Free Essay

Dukungan Sosial

In:

Submitted By ratnapanca
Words 3977
Pages 16
Makalah Psikologi Lintas Budaya
EKSISTENSI BAHASA JAWA YANG KIAN MEMUDAR

Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester
Mata kuliah Psikologi Lintas Budaya
Dosen Pengampu:
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph.D
Drs. Fauzan Heru Santhoso, M.Si.

Oleh:
RATNA PANCA YULIANTI
10/302531/PS/06046

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan salah satu perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk dapat saling berkomunikasi, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Dengan bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Mengingat di setiap daerah memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda termasuk juga bahasanya. Selain untuk berkomunikasi dan untuk keperluan adaptasi social, bahasa juga dapat mewujudkan seni (Sastra), dapat mempelajari naskah-naskah kuno untuk menggali sejarah masa lampau dan untuk keperluan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya.
Di Indonesia sendiri, selain dikenalkan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional sekaligus bahasa persatuan, Indonesia begitu kaya akan bahasa daerah yang begitu beragam dari Sabang sampai Merauke. Setiap bahasa daerah pun memiliki cirri khas dan keunikan tersendiri, seperti salah satunya bahasa Jawa. Bahasa Jawa dengan keunikannya berbagai tingkatan bahasa (unda usuk) seperti basa ngoko, karma madya, maupun karma inggil membedakan bahasa sesuai konteks percakapan yaitu dengan siapa (lawan bicara) bahasa Jawa tersebut digunakan. Seperti bahasa Jawa ngoko yang digunakan untuk percakapan sebaya dan bahasa krama untuk komunikasi dengan yang lebih tua. Tingkatan tutur bahasa Jawa mengajarkan masyarakat Jawa akan nilai-nilai kemanusiaan seperti andhap asor, empan papan, aja dumeh, dan tepa seliro. System tingkatan tutur bahasa Jawa ini merupakan pertanda pentingnya sopan santun yang menjalin system tata hubungan manusia Jawa (Poedjosoedarmo, 1979)
Bahasa Jawa yang sarat akan nilai positif dan tata krama ini tidak serta merta terjaga kelestariannya. Layaknya unsur kebudayaan lainnya, bahasa Jawa juga rentan akan kepunahan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta maraknya westernisasi yang memberikan celah bagi masuknya kebudayaan lain, tidak dipungkiri dapat berdampak pada terasingkannya budaya sendiri pada masyarakat local setempat.

B. FENOMENA
Di jaman serba canggih ini, masyarakat lebih bangga dengan segala sesuatu yang sifatnya global. Budaya-budaya lokal pun kian hari kian terpinggirkan termasuk bahasa lokal sendiri. Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah masyarakat Jawa juga terlihat menurun eksistensinya. Fenomena yang ada sekarang ini, generasi muda sudah mulai tidak mengenal basa krama. Sehingga terkesan aneh dan kurang sopan ketika bercakap dengan orang yang lebih tua namun dengan menggunakan basa krama yang tidak tepat. Apalagi kenyataan yang ada sekarang, anak-anak yang notabene anak dari pasangan Jawa tidak diajarkan bahasa Jawa oleh orangtuanya. Orang tua terkesan lebih bangga mengajarkan dan membiasakan anaknya dengan bahasa Indonesia bahkan bahasa Inggris daripada mengajarkan bahasa Jawa sebagai bahasa mayoritas masyarakat di sekitarnya. Sehingga tidak lagi terpungkiri bahwa banyak ‘wong Jawa tapi ilang Jawane’

C. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui lebih jauh tentang salah satu unsur kebudayaan Jawa yaitu Bahasa Jawa dan eksistensinya pada era modern ini.

BAB II
METODE PENELITIAN

A. PARTISIPAN
Adapun criteria partisipan pada penelitian ini adalah: 1. Masyarakat Jawa yang memiliki suami/istri dari suku Jawa juga 2. Domisili Yogyakarta/Jawa tengah 3. Membiasakan bahasa sehari-hari selain Bahasa Jawa pada anaknya

B. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara semi terstuktur dengan menggunakan panduan wawancara.

BAB III
HASIL DAN TEMUAN

A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Persebaran Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang dipakai di daerah Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Poerwadarminta (1953) juga mengatakan bahwa bahasa Jawa dipakai di Banten dan Cirebon Utara. Selain itu, juga digunakan oleh para pendatang di berbagai kota di Indonesia. Di luar negeri, Bahasa Jawa digunakan di Negara Suriname (Sudaryanto, 1992). 2. Bentuk Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Menurut bentuknya, secara garis besar tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi 5 tingkatan: 1) basa ngoko; 2) basa madya; 3) basa krama; 4) basa kedaton atau bagongan; dan 5) basa kasar. Sudaryanto (1992) menyebutkan kelima tingkat tutur tersebut secara rinci semuanya dibagi menjadi 13 tingkat seperti pada bagan di bawah ini:

