan yang buruk.
Tidak memiliki fungsi pemasaran dalam tiap-tiap bisnis unit, sehingga bisnis unit tidak memiliki kesamaan tujuan pemasaran dengan perusahaan secara keseluruhan dan tidak memiliki network untuk melakukan penjualan.
Kurangnya pengalaman karyawan bagian manajemen yang diakibatkan kurangnya training atas karyawan tersebut.
Tidak adanya evaluasi atas kinerja karyawan, termasuk kinerja dari CEO dan top management.
Tidak adanya koordinasi antar unit bisnis dan kurang tanggap atas kebutuhan karyawan maupun pelanggan.
Sistem informasi tidak efektif karena tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Penerapan transfer pricing yang tidak efektif. Permasalahan manufaktur pada Chemicals dan Plastics mengakibatkan target laba dan volume penjualan bagi Electronics menjadi tidak tercapai.
Berdasarkan permasalahan yang telah ditemukan, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan utama dari kasus The Wallace Group adalah gaya kepemimpinan dari CEO yang terlalu individualis. Sebagai seorang CEO, ada 3 hal mendasar yang seharusnya dilakukan, akan tetapi tidak ditemukan pada Harold Wallace, yaitu : “The CEO articulates a strategic vision for the corporation, presents a role for others to identify with and to follow, communicates high performance standards and also shows confidence in the followers’ abilities to meet these standards” (Wheelen & Hunger, 2010). Hal itulah yang menyebakan kurangnya komunikasi pada setiap jenjang manajemen sesuai dengan hirarki organisasi. Di samping itu, kepemimpinan yang buruk tersebut juga mengakibatkan bagian-bagian dalam perusahaan, terutama bagian manajemen ikut menjadi buruk dan individualis yang mengakibatkan masalah-masalah di atas dapat terjadi. Selain itu, seorang CEO juga seharusnya dapat menjadi transformational leaders yang dapat menjadikan perusahaan sebagai learning organization. Akan tetapi, Harold Wallace justru menggunakan strategi bisnis yang kebanyakan defense-oriented ataupun perencanaan strategi yang kurang persiapan pada nondefense orinted area, sehingga perusahaan pun menjadi tidak dapat berkembang. Hal ini ditunjukkan melalui kinerja keuangan perusahaan dalam dua tahun terakhir yang tidak mengalami perubahan yang berarti.
Rekomendasi yang dapat diberikan, yaitu :
Memiliki leadership sebagai seorang CEO yang baik, yaitu memanage visi strategis dan mengkomunikasikannya ke semua bagian dalam organisasi, berempati dan menjadi teladan bagi karyawannya dalam hal perilaku, berpakaian, dan tindakan, serta mengkomunikasikan standar kinerja dan memotivasi karyawan untuk dapat mencapai standar tersebut.
Membangun komunikasi dalam setiap jenjang manajemen, baik antar bisnis unit maupun antara atasan dan bawahan, sehingga setiap bagian dalam perusahaan dapat bekerja demi tercapainya tujuan perusahaan.
Melaksanakan pemisahan tugas antara CEO dan board of director, sehingga perusahaan tidak dijalankan secara subjektif. Tidak hanya CEO dan board of director, melainkan seluruh bagian dalam perusahaan harus memiliki job description dan job spefication yang jelas.
Memperbaiki struktur organisasi yang kurang terorganisir yang diakibatkan oleh dilakukannya diversifikasi, yaitu dengan cara mengurangi kebergantungan terhadap top level management. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mulai menerapkan employee empowerment.
Memperbaiki kinerja manajemen dengan cara merekrut orang-orang yang memiliki potensi dan pengalaman dalam bidang manajemen dan mengadakan program-program pelatihan manajemen bagi karyawan.
Melaksanakan evaluasi dua arah atas kinerja setiap bagian dalam organisasi dan diberikan feedback-feedback untuk memperbaiki kinerja yang kurang efektif.
Mempunyai perencanaan ke depan untuk atasi ancaman atau apapun yang terjadi dengan pikirkan skenario apa yang dapat terjadi dan apa yang harus dilakukan.
Wheelen, T. dan Hunger, D. 2010. Strategic Management and Business Policy Achieving Sustainability. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Oleh :
Agnes Maria Setiawan 32410032
Noviana Widjaja 32410036
Louisa Veronica 32410057
Universitas Kristen Petra