Basa ngoko lugu. Tingkat tutur ini dipakai dalam percakapan sehari-hari dalam situasi tidak resmi oleh pembicara atau O1 kepada mitra bicara atau O2 yang (1) memiliki status sosial yang sama, (2) sudah saling kenal dan akrab. Tingkat tutur ini juga dipergunakan oleh pembicara (O1) kepada kerabat (O2) yang lebih muda (misalnya adik). Dalam berbicara kepada orang asing yang belum memahami tingkat tutur Bahasa Jawa, orang Jawa juga menggunakan ngoko lugu. Contoh: Aku arep menyang pasar. (Saya mau pergi ke pasar)
Ngoko andhap antya basa. Tingkat tutur ini oleh 1) pembicara yang lebih tua kepada mitra bicara (O2) yang statusnya lebih tinggi, 2) antar priyayi yang sudah saling kenal dan akrab. Kata ngoko ’kowe’ misalnya, diganti dengan bentuk krama ’seliramu’ Contoh: Apa wingi seliramu (Kangmas) sido tindak menyang Ngayogya?
Ngoko Andhap Basa Antya. Ngoko andhap basa antya dipergunakan dalam percakapan antara O1 dan O2 yang telah akrab dan saling menghormati. Bentuk tingkat tutur ini seperti antya basa perbedaannya ialah bahwa dalam percakapan ditambah dengan bentuk krama, sesuai dengan perasaan penutur. Bentuknya menjadi: ngoko-krama-krama inggil. Contoh: Adhik arep dipundhutke menda, to, Pak
Tingkat Madya, pada dasarnya adalah tingkat tutur krama yang telah mengalami proses penurunan, proses informalisasi dan ruralisasi (Soepomo, 1979:12). Dalam diagram juga tampak bahwa, tingkat Madya dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yakni Madya Ngoko, Madyatara, dan Madya Krama.
Sebetulnya pembagian madya menjadi tiga ini sifatnya kontinum, ada yang bertingkat rendah disebut madya ngoko, ada yang bertingkat sedang disebut madyantara, dan ada yang bertingkat tinggi disebut madya krama. Tingkat tutur
Madya Ngoko dipergunakan oleh sesama teman, pembicara dan mitra bicara memperlakukan pembicara sederajat, misalnya antar pedagang (bakul). Tingkat tutur ini juga dipakai antara atasan kepada bawahan, priyayi kepada bawahan dalam suasana akrab, tidak resmi dan santai. Bentuk tingkat tutur ini: madya, ngoko, kowe diganti ”ndiko”. Contoh: Ndiko wayah ngeten kok lungo teng pasar.
Tingkat Madyatara dipakai oleh pembicara kepada mitra bicara yang lebih muda atau yang mempunyai derajat yang lebih rendah. Seorang priyayi, bila berbicara dengan saudara yang lebih muda, atau seorang priyayi bila berbicara dengan priyayi lain yang sederajat dan telah akrab memilih tingkat tutur ini. Bentuknya ialah: madya, ngoko, ’kowe’ (kamu) diganti ’kang sliro’ atau ’sampeyan’. Contoh: Sampeyan (kang sliro) napa duwe perlu wigati kok gita-gita?
Madya krama dipergunakan untuk menghormati orang lain, tetapi sifatnya sementara, dalam suasana yang akrab. Dalam tingkat tutur ini tidak ada kosa kata ngoko, kecuali akhiran –e, dan –ake. Bentuk tingkat tutur ini ialah madya, krama, dan krama inggil. Kosa kata ’kowe’ diganti ‘sampeyan’. Contoh: Wanci ngeten kok sampun kondur, napa empun rampung pandamelan sampeyan?
Selanjutnya dalam diagram tampak bahwa tingkat basa krama terdiri dari lima tataran, muda krama, kramantara, wredakrama, krama inggil, dan krama desa.
Tingkat Muda krama dipakai oleh orang muda yang berbicara kepada orang tua, murid kepada guru, atau antar teman kepada teman yang belum akrab. Bentuknya ialah: krama, kosa kata krama inggil untuk mitra bicara, ’kowe’ diganti dengan ’panjenengan’, awalan dan akhiran krama. Contoh: Lho kok, kang Mas, panjenengan punapa saestu tindak dhateng rapat, nitih sepeda motor punapa becak?
Tingkat Kramantara. Tingkat tutur ini dipergunakan dalam pembicaraan antar sesama, tetapi si pembicara tingkat status sosialnya lebih tinggi, bukan di tempat umum. Bentuk tuturannya adalah krama, dengan awalan dan akhiran krama. Kata ganti orang kedua ’kowe’ menjadi ’sampeyan’. Contoh: Sampeyan punapa sampun mlebet dados anggotanipun partai politik, partai punapa?
Tingkat tutur Basa Krama Wredakrama dipakai dalam pembicaraan oleh orang yang lebih tua kepada mitra bicara yang umurnya lebih muda. Bentuk tuturannya ialah: krama, awalan, dan akhiran ngoko. Contoh: Kados pundi nak, rembag bab kemajenganipun nagari ing parlemen?
Krama inggil dipakai dalam pembicaraan oleh orang yang tinggi status sosialnya, karena asal-usulnya dan karena jabatannya; bila yang diajak bicara lebih tua umurnya dari yang berbicara. Tingkat ini untuk menunjukkan rasa hormat kepada yang diajak bicara. Contoh: Nyuwun duka Gusti, kala wingi dalem mboten saged dherekaken tindak dalem, awit anakipun dalem saweg sakit sanget.
Krama desa. Biasanya tingkat krama deso dipakai dalam komunikasi oleh orang desa yang tidak memahami sistem tingkat tutur atau kaidah bahasa krama. Kosa kata krama dijadikan krama karena ingin menunjukkan rasa hormat kepada orang yang diajak bicara. Kosa kata yang menunjukkan tempat dan nama sering dijadikan krama. Misalnya Gunung Kidul menjadi ’Redi Kidul’, Boyo lali menjadi ‘Boyo kesupen’, Sawahan menjadi ’Sabinan’. Sering juga kata pertama dijadikan krama, dan kata yang menunjukkan dirinya sendiri dijadikan krama. Bentuk tingkat tutur ini adalah: krama, krama deso, kadang menggunakan krama inggil. Contoh: Sampeyan punapa kersa mundut sawo kagungan kula piyambak?
Pembagian basa krama menjadi lima bagian tersebut di atas sebetulnya adalah pembagian yang dilakukan oleh para ahli kebahasaan deskriptif pada zaman sebelum perang. Dalam kehidupan sehari-hari sekarang tingkat wredo krama dan kramantara jarang dipergunakan.
Basa kedaton atau basa bagongan adalah bahasa khusus yang dipakai oleh anggota kerajaan dan para pembantu (abdi dalem) bila ada pertemuan dengan raja atau dalam percakapan di lingkungan kerajaan. Kata-kata yang termasuk basa kedaton antara lain manise (aku), pukulun (kowe), jengandiko (kowe), enggeh, punapi, boya (ora), seto (doyan), darbe (duwe), besaos (bae). Contoh: Pakenira mekaten ampun boya kekirangan punapa-punapi, bebasan kantun dhahar lan tiem besaos.
Basa kasar. Basa Kasar dipakai oleh pembicara yang merendahkan mitra bicara atau orang lain. Basa Jawa Kasar juga dipakai oleh pembicara yang marah, emosional. Bentuk basa kasar ialah Ngoko dengan menggunakan kata-kata kasar dan kotor. Contoh: Yen kowe ora jegos, wis minggato kono.

3. Makna Tingkat Tutur
Sebetulnya bila diringkas bahasa Jawa sehari-hari ada 4 tataran, 1. Ngoko, 2. Madya, 3. Ngoko, dan 4. basa kasar. a. Tingkat tutur Ngoko
Tingkat tutur Ngoko mencerminkan rasa akrab (solider) antara pembicara dan mitra bicara. Artinya, pembicara tidak memiliki rasa segan, hormat atau rasa pakewoh terhadap mitra bicara. Tingkat ngoko lebih memperlihatkan keakraban dalam sebuah percakapan. Maka terlihat aneh jika orang yang sudah saling akrab namun menggunakan tutur yang lebih formal seperti tutur madya apalagi krama. Antara orang yang memiliki hubungan akrab tetapi saling menghormati dapat memakai tingkat ngoko halus (antya basa dan basa antya). b. Tingkat tutur Madya
Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah antara ngoko dan krama. Tingkat madya ini, oleh karena itu, bagi kebanyakan orang disebut setengah sopan. Orang yang disapa dengan tingkat tutur ini biasanya orang yang tidak begitu disegani atau tidak sangat dihormati. Orang desa yang dihormati biasanya disapa dengan tingkat tutur madya. Kepala kantor terhadap rekannya yang tidak memiliki pangkat yang sama, orang yang sudah dewasa, orang lanjut usia juga menggunakan tingkat tutur ini. c. Tingkat Krama
Tingkat tutur krama ialah tingkat tutur yang mencerminkan sikap penuh sopan santun. Tingkat tutur ini menandakan adanya tingkat segan, sangat menghormati, bahkan takut. Seorang pembicara (O1) yang menganggap bahwa mitra bicaranya (O2) orang yang berpangkat, berwibawa, belum dikenal, akan menggunakan tingkat tutur ini. Murid terhadap guru, seorang bawahan kepada atasan. Basa krama bukan hanya ditandai oleh bentuk sintaktis dan morfologis, tetapi juga suara dan bentuk tubuh. Seseorang yang berbahasa krama berbicara dengan suara lembut, pelan dengan badan yang sedikit membungkuk. d. Basa kasar
Basa jawa kasar adalah basa yang derajatnya paling rendah. Bahasa tingkat ini adalah bahasa sehari-hari yang dipergunakan oleh orang yang tidak berpendidikan yang tidak punya sopan santun sama sekali, orang yang sedang marah, atau orang yang meremehkan orang lain. Orang yang sedang marah lupa akan unggah-ungguh yang harus ditaati dalam berinteraksi dengan orang lain dan dalam situasi yang terjadi. Ia tidak perduli dengan status orang yang diajak bicara.

4. Pemilihan Tingkat Tutur
Faktor yang menentukan pemilihan tingkat tutur adalah tingkat kesantunan pembicara sesuai dengan siapa ia berbicara, siapa yang dibicarakan dan dalam situasi apa. Dengan kata lain pemilihan tingkat tutur merupakan perwujudan tingkat kesantunan pembicara dalam pergaulan sosial di masyarakat. Kesantunan adalah kepatuhan berperilaku sesuai dengan aturan, norma adat yang telah disepakati dalam budaya bermasyarakat, yang disebut tata krama, sopan santun, unggah ungguh atau etika. Orang Jawa yang otentik yang ‘njowo’ yang memiliki unggah ungguh akan memilih unggah ungguhing bahasa yang tepat. Dalam memilih tingkat tutur dalam berinteraksi ia akan berusaha sedemikian rupa sehingga keharmonisan tata hubungan dengan mitra bicara dan orang yang dibicarakan terpelihara, tidak menimbulkan konflik lahir dan batin, tidak merusak kerukunan dan ketenteraman batin mitra bicara dan orang yang dibicarakan. Kesantunan atau unggah ungguh pergaulan dalam masyarakat berkaitan erat dengan roso atau sikap batin seseorang kepada mitra bicara. Oleh karena itu seperti dibicarakan terdahulu kesantunan itu terkait erat dengan rasa pekewoh, tepo selira, empan papan, dan andhap aso.
Tingkat keakraban hubungan antara pembicara, orang yang diajak bicara dan yang dibicarakan menentukan penggunaan tingkat tutur Ngoko, Madya atau Krama. Tingkat tutur Ngoko merupakan perwujudan bahwa si pembicara tidak memiliki rasa pekewoh kepada mitra bicara, mungkin karena hubungan antara mereka sudah akrab, atau si pembicara memiliki status sosial yang lebih tinggi dari pada mitra bicara. Penggunaan ngoko halus (antya basa dan basa antyo) merupakan perwujudan bahwa antara si pembicara akrab dan saling menghormati.
Orang yang sedang marah, kesakitan, dalam keadaan batin yang mengandung emosi yang tinggi akan berbicara dengan tingkat ngoko kasar atau basa Jawa kasar yang sering ditandai dengan kosa kata yang mengandung makna tabu.
Watak O1 juga terwujud dalam tingkat tutur yang pakai. Orang yang bagi orang Jawa disebut diri ’sombong’ suka memakai tingkat ngoko kepada orang yang status sosial atau keadaan ekonominya lebih dari padanya, tanpa meperdulikan tingkat usia.
Tingkat krama merupakan perwujudan sikap sangat hormat yang dimiliki oleh pembicara terhadap orang yang diajak bicara. Tingkat tutur ini merupakan perwujudan rasa segan atau pekewoh si pembicara terhadap orang yang diajak bicara. Tinggi-rendahnya rasa hormat, pekewoh seseorang menentukan pemakaian kata-kata krama ingiil. Orang yang wataknya halus cenderung memakai basa krama (madya atau inggil) kepada orang lain, walaupun O2 itu sangat rendah tingkat status sosial dan ekonominya. Orang yang mempunyai sifat atau sikap andhap asor juga terwujud dengan tingkat tutur yang dipergunakan. Orang yang andhap asor akan memilih kosa kata ngoko bila ia merujuk diri sendiri dan menggunakan kosa kata krama (madya atau inggil) bila merujuk kepada mitra bicara (O2).
Sikap hormat kepada orang ketiga (O3) yang hadir dalam pembicaraan juga terwujud dalam pemilihan tingkat tutur. Kehadiran orang ketiga yang dihormati dan sangat memperhatikan sopan santun sering mengubah pilihan tingkat tutur.

B. HASIL WAWANCARA 1. Subjek wawancara
Nama Subjek : RW
Umur : 37 tahun
Domisili : Sleman
Pekerjaan : Wirausaha 2. Setting wawancara
Tanggal : 3 Januari 2013
Waktu : 12.10 WIB
Tempat : Rumah subjek 3. Hasil wawancara
IR : Selamat siang Mbak!
IE : Selamat siang!
IR : mau ngobrol-ngobrol nih Mbak, bisa?
IE : Iya.
IR : Mbak kan asli Jogja kan ya? Kalo boleh tahu bahasa sehari-harinya Bahasa Jawa?
IE : Iya, kalo di rumah sih tetep pake bahasa Jawa.
IR : Menurut Mbak bahasa Jawa itu susah nggak Mbak?
IE : Susah sih. Ada pembedaan kata ketika kita ngomong sama siapa pun harus disesuain, kan ya di bahasa Jawa itu e..banyak ada ngoko, ada kromo.
IR : Nah Mbak bisa jelasin beberapa tingkatan bahasa Jawa kaya ngoko dan sebagainya tadi?
IE : Kalo ngoko itu bahasa Jawa yang buat temen sebaya tapi kalo kromo itu buat bicara sama yang lebih tua.
IR : Susah nggak sih bahasa Jawa menurut Mbak?
IE : kalo ngoko sih udah biasa, tapi kalo kromo sih kalo yang percakapan sehari-hari sih masih bisa. Tapi kalo yang udah nggak umum susah juga karena nggak terbiasa juga susah gitu. Kadang-kadang tau ngokonya gini tapi kramanya nggak tahu.
IR : kalo krama tadi kan buat yang lebih tuakan ya. Kalo Mbak sendiri apakah sering membiasakan diri memakai basa krama sama orangtua Mbak?
IE : Hehe.. jujur sama orang tua pun aku masih pake basa ngoko. Ribet juga sih basa krama itu.
IR : Ribetnya gimana Mbak?
IE : Ya ribet, harus cari kata yang pas sesuai dengn lawan bicara kita. Jangan sampai kita ngrama-ke diri kita ketika bicara sama orang yang justru lebih tua dari kita. Makanya sih kalo aku cari amannya kalo sama orang yang begitu belum kenal pake bahasa Indonesia aja yang lebih simple.
IR : Kalo sastra Jawa itu menarik nggak sih buat dipelajari Mbak?
IE : Kalo aku sih pribadi kurang tertarik.
IR : O gitu, apa malah nggak semakin punah basa Jawanya Mbak kalo gitu?
IE : Ya punah sih, tapi kayanya emang itu wajar terjadi di kedepannya nanti. Hehehe.. sekarang pun kan juga udah biasa pake bahasa Indonesia.
IR : ada nggak sih Mbak keinginan untuk melestarikan budaya Jawa khususnya bahasa Jawa?
IE : melestarikan sih pengen-pengen aja. Tapi kalo saya saja yang pengen ya sama aja. Jadi mending ngikut aja yang umum. emang udah wajar juga basa Jawa semakin dilupakan. Orang lebih seneng dengan kebudayaan luar.
IR : jadi nggak ada ya Mbak keinginan untuk melestarikan bahasa Jawa?
IE : pasrah aja sih. Hhehe
IR : kalau bahasa yang Mbak ajarkan sama anak Mbak sendiri bahasa apa buat sehari-harinya?
IE : bahasa Indonesia.
IR : Loh kenapa bahasa Indonesia Mbak, bukannya tinggalnya juga di Jogja?
IE : Ya simple-nya aja lah toh aku ya nggak bisa basa Jawa yang baik. Daripada salah ngajarinnya..mendingan ya bahasa Indonesia aja.
IR : lah kan teman sepermainan anak Mbak kan juga pake bahasa Jawa? Apa nggak sama aja nantinya juga pake basa Jawa?
IE : Iya tapi tetep kalo sama aku mereka ngomongnya pake bahasa Indonesia. Tapi kalo di lingkungan sekolah juga udah pada pake bahasa Indonesia kok.
IR : ohh, kalau di sekolah sendiri anak-anak Mbak ada pelajaran bahasa Jawa gak sih Mbak?
IE : oh ada, dan aku juga kesulitan kalau pas suruh ngajarin PR bahasa Jawa gitu
IR : Hoooho, Jadi menurut Mbak melestarikan budaya local itu kurang penting ya?
IE : Bukan kurang penting. Cuma kalo melihat jaman sekarang emang ya wajar kalo lama-lama budaya sendiri mulai hilang. Lah generasi ku aja udah gak bisa basa. La piye meneh? Heee
IR : Oh gitu ya..Yaudah Mbak makasih ya ngobrol-ngobrolnya.

BAB IV
DISKUSI

A. Realita Bahasa Jawa yang semakin punah
Dalam melakukan aktivitas komunikasi, orang Jawa tidak pernah melupakan unsur etika. Masyarakat Jawa menyebut etika atau ajaran moral dengan istilah pepali, unggah-ungguh, suba sita, tata krama, tata susila, sopansantun, budi pekerti, wulang wuruk, pitutur, wejangan, wursita, dan wewarah. Unsur-unsur etika tersebut dituangkan dalam beberapa tingkatan bahasa seperti ngoko, madya, dan krama. Penggunaan kaidah bahasa tersebut harus disesuaikan dengan konteks penggunaannya. Kaidah dalam penggunaan bahasa, dalam hal ini penggunaan tataran ngoko krama, atau unggah-ungguhing basa, harus ditaati. Kalau seseorang berbahasa Jawa dengan orang lain dengan tidak tepat tataran yang digunakan, maka pergaulan dengan orang lain menjadi terganggu, menjadi tidak serasi, menjadi tidak harmonis (Widyasastra Digdaya, 1953: 2). Karena itu pergaulan sehari-hari, bila menggunakan bahasa Jawa, seseorang dituntut oleh masyarakat untuk menggunakan tataran bahasa Jawa secara tepat, sesuai dengan kedudukan seseorang di dalam keluarga, status sosial, tingkat kebangsawanannya, umur, atau martabatnya.
Pada kenyataannya tidak semua masyarakat Jawa memahami dan mengerti kaidah penggunaan Bahasa Jawa dengan baik dan benar. Seperti yang dialami oleh subjek wawancara. Subjek yang bersuku Jawa asli dan hidup di lingkungan masyarakat Jawa pun mengakui bahwa pemahamannya akan bahasanya sendiri tersebut masih kurang. Menurutnya bahasa Jawa terlalu sulit karena ada tingkatan bahasa dimana kita harus melihat dengan siapa kita bercakap, usia muapun kedudukan lawan bicara menjadi pertimbangan dalam pemilihan kata (krama atau ngoko).
Kelestarian bahasa akan terjaga apabila bahasa tersebut selalu digunakan. Pemahaman akan penggunaan bahasa Jawa dengan tepat sebenarnya tidaklah sulit apabila dilakukan pembiasaan menggunakan Bahasa Jawa yang tepat mulai dari lingkup terkecil. Keluarga sebagai agen sosialisasi primer dapat menjadi media pelestarian bahasa Jawa karena keluarga merupakan ujung tombak pendidikan sebagai agen kebudayaan di mana anak menerima nilai budaya yang membina kepribadiannya (Sumaatmadja, 2005). Jadi ketika lingkungan keluarga khususnya orangtua mengajarkan Bahasa Jawa yang benar sesuai kaidahnya maka akan membantu pelestarian Bahasa Jawa tersebut.
Subjek yang penulis temui merupakan salah satu contoh dari sekian masyarakat Jawa yang dalam keluarganya kurang diajarkan berbahasa Jawa dengan tepat. Subjek menggunakan bahasa ngoko kepada orangtuanya. Sehingga unggah-ungguh dalam berbahasa Jawa pada orangtua pun tak terlihat. Karena merasa tidak terbiasa dengan bahasa Jawa yang benar, subjek pun tidak membiasakan Bahasa Jawa pada anaknya. Subjek lebih memilih membiasakan berbahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari dengan anaknya. Inilah salah satu factor kemunduran eksistensi bahasa Jawa. Seperti yang dijelaskan (Setiyadi, 2007) bahwa penyebab kepunahan suatu bahasa yang terjadi di Indonesia – khususnya Jawa – adalah adanya pemakaian bahasa kedua, yakni bahasa Indonesia sebagai bahasa yang lebih tepat dipakai sebagai bahasa pengantar di dalam pendidikan serta munculnya generasi muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing lain yang dianggap lebih modern.
Minimnya pemakaian bahasa Jawa juga terjadi pada lingkungan pendidikan sekolah. Meskipun pelajaran Bahasa Jawa diajarkan namun sayangnya, kondisi dan pola pembelajaran bahasa Jawa saat ini masih menempatkan bahasa Jawa sebagai bahan atau materi untuk dipelajari bukan digunakan. Akibatnya, bahasa Jawa menjadi bahan pelajaran yang tidak integral dengan kehidupan siswa itu sendiri. Meskipun pendekatan komunikatif sudah dikembangkan sejak 1988-an, kenyataannya bahasa Jawa belum menyatu dengan siswa (Wibawa, 1993). Siswa merasa jauh dan tidak mengenal bahasanya sendiri. Padahal mereka adalah pemilik asli bahasa Jawa. Begitu juga yang terjadi pada anak subjek wawancara, walaupun dia adalah pemilik asli bahasa Jawa seakan-akan mereka kehilangan bahasanya sendiri.
Realita yang ada, masyarakat sepertinya bersikap pasrah dengan keadaan bahasa Jawa yang ada sekarang ini. Kebanyakan menganggap pepatah Wong Jawa ilang Jawane adalah hal yang wajar terjadi di era globalisasi ini, seperti yang dituturkan subjek, “Cuma kalo melihat jaman sekarang emang ya wajar kalo lama-lama budaya sendiri mulai hilang. Lah generasi ku aja udah gak bisa basa. La piye meneh?” Upaya melestarikan bahasa sendiri pada masyarakat lokal Jawa kian hari kian berkurang.

B. Upaya Pelestarian Bahasa Jawa
Jika faktor-faktor penyebab kepunahan bahasa Jawa dibiarkan begitu saja maka meskipun perlahan Bahasa Jawa akan memunah. Maka perlu adanya upaya pelestarian bahasa Jawa mengingat bahasa Jawa memiliki jumlah penutur yang paling tinggi di antara bahasa daerah di Indonesia, yakni 75,5 juta. Meskipun penuturnya paling banyak bukan berarti bahasa Jawa lepa dari bahaya kepunahan (Setiyadi, 2007). Upaya yang bisa dilestarikan adalah dengan cara berikut: 1. Jalur pendidikan
Pelestarian Bahasa Jawa dapat diupayakan lewat pendidikan formal di sekolah-sekolah. Mulai dari sekolah dasar hingga tingkat sekolah menengah atas (SMA) diajarkan mata pelajaran Bahasa Jawa yang termasuk dalam muatan lokal. Pembelajaran yang memuat aspek berbicara, membaca, dan menulis Bahasa Jawa harus ditingkatkan. Sehingga muatan lokal ini tidak hanya mengajarkan secara teoritis namun juga praktis. Metode pembelajaran hendaknya dapat membangkitkan gairah para siswa untuk mengenal berbagai karya sastra Jawa, karena melihat realita yang ada generasi muda sekarang ini sedikit sekali yang senang akan sastra Jawa. Mereka lebih senang menikmati karya sastra luar seperti komik Jepang dll. 2. Jalur non pendidikan
Selain lewat jalur pendidikan, untuk melestarikan bahasa Jawa dapat dilakukan lewan jalur non-pendidikan baik pada situasi formal maupun informal. Pada dasarnya pembiasaan bahasa Jawa yang baik dan benar mulai dari lingkungan keluarga menjadi awal pelestarian Bahasa Jawa. Selain itu pembiasaan Bahasa Jawa juga dapat dilakukan pada situasi formal seperti pada rapat, pertemuan dll.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa Jawa merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia sekaligus merupakan bahasa daerah yang memiliki paling banyak penutur di Indonesia. Meskipun begitu bahasa Jawa tidak lepas dari bahaya kepunahan. Realita yang ada di masyarakat Jawa sekarang memperlihatkan bahwa masyarakat tidak lagi familiar dengan bahasanya sendiri. Nilai budi pekerti yang terkandung dalam Bahasa Jawa seperti unggah-ungguh tak lagi dikenali oleh generasi muda sekarang. Hal tersebut terjadi karena lingkungan yang sedikit-sedikit mengurangi kebiasaan penggunaan Bahasa Jawa. Melihat kemunduran Bahasa Jawa tersebut, sayangnya tidak diikuti dengan kesadaran dan upaya maksimal untuk melestarikan Bahasa Jawa.

B. Saran
Perlu adanya upaya pelestarian Bahasa Jawa dari berbagai pihak baik dari jalur pendidikan maupun non-pendidikan. Keluarga sebagai agen sosialisasi kebudayaan yang pertama seharusnya juga ikut andil dalam proses pelestarian bahasa Jawa dengan membiasakan dan mengajarkan bahasa Jawa dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departmen Pendidikan dan Kebudayaan

Sumaatmadja, Nursid. 2000. Manusia dalam Konteks Sosial dan Lingkungan Hidup.
Bandung: Al fabeta

Sudaryanto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Setiyadi, Putut. 2007. Pelestarian Kebudayaan dan Bahasa Jawa. Prospect Tahun III no.4

Wibawa, Sutrisna. 1993. Mencari Bentuk Tes bahasa Jawa yang Komunikatif.
Yogyakarta: Makalah Presentasi.

Similar Documents

Free Essay

S. Psi.,

...REGULASI EMOSI PADA PENDERITA HIV/AIDS Mekar Duwi Indah Sari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan dwiashari572@gmail.com Abstract The research aims at determining emotional regulation of people with HIV/AIDS and factors influencing emotional regulation of people with HIV/AIDS. The research uses qualitative method with case study approach. To collect the data, the researcher uses interview and observation towards people with HIV/AIDS as subjects. The subjects of the research consist of two people with HIV/AIDS using two significant persons. The result of the research indicates that emotional regulation is done by those two subjects. The emotional regulation functions in regulating emotional response towards problems that arise after the two subjects were positively infected HIV/AIDS. The first subject uses antecedent-focused strategy (appraisal) that consists of situation selection, situation modification, attention deployment, cognitive change, and modulation response. Factors influencing the use of emotional regulation of the first subject are children, self-disclosure, and social support. In contrast to the first subject, the second subject uses response-focused strategy (expression suppression) through situation selection emotional regulation process. The use of the strategy is influenced by the incapability of self-disclosure and social support. The conclusion of the research is the use of emotional regulation of people with HIV/AIDS conducted...

Words: 3572 - Pages: 15

Free Essay

Akuntansi Lingkungan

...dapat pembuangan sumber daya mineral, menebang hutan, mengikis tanah yang, mencemari akuifer, dan berburu satwa liar dan perikanan untuk kepunahan" tanpa rekaman ini terhadap pendapatan (Repetto et al, 1989). Banyak negara bekerja untuk memasukkan penyusutan sumber daya alam ke rekening nasional (UNCTC, 1992). Salah satu tujuannhya adalah untuk merevisi perkiraan, produk domestik bruto-pada dasarnya "penghijauan PDB." * Pada tingkat perusahaan, penting untuk membedakan antara biaya lingkungan yang ditanggung oleh perusahaan dibandingkan dengan yang dikenakan pada masyarakat sebagai "biaya sosial." Kesehatan efek dari menghirup polusi udara, dampak pencemaran air di perikanan, atau pencemaran tanah adalah contoh klasik dari biaya sosial, atau eksternalitas. * Di sisi lain, peraturan, kebijakan perusahaan, preferensi konsumen, dan tekanan masyarakat pergeseran beberapa biaya sosial kembali ke perusahaan. Batas pengeluaran, pajak emisi, mengambil kembali produk persyaratan, dan instrumen kebijakan lainnya juga menciptakan insentif ekonomi bagi perusahaan untuk mengurangi potensi dampak lingkungan-untuk membuat "pencemar membayar." Beberapa dari biaya ini sudah sedang disampaikan kepada perusahaan sebagai biaya untuk teknologi pengendalian polusi, staf lingkungan, dan memungkinkan biaya. Meskipun demikian, karena banyak biaya ini tidak langsung, jangka...

Words: 968 - Pages: 4

Free Essay

Pengaruh Social Exchange Theory Terhadap Work Attitude Karyawan

...PENGARUH PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP WORK ATTITUDE Model Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Baru-baru ini JobStreet Indonesia, selaku salah satu web pencari kerja, melakukan survei mengenai jenjang karir di perusahaan. Survey tersebut dilakukan pada anggota perusahaannya sejumlah 13.817 orang dan memberikan hasil yang sangat mengejutkan. Sebanyak 78,8% responden menyatakan bahwa mereka tidak memiliki jenjang karir yang jelas di perusahaannya (http://www.portalhr.com/berita/783-karyawan-tidak-punya-jenjang-karir-yang-jelas/). Melalui survey ini pula diketahui bahwa jenjang karir merupakan faktor penting kedua setelah gaji yang dapat mempengaruhi karyawan untuk pindah ke perusahaan lain (http://www.portalhr.com/berita/783-karyawan-tidak-punya-jenjang-karir-yang-jelas/). Hasil survey ini mengindikasikan bahwa masih banyak perusahaan di Indonesia yang tidak menyadari pentingnya jenjang karir yang jelas bagi karyawan dan bagaimana dampaknya terhadap organisasi. Menurut Barnett dan Bradley (2007), jenjang karir merupakan faktor yang mampu mempertahankan best talent atau karyawan terbaik yang ada di perusahaan. Ketika perusahaan tidak menyediakan jenjang karir yang jelas, maka karyawan cenderung memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan mencari perusahaan lain yang menyediakan jenjang karir yang jelas. Hal ini tentu merugikan organisasi, apalagi jika karyawan...

Words: 1031 - Pages: 5

Free Essay

Theory Grown Up

...ikhtiar akademis yang dilakukan oleh para ahli saat ingin memapar siapa sesungguhnya dirinya. Ilmu-ilmu seperti filsafat, ekonomi, sosiologi, antropologi juga psikologi dan beberapa ilmu lainnya adalah ilmu yang membahas tentang manusia dengan perspektif masing-masing. Erik Erikson adalah salah satu diantara para ahli yang melakukan ikhtiar itu. Dari perspektif psikologi, ia menguraikan manusia dari sudut perkembangannya sejak dari masa 0 tahun hingga usia lanjut. Erikson beraliran psikoanalisa dan pengembang teori Freud. Kelebihan yang dapat kita temukan dari Erikson adalah bahwa ia mengurai seluruh siklus hidup manusia, tidak seperti Freud yang hanya sampai pada masa remaja. Termasuk disini adalah bahwa Erikson memasukkan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan tahapan manusia, tidak hanya sekedar faktor libidinal sexual. A. Tentang Erik Erikson (1902-1994) Erik Erikson lahir di Franfrurt Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902 adalah ahli analisa jiwa dari Amerika, yang membuat kontribusi-kontribusi utama dalam pekerjaannya di bidang psikologi pada pengembangan anak dan pada krisis identitas. Ayahnya (Danish) telah meninggal dunia sebelum ia lahir. Hingga akhirnya saat remaja, ibunya (yang seorang Yahudi) menikah lagi dengan psikiater yang bernama Dr. Theodor Homberger. Erikson kecil bukanlah siswa pandai, karena ia adalah seorang yang tidak menyenangii atmosfer sekolah yang formal. Ia oleh orang tua dan teman-temannya dikenal sebagai seorang pengembara hingga ia pun...

Words: 1842 - Pages: 8

Free Essay

Kguhjghjvmjh

...HAL 4 AVIS Beitler 3 BARU Belgia BREWING (A): MERAIH KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI SOSIAL MARKETING JAWAB 1. Ringkasan Eksekutif NBB (New Belgia Bir), dianggap Sayang Amerika dari Premium berkelanjutan Craft Beer. Mereka juga dikenal karena dukungan mereka dari masyarakat lokal, tenaga kerja yang terlibat dan bertanggung jawab, dan menyediakan konsumen dengan kelas dunia Premium Craft Beer. Namun, NBB berurusan dengan hilangnya keseluruhan pangsa pasar, dan potensi pendapatan, dalam industri Amerika Craft Beer semakin kompetitif. NBB kehilangan pangsa pasar karena peningkatan Craft Bir di Amerika Serikat, kesulitan menjaga dengan nilai-nilai inti mereka sendiri karena mereka berkembang, skeptis yang melihat perusahaan etis sebagai "menipu", kompetisi utama (Molson Coors dan Anheuser - Busch InBev) memasuki pasar Craft Beer, dan akhirnya berdampak pada pendapatan / reputasi dari alkohol palsu. Jika NBB ingin melanjutkan kisah sukses mereka harus mengambil keuntungan dari investor kunci dan konsumen bunga di perusahaan Bertanggung Jawab Sosial; terhubung ke merek loyalis baru / duta melalui tradisional / metode non-tradisional; memperoleh pengakuan lanjut / dukungan dan menyorot mereka dalam pesan mereka kerajinan terhadap konsumen mereka; bermitra dengan penggemar kuliner lokal dan wisata makanan di Amerika Serikat; dan menyadari potensi besar pasar Asia Timur. Jika NBB ingin tetap relevan di industri kerajinan bir, mereka harus merebut kesempatan untuk memperluas ke pasar...

Words: 6491 - Pages: 26

Free Essay

Kearifan Lokal Minahasa

...banjir dan tanah longsor di Sulawesi Utara, gempa di Yogyakarta dan masih banyak lagi yang lainnya. Sehingga setelah semua ini terjadi, banyak daerah yang memerlukan rekonstruksi sosial untuk memperbaiki tatanan sosial di tengah-tengah masyarakat yang baru ditimpa bencana. Peranan kinerja pemerintah (Birokrasi), kearifan lokal, serta penyampaian pesan oleh media mempunyai sumbangsih yang sangat besar dalam proses rekonstruksi ini. Kearifan lokal sebagai salah satu topik yang diangkat merupakan hal yang menarik dan penting bagi penulis. Hal ini dikarenakan kearifan lokal ada, tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat suatu daerah secara alami. Karena kearifan lokal itu muncul secara alami, maka sesudah terjadi bencana bantuan akan datang secara spontan, tanpa diperintah. Kearifan lokal menghapus semua sifat egoistis dan individualistis setiap manusia, karena prinsip utama kearifan lokal itu sendiri adalah prinsip kemanusiaan. Prinsip kemanusiaan inilah yang menjadi dasar dari kearifan lokal. Semua yang muncul secara spontan dari dalam hati ini yang menarik perhatian penulis untuk memilih topik penelitian “Peranan Kearifan Lokal dalam Proses Rekonstruksi Pasca Bencana”. Seperti yang bisa dilihat di daerah Sulawesi Utara, khususnya kota Manado, terdapat satu bentuk solidaritas dan kerukunan sosial yang biasa disebut dengan “Mapalus”. Dari...

Words: 2172 - Pages: 9

Free Essay

Twitter

...TWITTER Marcelli Stephanie / 02320110043 PENJELASAN SINGKAT TENTANG TWITTER DAN SEJARAHNYA Twitter adalah layanan jaringan sosial online dan layanan micro-blogging yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hanya dengan 140 karakter. Teks dengan 140 karakter yang terdapat di twitter disebut juga sebagai “Tweets”. Twitter ditemukan oleh seorang pengusaha muda yang bernama Noah Glass, yang memulai suatu perusahaan bernama Odeo bertempat di apartemen-nya. Sebelum menciptakan Twitter, Noah mempunyai suatu produk yang dapat membuat suatu pesan menjadi MP3 yang disupport dengan koneksi internet. Teknologi ini dibuat oleh Noah dan perusahaannya; Odeo. Salah satu investor Noah di Odeo adalah Evan Williams. Williams lebih banyak memberikan kontribusinya didalam perusahaan Odeo. Setelah Williams menjual salah satu perusahaannya bernama Blogger kepada Google, ia mempunyai rumah yang sangat mewah dan bekas apartemen yang ia miliki digunakan untuk kantor Odeo yang baru. Ditempat yang baru, Odeo mulai mengambil beberapa pegawai dan web desainer bernama Jack Dorsey. Pada bulan Juli 2005, Odeo mempunya produk baru yang disebut dengan Podcasting. Tetapi beberapa bulan kemudian, Apple mengumumkan iTunes yang mempunyai fitur Podcasting Platform yang dapat dimiliki oleh semua orang. Disaat yang bersamaan, para karyawan Odeo, Williams dan Noah sangat terpuruk. Tetapi tidak lama setelah itu, mereka menyadari bahwa orang yang menggunakan fitur Podcasting tidak...

Words: 775 - Pages: 4

Free Essay

Test

...Manajemen Sumber Daya Manusia Latar belakang masalah Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Tuntutan perusahaan untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah. Perubahan perlu mendapat dukungan manajemen puncak sebagai langkah pertama yang penting untuk dilakukan bukan hanya sekedar lip service saja. Pemimpin harus dapat memobilisasi sebuah tim, proses pekerjaan harus dapat dikembangkan dan proses sumber daya manusia harus menjadi fokus utama. Perubahan dan peningkatan peran fungsi sumber daya manusia sangat esensial untuk mendukung keberhasilan organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia terkait dan mempengaruhi kinerja organisassional dengan cara menciptakan...

Words: 1654 - Pages: 7

Free Essay

Hubungan Antara Persepsi Dukunga Organisasi Dan Perilaku Inovatif Di Tempat Kerja Pada Karyawan (Studi Pada Pt.X)

...HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN PERILAKU INOVATIF DI TEMPAT KERJA PADA KARYAWAN (Studi Pada PT. X) Yuki Gradiannisa¹* dan Alice Salendu Falkutas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *E-mail: yuki.gradiannisa@gmail.com Abstrak Penelitian ini dirancang untuk melihat hubungan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif di tempat kerja pada karyawan di PT. X. Penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia, terutama sebagai sebuah perusahaan yang melibatkan inovasi sebagai salah satu nilai perusahaan. Jumlah partisipan yang berpartisipasi adalah sebanyak 88 karyawan. Karakteristik partisipan yang disyaratkan dalam penelitian ini adalah memiliki lebih dari satu tahun masa kerja di perusahaan. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner untuk kedua variabel. Perilaku inovatif diukur dengan menggunakan Innovative Work Behavior Scale yang dikembangkan oleh Janssen (2000) dan persepsi dukungan organisasi diukur dengan menggunakan SPOS (Survey of Perceived Organizational Support) yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison, dan Sowa (1986). Hasil utama dalam penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dukungan organisasi dan perilaku inovatif dalam bekerja (r = .369 ; p < .01 (2-tailed)). Kedua variabel memiliki hubungan yang positif. Berdasarkan hasil tersebut maka ditunjukkan bahwa kenaikan skor pada persepsi dukungan organisasi, skor pada perilaku...

Words: 6687 - Pages: 27

Premium Essay

Evaluasi Program Csr Pt. Nfi (Studi Kasus : Evaluasi Program Csr Agribisnis Pt. Nfi Ciawi)

...ABSTRAK Nama : Fachry Arsyad Program Studi : Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial Judul : “Evaluasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT. NFI (Studi kasus : Evaluasi Program CSR Agribisnis PT. NFI Ciawi) Penelitian ini bertujuan mengevaluasi program CSR Agribisnis PT. NFI di wilayah Bogor dengan komoditinya yaitu Srikaya, serta faktor pendukung dan penghambatnya. Model evaluasi merunut dari Pietrzak (1991), meliputi evaluasi input, proses, dan outcome. Hasil penelitian menunjukkan dari input, dan proses cukup banyak ketidaksesuaian sehingga beberapa tujuan program tidak tercapai seperti rendahnya kompetensi petani dan turunnya jumlah partisipasi petani, meskipun penghasilan petani meningkat. Faktor pendukung program yaitu dukungan dari komisaris perusahaan, perkembangan ilmu teknologi pertanian, dan kebutuhan pasar terhadap komoditi srikaya yang luas. Faktor penghambat program dari internal yaitu keterbatasan jumlah tenaga pendamping, dan eksternal yaitu hama, musim, keterbatasan sumberdaya petani. Kata kunci: Program CSR, evaluasi input, process, outcome dan, agribisnis, pemberdayaan petani ABSTRACT Name : Fachry Arsyad Study program : Master of Social Welfare Title : "Evaluation of Corporate Social Responsibility (CSR) PT. NFI (Case study: Agribusiness Program Evaluation CSR PT. NFI Ciawi) This study aimed to evaluate the CSR program Agribusiness PT. NFI in Bogor with skrikaya as a commodity. The evaluation model was taken from Pietrzak (1991), includes...

Words: 281 - Pages: 2

Free Essay

Computerize

...CSR PT INDOFOOD Posted on Oktober 9, 2013 by anisamugni .entry-meta Corporate Social Responsibility CSR yang dilakukan oleh INDOFOOD, ini dilakukan supaya perusahaan ini dapat lebih dekat dengan masyarakat maka dari itu perusahaan melakukan CSR, Sepanjang tahun 2011, Indofood terus melanjutkan program tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility atau “CSR”) yang merefleksikan misi Perseroan yakni “Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan”. Landasan tujuan yang digunakan dalam melaksanakan program CSR Perseroan adalah: Menciptakan Hidup Yang Lebih Baik Setiap Hari, yang kemudian dituangkan ke dalam lima pilar CSR yaitu Pembangunan Sumber Daya Manusia, Partisipasi Aktif Dalam Kegiatan Komunitas, Peningkatan Nilai Ekonomi, Menjaga Kelestarian Lingkungan, dan Solidaritas Kemanusiaan. Berikut program-program yang dilakukan oleh indofood: Pembangunan Sumber Daya Manusia Indofood meyakini pendidikan sebagai faktor utama dalam pembangunan sumber daya manusia. Dukungan Perseroan diwujudkan dengan cara membuka kesempatan bagi masyarakat untuk mengikuti pendidikan formal maupun non–formal, mendukung kegiatan pengembangan riset, dan meningkatkan kompetensi para guru. Beasiswa Indofood Sukses Makmur (BISMA) Setiap tahun Perseroan memberikan beasiswa bagi anak–anak karyawan yang berprestasi. Selama tahun 2011, sekitar 1.570 anak–anak telah memperoleh bantuan beasiswa yang diberikan untuk tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan...

Words: 1997 - Pages: 8

Free Essay

Business Managament

...LAPORAN 29 September 2013 FAMILY BUSINESS “PT. DJARUM” Oleh: Harry Santoso 0131101101 M.K. FAMILY BUSINESS MANAGEMENT S1 BISNIS PRASETIYA MULYA BUSINESS SCHOOL 2013 Visi Perusahaan: “Menjadi yang terbesar dalam nilai penjualan dan profitabilitas di industri rokok Indonesia” Misi Perusahaan: “Untuk memuaskan kebutuhan para perokok global” Nilai-Nilai Perusahaan: 1. Fokus pada pelanggan PT. Djarum selalu mengutamakan agar pelanggan selalu puas terhadap produknya, dengan memberikan harga yang relatif rendah meskipun keuntungan yang dicapai berkurang, hal ini diatasi dengan peningkatan hasil yang baik dan jumlah penjualan, selain itu juga PT. Djarum memberikan dana kepada beberapa pelanggan untuk memasarkan produknya sehingga tercipta hubungan yang sangat dekat. 2. Profesionalisme Profesional dalam membangun perusahaan secara baik, dimulai dengan perekrutan karyawan-karyawati yang potensial (salah satu elemen vitas bagi kegemilangan gerak sebuah perusahaan). Kemampuan perusahaan untuk melakukan inovasi secara terus menerus. Seiring tuntutan tersebut, PT. Djarum selalu memberikan respon yang inovatif pada konsumen. 3. Organisasi yang terus belajar Dengan keberhasilan yang diperoleh berupa penghargaan-penghargaan dan produk-produk yang inovatif, PT. Djarum tidak berpuas hati, dengan keberhasilan tersebut, PT. Djarum selalu belajar dari keberhasilan itu. Tidak hanya selalu menilai perusahaannya sendiri, PT. Djarum melakukan sharing...

Words: 910 - Pages: 4

Free Essay

Keberhasilan Wanita Pengusaha

...1. Latar Belakang Penelitian Perempuan pengusaha mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, dari total kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia tahun 2011, 60% usaha dikelola oleh kaum pengusaha wanita. Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa perempuan pengusaha mempunyai peranan yang sangat penting dalam ekonomi nasional. Partisipasi perempuan dalam pertumbuhan ekonomi sangatlah penting, tidak hanya untuk menurunkan tingkat kemiskinan di kalangan perempuan, tetapi juga sebagai langkah penting menuju peningkatan pendapatan rumah tangga dan mendorong pembangunan ekonomi negara secara keseluruhan, serta mengurangi jumlah pengangguran perempuan diindonesia. Berdasarkan data BPS 2009, terdapat 3,9 juta perempuan angkatan kerja yang termasuk ke dalam pengangguran dan 30 juta perempuan yang hanya bekerja mengurus rumah tangga dan tidak mandiri secara ekonomi. Jika pun mereka bekerja, 72% dari perempuan Indonesia bekerja di sektor pertanian, 28% bekerja di sektor non-pertanian dan 19,63% bekerja di sektor informal. Data juga menunjukkan bahwa penghasilan pekerja perempuan 50% lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perempuan akan memiliki kesempatan yang kecil untuk melakukan pemutusan proses pewarisan kemiskinan karena tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang lebih baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya...

Words: 4290 - Pages: 18

Free Essay

Mystic Monk Coffee

...kedai kopi dengan nama Mystic Monk Coffee (MMC) yang visinya adalah menjual kopi yang berkualitas sebanyak mungkin sehingga pendapatan yang terkumpul dapat digunakan untuk kebutuhan amal bagi biara carmelite di Wyoming. Untuk mewujudkan visi dari biara carmelite, maka Pastor Daniel berusaha mengembangkan MMC, sehingga dapat membantu dalam mewujudkan pembelian lahan peternakan untuk dijadikan area peribadatan tersebut. Pastor Daniel bekerjasama dengan toko-toko lokal, dan gereja lain di carmelite untuk memasarkan paket kopi secara offline, serta menggunakan sosial media untuk meningkatkan brand awareness dari masyarakat. Problem Statement Meskipun Biara Carmellite telah menerima sumbangan $ 250.000 dari para donatur, dan hampir $ 75.000 selama tahun pertama MMC berjalan, akan tetapi dana tersebut masih jauh dari cukup untuk membeli area peternakan yang akan dijadikan area peribadatan. Pastor Daniel Mary menyadari bahwa dukungan dana utama berasal dari penjualan MMC sehingga dia membuat beberapa objektif / strategi agar pendapatan MMC bisa meningkat, antara lain...

Words: 291 - Pages: 2

Free Essay

Aaaa

...PERKEMBANGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI INDONESIA Bing Bedjo Tanudjaja Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya E-mail: abimanyu@petra.ac.id ABSTRAK Kesadaran terhadap CSR (Corporate Social Responsibility) yang seharusnya telah terintegrasi dalam hierarki perusahaan sebagai strategi dan policy manejemen, diperlukan demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan masyarakat sekitar. Esensi dan signifikansi dari CSR masih belum dapat terbaca sepenuhnya oleh pelaku bisnis, sehingga CSR sendiri bagi sebagian pelaku bisnis baru sekedar wacana dan terkadang implementasinya berdasarkan atas tuntutan masyarakat. Kata kunci : corporate social responsibility, pelaku bisnis, masyarakat. ABSTRACT The awareness towards CSR (Corporate Social Responsibility), that should be integrated into a company's hierarchy as management's strategy and policy, is needed to attain balance between the business industry and the surrounding community. The essence and significance of CSR has not been wholly understood by businessmen, thus CSR only becomes textual and often implemented due to community demand. Keywords: corporate social responsibility, businessman, community PENDAHULUAN Empat tahun belakangan ini corporate social responsibility atau CSR memang sedang menjadi trend di Indonesia. Banyak orang berbicara tentang CSR dan semuanya bagus serta perusahaan yang melakukan corporate social responsibility (CSR) semakin...

Words: 3970 - Pages: 16